13. Trio Troublemaker
"Good. Kita dituduh penyebab semua kasus." GR merotasikan bola mata bila mendengar kabar tersebut.
"Mentang-mentanglah kita nunjukkin diri, seenaknya nuduh orang."
"Yang nyuri topaz, turqoise dan spinel kan bukan kita." IL membuka laci lemari. Mengambil snack.
"Maklumkan lah... mereka belum tau." RY yang melihat snack ditangan IL segera mencuil segenggam kerupuk dari IL.
"Kenapa mereka bilang bu Timi ada hubungan nya sama kita? Guru the killer2 itu mah gak ada apa-apanya."
"Iyakan SH?" tanya TR memastikan sambil melirik SH yang tengah melipat tangan bersandar didinding dengan nada yang penuh makna.
"Masih sakit?" tanya ND pada GR tengah mengatup kulit yang tergores semalam.
Rekannya menggeleng acuh.
"Ngilu gegara ditendang tadi."
SH mencebik. "Cuma ditendang doang ngilu," cibirnya.
"Apa daya diriku yang pake stabilo untuk menyamarkan luka."
"Nekat banget, ketua."
"Tapi itu masih di maklumkan, saudara mereka matanya setajam elang," ujar ND.
"Kalian gak singgah lagi ke gedung permata sapphire kan?" tanya sang ketua.
Kelima orang yang dimaksud menggeleng serentak.
"Setelah mengantar dia kami langsung pulang ketua."
"Lalu... tiga orang berjubah itu siapa?"
__________________________________
"Hey Solar! Ayo pulang." Pintu labolatorium luas, tampak tiga personel troublemaker yang mengukir senyum lebar, masih menggenakan seragam sekolah.
Dua penghuni labolatorium menoleh sekilas.
"Aku masih punya urusan, Bang," sahut si bungsu.
"Yah ... kami pulang bertiga dong?"
"Emang yang lain mana?" tanya Tasya selaku rekan kerja Solar.
"Bang Hali pulang duluan, bang Gem sibuk bantu kakel OSIS dan bang Ice kerkom tugas prakarya." jawab Thorn.
'Sih Hali emang dah, bukannya jemput anak-anak ayamnya malah ninggalin kek anak pungot,' batin Tasya setengah bergerutu.
"Pulanglah, temenin bang Hali dirumah."
"Nanti aku pulang bareng bang Gem," lanjut Solar lagi.
TTM cemberut.
Pulang bertiga? Itu bukan ide yang bagus....
Tetapi si ketua troublemaker dadakan ini mempunyai sebuah rencana.
"Okelah~ bye~ jangan lupa pulang." Blaze menyeret Taufan dan Thorn keluar labolatorium.
"Lho? Kok Solarnya ditinggal?"
"Ha'ah! Bang Gem kan nyuruh kita balik sama solar."
"Come on~ kapan lagi kita bisa prank bang Hali yang sendirian di rumah?"
Senyum miring terpapar di wajah trio troublemaker yang tengah berseri-seri.
Misi baru~
"Khe khe khe~"
"Bakar pikachu bang Hali."
"Sembunyiin topinya?"
"Buat berantakan rumah?"
"Taruh minyak dan guli diseluruh lantai?"
"Pasang mainan tengkorak di dapur?"
"Buat rumah balon?"
"Apapun itu yuk pulang!!"
Menyusuri jalan kecil biasanya, blaze memperhatikan satu hal... lorong ini lebih sepi dari biasanya. 6 langkah kaki mereka saja kedengaran jelas.
Enam langkah?
Mereka kan hanya bertiga?
Buakh!
Buakh!!
Beralih pada si sulung dirumah~
Duakh!
Drrrtt... drtt...
Halilintar mengeluarkan ponsel dari saku, mengabaikan pintu rumah yang hanya tinggal puing-puingnya saja. Ia melangkah memasuki ruang tamu.
