Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

23. Kafe

.

.

"PAGI~" William menyapa seluruh petugas polisi. Mengawali hari dengan senyum lebar sebelum mengerucut kesal kala saudarinya, Sarah mengetuk kepalanya.

"Pagi!" sahut petugas polisi lainnya. Ada yang terkekeh kecil akibat tingkah konyol mereka lalu melanjutkan pekerjaan.

William dan Sarah kemudian berjalan menuju ruang kepala kepolisian. Langkah tegas mereka bergema di lorong.

Tok! Tok!

William mengetuk pintu emas itu. Tak lama disahut dari dalam. "Masuk."

Kriett....

"Pagi, ketua~"

"To the point," ucap Kaizo datar, tanpa sedikit pun mengalihkan pandangannya dari beberapa lembar kertas di meja.

William mendengus. Huh! Jarang-jarang dia OOC begini tahu. Tanpa berlama-lama, dia menyerahkan berkas pada Kaizo. "Mengikut beberapa kejadian, kami menemukan beberapa petunjuk tentang Geng aneh itu. Sudah kami kumpulkan menjadi satu di dalam berkas ini."

Kaizo berdeham. "Bagaimana dengan kesembilan kurcaci itu?"

"Maksudmu TNV? Well... misi mereka sudah selesai 90%, Ketua. Lancar jaya."

Kaizo terlihat berpikir sejenak. "Kalau begitu... Sarah, kau boleh melakukan tugasmu mulai dari sekarang."

"Evakuasi semua orang yang tidak ditargetkan."

"Baiklah~"

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Cklek!

Pintu labolatorium terbuka, netra coklat milik Halilintar menelisik isi ruangan yang penuh dengan tabung reaksi. Pintunya ia tutup kembali.

Momen ketika Halilintar masuk labolatorium, takut ketahuan si bungsu :v

Bukan tanpa alasan dia berada di sini. Biar pun Halilintar rada-rada cuek, dia sadar apa yang berubah dari ruangan ini.

Tak ada bekas ledakan.

Sudah terhitung dua minggu keluarganya tidak mendengar ledakan dari labolatorium Solar. Padahal biasanya seminggu bisa lima kali. Hal ini membuat Halilintar curiga.

Apa adik bungsunya itu tidak memiliki ketertarikan terhadap ramuan aneh lagi? Atau Solar sedang melakukan uji coba?

Tapi biasanya uji coba Solar sangat di luar nalar. Terlalu pintar salah, gak pintar juga salah🗿

Fokusnya kini terletak pada buku catatan Solar. Dia pasti menuliskan semua persiapan, langkah-langkah, hasil eksperimen dan kesimpulan. Halilintar lebih memilih membaca buku itu daripada menyentuh langsung cairan warna-warni yang ada di atas meja.

Solar pernah membuat ramuan penumbuh kuku untuk katak, hasilnya sangat tidak menguntungkan manusia. Katak itu berulang kali mencakar segala sesuatu. Termasuk matanya.

Yang meresahkan bukan rasa sakitnya, melainkan respon para fansnya. Penggemar Halilintar kerap mengirim obat-obatan ke rumahnya. Bahkan menitahkan dokter terbaik untuk menyembuhkannya secara langsung.

Di situlah TTM berguna mengusir mereka semua.

Bukannya menolak bantuan, tapi jumlah obat-obatan iti abnormal. Satu orang satu kotak, isinya entahlah. Halilintar tidak mau tahu. Mereka sampai harus membagikan benda-benda itu ke sembarang orang daripada dibakar Trio Troublemaker.

Ok, ok, kembali ke topik awal. Halilintar membaca satu persatu eksperimen adiknya. Sedikit menyipitkan mata, tulisannya hampir menyerupai cacing keram otot.

'Mencampurkan bensin dan baking soda'

'Mengubah buaya menjadi jinak'

'Membuat venus memakan manusia'

'Memaksimalkan ukuran kantong semar'

'Membuat batu bergerak'

'Meledakkan orang dari makanan yang dikonsumsi'

'Penawar racun sianida'

'Cairan X, cairan yang membawa keganasan bagi objek.'

'Merupakan pencampuran dari unsur ... dan ***** serta £€¥₩.'

'Ciri-ciri objek yang sudah terkontaminasi cairan X:
-berkulit pucat
-mengeluarkan suara dan bertingkah aneh
-mulai memakan kaum sendiri'

'Keterangan :
Cairan ini butuh 10 menit untuk bereaksi pada objek
Penawar yang diciptakan hanya bisa mengurangi 70% keganasan objek'

Alis Halilintar terangkat membaca kumpulan tulisan itu. Catatan terakhir bertopik cairan X ini. Apakah Solar berniat menandingi film zombie luar negeri dengan menciptakan cairan ini?