Satu nomor tak dikenal mengirimkan foto trio troublemaker yang tak sadarkan diri.
+62897********
Datang ke lokasi jika ingin
Saudaramu selamat
______
Alisnya terangkat sebelah, seseorang mengancamnya dengan tebusan?
Khe ....
Kalian percaya adanya ikatan antar saudara?
Perasaan Halilintar mengatakan adik-adiknya sedang merasa sangat senang, tak ada khawatir atau takut sedikit pun.
Halilintar terkekeh sejenak, tatapan seriusnya dikeluarkanm
"Orang itu ... belum tau siapa Trio Troublemaker."
_____________
"Emmmh..."
Kepala Taufan bergerak pelan, ia mulai tersadar dari pingsannya. kesan obat tidur masih belum sepenuhnya mengangkat kaki dari otaknya.
Kedua saudaranya masih tidur damai dengan sebuah eskrim di kepala, mujur saja Taufan tak dipukul melainkan hanya dibekap kain bius.
"Blaze! Thorn! Bangun! Bangun! Bangun! Jangan nyantai di alam mimpi." Taufan mengguncang tubuh kedua adiknya sekencang mungkin.
Tapi tiada reaksi yang didapati.
Loading...
Taufan menepuk dahi. "Mereka kan pingsan bukan tidur."
Ia mengedarkan pandangan, rantai yang melekat dikakinya membuat Taufan tak bisa kemana-mana.
Dengan rasa kemanusiaan yang tinggi Taufan menggampar kepala Blaze dan Thorn tepat dibenjolnya.
Sontak mereka bangun sambil berpekik kesakitan.
"ADAW!!"
"HUAA!!"
"Sakitlah, pandai," ketus Blaze bila telah menyadari bahwa kakaknya yang memukul titik sakitnya.
"Bang Upan jahat, ih main tampol kepala Thorn."
Taufan terkikik. "Lupakan lah rasa sakit itu nak, kita punya masalah didepan mata."
"Di depan mata?" Thorn menolehkan kepala ke kiri dan kanan.
"Tapi Thorn gak liat masalah."
Taufan mendatarkan wajah.
"Dah lah, gak penting. Kita harus lepasin diri dari rantai ini."
Blaze menatap rantai dikaki dan pintu ruangan bergantian.
"Gampang," ia menarik napas panjang.
"WOY PARA MANUSIA!!! TANGGUNG JAWAB KALIAN ATAS PERUT KU YANG KERONCONGAN MINTA MAKAN!!!!!"
BRAK!!
"Berisik! Ayah kalian gak ngajarin tata krama hah?!" bentak si penjaga berkemeja hitam yang bercelana loreng membuat muka sangar.
Tapi muka itu tak menakuti trio troublemaker sedikitpun.
"Emang ayah anda mengajari ilmu tata krama pada anda? Ilmu menculik orang, ya?" tukas Thorn polos.
"Bomatlah! Minta makan!" Teriak Blaze juga Taufan.
Penjaga 1 menggeram kesal, ia berbalik meninggalkan mereka lalu kembali lagi membawa styrofoam box.
Dengan akhlak yang diatas rata-rata penjaga 1 Membanting styrofoam hingga isinya jatuh berantakan ke lantai yang sudah 3 tahun tak dibersihkan.
Bahkan beberapa butir nasi itu menyinggah ke topi dino mereka.
"Hey! Gak ada akhlak ya?!"
"Berisik bodoh! Makan sana!" Si penjaga1 mengerling ke trio troublemaker. Kemudian muncul sosok penjaga2 dari balik pintu, menepuk bahu si penjaga1.
"Bro, toko kacamata terdekat tutup hari ni," katanya. Thorn mengernyit, si penjaga1 rabun?
"Yaudahlah, hipermetropi ku belum parah-parah amat."
"Woi!! Masa kami makan nasi gak pake alat makan?" ujar Blaze tanpa basa basi, masih ada sisa sedikit nasi yang belum menyentuh lantai. Mungkin itu layak dikonsumsi.
"Makan pake otak!!"
BLAM!!!
"Itu tuh ciri orang yang akan masuk neraka," cibir taufan.
"Yah... topi Thorn kena."
Blaze menatap bekas styrofoam tadi...
No.
Dia bukan mengasihani butiran nasi yang telah jatuh ataupun sisa nasi yang masih berada didalam gabus...
Tetapi alat makan yang ikut terlempar.
Adalah...
Sebuah garpu.
Terkekeh kecil, Blaze mengambil garpu itu dan menusuk-nusuk tali yang merekatkan rantai dikakinya.
Mungkin penculik mereka ini tidak memiliki modal sampai-sampai menahan pergerakan mereka dengan rantai tua yang diikat dengan tali plastik bersimpul mati.
Crank!
Ketiganya berdiri dengan lega, rantai berkarat berat itu tak lagi menahan kaki mereka.
"Lalu? Sekarang bagaimana?"
Taufan dan blaze saling melirik, sama-sama menarik ujung bibir.
"Kita buat mereka menyesal!"
"Trio troublemaker... beraksi!"
________________
"Duh... mereka kok belum pulang?"
"Kapan mereka pulang?"
"Kalaupun tersesat gak mungkin selama ini kan?"
"Mereka kemana?"
"Mereka baik-baik aja kan?"
"Awas aja pulang nanti, ku pasung satu-satu!"
"Ck, lama banget."
"Udah mau jam makan malam pula."
"Gem... bisa duduk diam gak?" tanya Halilintar, sudah pusing memerhati Gempa yang telah mengaktifkan mode setrikanya.
Solar mengangguk setuju.
"Bang gem maju mundur begitu malah bikin pusing tau."
Gempa berhenti, mengerling ke arah saudara sulungnya. Si perusak pintu rumah masih tenangnya bermain ponsel disaat ketiga saudara mereka belum balik.
Ia beralih duduk di sofa rumah. Gempa menghela napas.
"Aku khawatir! Mereka kok belum pulang ya?"
"Kalian tau kemana mereka pergi?" trio cool menggeleng sebagai respons.
"Mereka ada beritahu kalian?"
"Gak."
"Terakhir kali kudengar mereka pulang cepat mau nge-prank bang Hali," jawab Solar.
"Ya kali tersesat?"
"Anak seimut itu tersesat?"
"Trus mereka kemanaaa???"
"Singgah ke rumah Gopal kali," sahut Ice yang tengah berbaring.
"Tapi kan Gopal bilang dia mau ke rumah Yaya."
"Berarti mereka ke rumah Yaya." Gempa berdecak, mengapa ia mempunyai saudara-saudara sekalem ini? Tidakkah mereka khawatir? 1% pun?
"Tenang, TTM kan jahilnya level dewa... mereka gak bakalan celaka."
"Maksudnya apa, Bang?"
"Nih," Halilintar menyerahkan ponselnya, memperlihatkan chat dari orang asing beberapa jam lalu.
"Ya ampun bang Hali kenapa gak dari tadi ngasih taunyaaa???!"
Sekali lagi Gempa menatap tajam Halilintar, mau kakaknya itu apa sih? Sudah menghancurkan pintu tanpa tujuan, lalu menghiraukan pesan asing dan yang terakhir tak memberitahu mereka semua.
"Gak ada yang nanya," jawab Halilintar cuek kembali memandang ponselnya.
Gumaman Gempa beberapa menit lalu terngiang-ngiang dikepala Solar.
"Duh... mereka kok belum pulang?"
"Kapan mereka pulang?"
"Kalaupun tersesat gak mungkin selama ini kan?"
"Mereka kemana?"
"Mereka baik-baik aja kan?"
"Mereka kok belum pulang ya?"
"Kalian tau kemana mereka pergi?"
"Mereka ada bertahu kalian?"
"Ya kali tersesat?"
"Trus mereka kemanaa??"