Ah, sudahlah nanti saja mikirnya. Halilintar buru-buru minggap dari sana sebelum Solar kembali menguasai labolatorium. Ia turun ke lantai bawah dan bersiap melakukan hobinya.

"ABANG-ABANGKU TERCINTAH! DENGARKAN GOSIP YANG BEREDAR INI-"

Pukh!

"Berisik!" Halilintar menatap tajam adik ketiganya. Ruang tamu yang awalnya damai seketika tidak aman untuk ditempati karena Blaze sudah keluar dari kamarnya (baca: sangkar).

"Suaramu merdu tau. Semerdu bunyi monyet yang kakinya terjepit." Ice menguap. Paus biru khasnya kembali dipeluk.

Blaze menggembungkan pipi. Dari respon kedua saudaranya sepertinya mereka tidak berniat mengetahui sesuatu. Tidak adakah yang ingin mendengar kabar angin ini?

Menanggap cuek kedua manusia kulkas itu, Blaze beralih menuju kamar Taufan, rekan Trio Troublemaker yang pasti akan selalu menyetujui rencana kerennya. Tak lama terdengar teriakan heboh dari sana. "APAAAAA?!"

Tap!

Tup!

Tap!

Tup!

Tap! Tup!

Lantai rumah sedikit bergetar karena tiga mereka menghentakkan kaki.

Ok, ok. Gempa lelah berdiam diri di biliknya. Yang terjadi bila dia jauh dari saudaranya adalah kehancuran. Sebuah fakta yang tidak perlu dipikirkan lagi. Entah apa jadinya jika Gempa tidak terlahir sebagai saudara mereka. Abang elemental brothers ini pasti sudah lama pensiun dari kehidupan.

"Sudah berapa kali kubilang, jangan lari-lari di lantai 2. Ntar ambruk kita tinggal di kolong jembatan," celotehnya dengan suara yang sedikit dikeraskan. Agar terdengar sampai ruang tamu.

"Ayolah! Tiga ratus ribu saja...."

"Pleasee...."

Kening Gempa mengerut mendengar itu. Ia turun ke bawah dan mendapati Trio Troublemaker tengah berusaha memujuk Halilintar dan Ice untuk menyetujui ide absurd mereka. Gempa yakin 99%.

Kalau tidak absurd, Halilintar mana mau menolak. Si tsundere itukan orangnya tidak tegaan.

"Please, Bang. Kali aja deh." Semua usaha sudah TTM lakukan. Entah itu dengan muka imut Thorn, senjata seram (baca: kostum valak) kepunyaan Blaze, atau Taufan yang nekad kayang tetapi tetap saja jawaban yang diberi adalah 'No'.

"Ada apa ini?" Gempa akhirnya memutuskan bertanya. Ikut nimbrung dalam percakapan.

Thorn pindah menarik tangannya. "Bang Gem, kami tahu kau baru menerima gaji dari bapak berdikari semalam."

Gempa sekedar mengangguk. "Lalu?"

"Kami yakin jumlahnya cukup untuk membeli 7 minuman," ucap Blaze. Raut serius terpampang di wajahnya.

Mendengar kata 'beli' Gempa langsung ngeh Trio Troublemaker mau ngapain. Kedua tangan dilipatnya. "Mentang-mentang baru gajian, langsung dihabisin gitu?"

"Aish, sekali-kali lah~ kami dengar, ada kafe yang baru buka," kata Taufan seraya menunjukkan layar ponselnya. Kafe itu ternyata terletak tidak jauh dari rumah mereka. Katanya sih sangat enak.

"Kalau gitu beli 4 saja, kongsi."

"Betul betul betul." Solar nonggol sembari menganggukkan kepala. Setuju dengan ide abang ketiganya. Solar sendiri menyeruput minuman yang baru dia beli.

Thorn menyipitkan mata, berniat membaca tulisan di cup plastik yang dipegang Solar. Kemudian dia terbeliak. "Solar curang! Beli minum gak ngajak-ngajak!" Label Kafe Bujang tertera di sana.

Kafe Bujang, kafe yang baru buka itu.

Member TTM lainnya mendelik. "Parah, Lar. Punya adik pelit banget!"

Solar yang sadar akan segera diamuk masal terkekeh. Bola matanya melirik sana sini. Mencari rute melarikan diri. Namun sepertinya abang-abangnya sudah memperhitungkan hal itu. Makanya semua pintu rumah ditutup.

"Jangan mencoba lari, adik bungsu~"

Hyiat!

Tap!

Tap!

Tap!

Tap!

Bukk!

Prang!

Kbum!

Tak!

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

"Solar kan udah punya, berarti kita cuma perlu beli enam," kata Thorn yang telah mengambil alih minuman adiknya.

Blaze serta Taufan mengangguk serentak.

Solar bangun dengan benjol di kepala. "Eh! Gak gitu dong, setidaknya balikin boba-ku!" Ia mencoba meraih minumannya.

Thorn menggeleng. Mengangkat minuman itu lebih tinggi. "Gak boleh, Solar boleh minum lagi kalau kami udah kembali dari kafe."

"Cair duluan dong esnya."

"Bodo amat! Salah Solar gak ajak Thorn beli." Thorn menggembungkan pipi. Minuman itu ia simpan ke dalam kulkas.

"Haih..." Solar menurut saja. Malas berdebat dengan abang kesayangannya.

"Boleh kan, Bang Gem? Solar udah beli lho~ masa kita enggak~" Trio Troublemaker memasang muka imut.

"Gak usah pasang muka kek gitu, eneg liatnya." Gempa merotasikan bola mata. Mengambil beberapa helai uang lalu menaruhnya di meja. "Beli empat, uangnya jangan dihabisin."

"Yah... dua ratus mana cukup."

"Gak mau? Gak usah!"

"Eh! Iya! Iya!" Mereka baik-baik mengambil dua lembar merah tersebut. Daripada enggak sama sekali?

Taufan diam-diam mengirim isyarat pada Blaze, memberinya tugas untuk mencuri kartu ATM di kamar Gempa.

Gempa yang menyadari hal itu mrmasang wajah galak. "Jangan coba-coba curi!"

Mereka berdua terkekeh.

"Sana gih! Ntar makin ramai kafenya, udah masuk jam makan siang." -Gempa.

"Kau gak ikut?"

"Mager," jawab Gempa sembari rebahan menggantikan posisi Ice. Sekarang malah Ice yang bersemangat ke kafe. Terbukti, dia sudah berdiri menunggu keberangkatan.

"Tumben," celetuk Halilintar lalu dilanjutkan oleh Taufan. "Biasanya kau yang semangat belanja sayur di hari minggu."

Mendengar itu, Gempa jadi ingat daftar belanja yang sudah ia tulis. "Ah, karena udah di-ingatkan, kalian singgah ke pasar ya~" Si saudara ketiga ini merogoh sakunya. Tampak secarik kertas diserahkan pada Ice.

Semua memandang kesal Taufan yang telah berupaya mengingatkan perihal sayur. Taufan membalas dengan cengiran. "Biar kita lebih lama keluarnya~" Dia beralasan.

Ice membolak-balik kertas yang diberikan abangnya tadi. Curiga. Tumben hanya 10 macam? Biasanya sampai satu mobil penuh bahan makanan. Dan semua kecurigaannya terbukti benar kala ia membuka halaman berikutnya. Kertas itu ternyata dilipat rapi, ujungnya meluncur ke bawah. Menyentuh jempol kakinya.

"Perasaan baru kemarin belanja, kenapa sebanyak ini?" Mulutnya menganga.

"Heh! Kalian kira persediaan makanan kita unlimited? Siapa suruh makan waktu tengah malam."

Krik krik

"Jadi? Siapa aja yang ikut?"

Blaze duluan menggelengkan kepala. "Aku gak ikut, mau ngurusin si Petok dulu. Dia trauma karena hampir mokad hari itu."

Tuan ayam yang baik🗿

"Tapi, Bang, kalau ayamnya dikurusin, ntar gak enak dimakan." Thorn memiringkan kepala ke samping. Malah salah paham jadinya.

All : o_0"

"Thorn, jangan bikin aku sakit kepala." Tanpa membuang waktu, Blaze melenggang pergi. Takut makin panjang urusannya.

"Thorn kan gak ngapa-ngapain." Thorn protes. Menuju rak sepatu dan mengambil sandal di sana.

Taufan menatap Thorn dan Ice bergantian, mereka bertiga memutuskan pergi bersama. Namun kalau hanya mereka, orderan Gempa pasti tidak akan sampai dengan selamat.

"Bang Halelentar, ayo ikut!" Ia akhirnya mengajak sang sulung. "Diantara kami bertiga gak ada yang pintar milih sayur," ucapnya bila Halilintar melemparkan delikan tajam.