Itu semua bukan pertanyaan kah?
Oh, solar mengerti. Bagi kakak sulungnya perkataan Gempa tadi hanyalah sebuah kalimat suruhan-
-bukan pertanyaan
"Bang... gelud yuk," ajak Solar.
Halilintar melirik tajam dan senyum sinis adiknya. "Yuk."
Gempa memijit pelipis.
Sudahlah, tahu begini Gempa berniat mencari TTM seorang diri.
Ting nong~
Seketika seluruh atensi berpindah pada Fang, sang tamu.
"Fang? Ngapain nyasar kesini?"
"Gak ada sambutan yang lebih bagus kah?" Fang bertanya balik, sungguh baik sekali sapaan yang ia terima.
"G."
"Ck. Gem, donat pesananku mana?" Fang tanpa basa-basi mengatakan tujuannya singgah ke rumah boboiboys.
"Bentar." Melupakan perihal saudaranya sejenak Gempa melangkahkan kaki kedapur, membungkus pesanan temannya itu.
"Nih." Fang membalas dengan anggukan kepala dan juga sodoran beberapa helai uang.
"Eh-"
"Ambil aja." Fang memutar bola mata seraya menghampiri trio cool, ia duduk dan memakan donatnya santai.
"Siapa yang ngasih kau restu duduk di rumahku?" tanya Solar.
"Lama-lama ku laporin juga ni anak," gumam Fang. Entah apa yang Fang perbuat sampai si bungsu boboiboy ini bersikap seakan punya dendam kesumat padanya.
Hobinya hanyalah memuji diri sendiri dan memakan donat wortel. Ia tidak merasa bersalah tentang itu.
"Gem, mau kemana?" Beralih dari itu, Fang membuka suara saat melihat Gempa bersiap memakai sepatu.
"Nyari TTM."
"Gak perlu." Sang sulung berdiri, menjeda ucapannya sejenak.
"Orang itu kirim lokasinya, kita kesana aja." Ia melirik Ice dan Solar. Mengerti isyarat Halilintar, mereka berdua mengangguk saja ikut mencari ketiga saudaranya. Sedangkan Fang yang tak tahu apa-apa mengekor dari belakang.
Salah satu diantara kelima orang itu membuka ponselnya, mengirim pesan singkat kepada beberapa orang di grup rahasia.
" 🍄💧🐘🔥 🍞🐛🐵🍗🎁 🐇🐛 "
>>>>>>>>>>
"Kita bakar ruangan ini."
"Bang, kau mau mati muda?" Membakar ruangan tanpa keluar dari sana merupakan rencana yang terlalu ekstrim baginya, apalagi tanpa sembarang alat perlindungan.
Nyari mati namanya.
"Hehehe..." Taufan memandang beberapa barang tak terpakai di ruangan ini. Seperti gabus makanan, tumpukan dedaunan, pecahan kaca pembesar, dan 5 buah seragam hitam yang basah.
Siapa sangka sampah bisa berguna disaat tertentu?
Ditambah lagi ruangan mereka sangatlah mendukung. Memiliki jendela besi bagai sel penjara, jadi sinar matahari bisa langsung mengarah ke penjara mereka.
Pertama-tama Taufan menjemur tiga dari lima kemeja hitam tersebut hingga kering, numpung cuaca hari ini sangat panas mereka tidak perlu menunggu lebih lama.
Lalu Taufan memaksa kedua adiknya untuk memakai kemeja tersebut.
Tentu saja si pemberontak Blaze menolak. Baju itu basah karena apa? Mereka tidak tahu bukan?
"Ngapain sih bang? Aku udah pake baju gausah ditambah baju lagi."
"Pake aja napa sih? Kita nyamar jadi anak buah mereka."
"Kamuflase ya bang?" tanya Thorn
"Yaa... bisa dibilang begitu."
Blaze akur saja.
"Lalu?"
Taufan mengambil pecahan loop dari lantai, tumpukan dedaunan di dekat pintu ia geser kearah jendela. Dedaunan tersebut dilapisi dengan gabus dan dua kemeja hitam tadi.
kaca pembesar diletakan dibawah sinar matahari, kemudian di bawah kaca pembesar terpapar bahan korban.
Panas yang diantarkan sinar matahari ditangkap oleh si kaca pembesar mengakibatkan terjadinya penguatan energi panas yang menembak langsung ke permukaan, maka tumbullah api~
Intinya si kaca pembesar itu membuat aura panas cahaya matahari menjadi lebih kuat.
"Kalo aku ada salah sama kalian aku minta duit- eh maaf ya."
Blaze dan Thorn serentak menampol kepala kakaknya.
"Bang! Serius!"
"Bang Upan gak berencana menggosongkan kita bertiga kan?" Thorn menggigit jari gelisah, api kian membesar membakar seperempat ruangan.
Kulit mereka sudah menangkap suhu hangat diatas rata-rata.
"Ya, gaklah. Kalian diem aja di sebelah dinding sampai mereka datang." Tak lupa, mereka melepas topi, mengacak-acak rambut agar helai putihnya tak kelihatan. Topi tadi disembunyikan di saku celana.
BRAK!!
Baru saja disebut, penjaga1 mendobrak pintu dengan panik. Ternyata pintu ruangan mereka tak dikunci.
Taufan segera ikut mendobrak pintu di sebelahnya menggunakan siku seakan-akan mereka baru berlari dari luar, raut muka mereka sengaja dibuat-buat kaget.
"Kenapa bro?! Kenapa?!"
Mungkin karena himertropi si penjaga1 sudah sangat parah, ia tidak curiga pada ketiga orang yang berdiri dekat dengannya ini. Terbalik sekali dengan apa yang ia katakan pada temannya tadi.
"Mata kau buta?! Kebakaran! Ambil alat pemadam kebakaran dilantai bawah! Cepat!" titah penjaga1 tanpa menoleh, ia panik melihat kobaran api besar di ruangan tersebut.
Jangan sampai api tersebut sampai ke rooftop, tempat tersimpannya tangki minyak-
Duarrr!!
"Oh 5h1t, ASEP! JAMAL! UDIN! Ambil sesuatu untuk padamin apii!!!"
"Ambil air bos?"
"Kagak, ambil kain! Ya iyalah Asep! Ambil air!"
"Periksa lantai atas!"
"Cih! Mana ketiga anak itu?!"
In troublemaker sendiri~
Setelah meninggalkan lantai atas, terdengarnya suara ledakan yang sedikit menggetarkan gedung berlantai 5 ini membuat Taufan, Blaze dan Thorn berhenti berlari.
"Wah bang. Kita bakalan kena tarif pembakaran rumah," celetuk Thorn
"Gapapa, nanti ayah yang bayar."
Tap! Tap! Tap!
"Waduh! Yang lain datang!" ucap Blaze panik, sekumpulan lelaki dari kejauhan berlari ke arah mereka yang merupakan jalan menuju lantai atas.
Tak ada jalan lagi selain bersembunyi di salah satu ruangan disana, tidak mungkin mereka ikut pura-pura panik menuju lantai 5. Pasti akan sangat ramai, terutama jika penyamaran mereka ketahuan.
Mereka akan dikepung dari segala arah dan Taufan, Blaze dan Thorn tidak pintar mempraktekkan bela diri. Mereka hanya pandai mengandalkan otak untuk berpikir tentang kejahilan belaka dalam situasi ini.
Kebetulan pintu ruangan yang mereka ambil sebagai tempat sembunyi sedikit berbeda, dimana semua pintu berwarna coklat tapi pintu ruangan mereka ini berwarna biru.
"Untung nih pintu gak dikunci."
Blaze membuka pintu, celah kecil ia gunakan untuk mengintip kondisi.
"Masih banyak yang menuju