Halilintar berdecak. "Sia-sia ayah memelihara kalian selama ini." Ia mengambil jaketnya, berjalan ke luar rumah.

"Emangnya kami hewan apa?!" komen Solar.

>>>>>>>>>>>>>>>

"Lama banget sih." Halilintar menyeletuk. Sudah terhitung 10 menit ia menunggu yang lain. Padahal hanya menuju kafe, itu pun sekedar singgah.  Lamanya bagaikan menunggu doi peka!

Ketiga adiknya menanggapi sang abang dengan berbeda-beda.

"Kali ini kami membuang waktu bukan untuk hal yang sia-sia." Thorn membalas imut. Taufan menunjukkan kartu ATM yang telah ia curi beberapa menit lalu, mengibas-ngibaskan benda itu.

"Aku cuma nyimak," ujar Ice mengangkat tangan. Tak ikut-ikutan mengambil kartu itu. Ice malas berurusan dengan Gempa nantinya.

Dalam diam Halilintar tersenyum miring. Tentunya dia harus mendapat imbalan karena sudah rela menemani adik-adiknya keluar. Tenaga susah dicari.

Mereka mulai bergerak, mengelilingi komplek perumahan yang tumben-tumbennya adem nan damai. Tidak kelihatan batang hidung para tetangga.

"Tumben sepi, biasanya banyak yang dangdutan, yang perbaiki rumah, yang meratapi sisa uang. Mana mereka?" Taufan mengernyit heran. Iseng mengintip rumah tetangga. Kosong.

"Kau melupakan ibu-ibu yang suka gosip di warung sayur, Bang." Ice ikut meliarkan pandangan. Memang aneh tapi ia tidak peduli. Bukannya lebih bagus begini?

"Tempat biasa kita beli sayur pun gak buka."

Thorn mengukir senyum lebar. "Tandanya kita gak perlu beli sayur! Yey!"

"Dan kita gak makan besoknya," lanjut Ice.

Taufan menggeleng. "Gak mungkin. Ntar sore pasti Gempa langsung ke pasar lagi. Dia mana bisa biarin kita gak makan, apalagi makan mie instan." Taufan kenal betul gelagat adiknya.

Walaupun galak, tapi Gempa tidak tegaan. Sebelas duabelas dengan yang lainnya. Mereka hanya tidak diberi makan saat dalam masa hukuman. Bila hukuman selesai, langsung disogok dua piring🗿.

"Aku juga yang harus nemenin," gumam Halilintar seraya menendang kecil batu-batu yang mengisi jalanan.

"Nah, itu kafenya." Bau bau kopi sudah jelas bercium dari titik mereka berdiri sekarang. Ada beberapa motor yang parkir di sana. Katanya kafe ini viral, kok tidak-

"Gila, ramai amat." Taufan berkomentar kala sudah menapakkan kaki di kafe baru itu.

Ah, rupanya semua kendaraan pengunjung diparkirkan di bagian belakang makanya dari depan tampak sepi. Sekalinya pintu dibuka, mereka akan disuguhkan pemandangan berpuluh-puluh orang sedang mengantri.

Jangan lupakan para barista yang terburu-buru membuat pesanan. Mereka pun bergabung dalam antrian.

"Harap aja mereka gak pakai pelaris," celetuk Taufan asal lalu mendapat jitakan dari Halilintar. "Diem, ntar yang punya kafe dengar bahaya."

Thorn mengangguk polos. "Kalau yang punya kafe dengar, kita diusir. Trus gak jadi minum boba. Akhirnya bang Upan dikeroyok di rumah."

Taufan mengelus dada mendengarnya. Apalagi di kata 'keroyok'. Ah, mana ada cerita pemuda tampan dikeroyok keluarga hanya karena gagal membeli minuman.

Well, untuk Boboiboys mungkin akan berbeda.

"Serah, Thorn. Serah..."

"Weh, guys! Whats up? Whats up? Beli juga?" Frostfire datang dengan hebohnya, merangkul Taufan dan Thorn.

Kelakuannya ini mendapat sebagian atensi kafe. Fang yang ada di belakangnya hanya memasang wajah datar.

Duo topi miring itu melepas paksa rangkulan kawannya. "Ish! Apaan sih Frosty? Datang-datang main meluk orang, aku normal ok."

"Ntah nih, kita jadi pusat perhatian tau." Thorn meringsut mundur ke badan abangnya yang lebih lebar.

Serius, tatapan orang ramai membuatnya tidak nyaman. Kesannya mengindimidasi walau Thorn tahu mereka tak berniat melakukannya.

Frostfire berbalik, menatap balik orang-orang. "Apa lo?! Sewot! Gue bukan superstar, gak usah nengok-nengok!" sergahnya galak membuat orang-orang kembali melakukan kegiatan mereka sebelumnya. Tiga manusia batu itu hanya menatap tajam tanpa berkata.

"Oh, ya! Titip, dong!" Frostfire mengulurkan beberapa helai uang. Meminta sang kawan untuk membelikannya minuman juga.

"Mas, jangan memotong antrian," tegur seorang bapak yang memakai celana loreng. Ia berdiri tepat di belakang mereka.

"Gua saudaranya, apa lo?!" Frostfire barbar membalas balik.

"Yaelah ni anak, ngaku-ngaku aja,' gerutu Fang dalam hati.

"Boleh kalau ada tipnya," sahut Ice yang entah sejak kapan mata duitan.

Frostfire melotot. "Heh, dasar!" Namun menuruti segenap kemauan Ice. "Nih, 500 ribu. Cukup?"

"Sip." Ice mengambil lembaran berwarna-warni tersebut.

"Aku mau pesan..."

Ice menyimak orderan dari Frostfire sambil mendelik ke sekitar. Banyak sekali anggota GOT di sini. Sekitar 20 orang. Barista dan para pekerja tidak termasuk. Gila, apa GOT berniat mengeroyok mereka?

Fang mengajak Halilintar berbincang singkat.

Taufan tetap diam memasang muka ceria. Tangannya menahan sebilah pisau yang hampir menikam Thorn dalam diam. "Mas, kalau mau main senjata di lapangan aja, ya," ucapnya dengan senyum lebar. Menyindir bapak bercelana loreng tadi.

'Ck. Kalau kau sakiti mereka, akan kupastikan kau musnah tak bersisa.'

45 minutes later~

"Pesan apa, Mas?"

Setelah menunggu lama bagaikan menunggu doi peka, akhirnya datang juga giliran mereka. Tadinya Halilintar memutuskan ingin pulang saja, hampir esmosi nunggunya.

"Minumannya matcha latte, cappucino, thai tea, esspresso, brown sugar, milo, dan lemon tea." Halilintar menyebutkan seluruh minuman terkenal zaman sekarang yang ia ingat.

"Dengan boba?"

"Ya."

"Semuanya pakai es?"

"Ya."

Frostfire memanggil salah satu kawannya. "Ice."

"Apa?"

"Nyemplung sana, biar dingin minumnya." Dia menggerak-gerakkan matanya ke mesin pembuat kopi.

"Gak muat," balas Ice cuek.

Taufan menghitung jumlahnya, ada tujuh. Bukannya Solar sudah punya? Eh-

Avv-

"Babang Jali so sweet, deh. Adik bungsunya dibeliin juga~" Ia mengusik sang abang.

Walau pelit tapi akhir-akhirnya dibeliin juga. Eh, tidak. Uang di kartu ATM itukan porsi bersama-

Halilintar menghiraukan usikan satu itu. Lanjut mengorder. "Dessert box lima, rasa..."

"Tanggung banget, Bang. Satu kafenya sekalian beli," celetuk Taufan.

"Kita perlu makan minggu depan."

"Baik, apakah ada lagi?" Si karyawan pencatat orderan berhenti menulis, menatap sejenak pelanggannya.

"Ada. (Pesanan Frostfire). Beda plastik, Mbak," ucap Ice lengkap menaruh beberapa lembar uang untuk membayar pesanan Frostfire. Padahal belum selesai-

"Baik, silakan menunggu."

"Gak enak menunggu, Mbak. Kecuali menunggu momen kita di pelaminan."

Pletak!

.

.

.

.

Gimana kalau menunggu tokoh yang di atas nyata?

Lama banget pastinya🗿

Hai hai! Selamat kembali hehe~

Kalian pasti sudah tau post terbaru Boboiboy kan? Yang tanggal 13 Maret itu~

Budak bertopi oren jadi manly, bukan cute lagi :>

.

Dari chap ini sudah mulai muncul tanda-tanda~ huahuahuahuahua!

Sekedar info, mungkin ini chap terakhir di bulan Maret karena daku lagi fokus mempersiapkan Ujian Akhir Sekolah🔥

Kelas lulusan yakan, sibuknya... taulah :v

Kalian juga kan? PTS, ujian dll? Semoga materinya masuk otak dan hasilnya bagus yak~

Aminkan 👁👄👁

.

.

Thank you karena sudah membaca🐧

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro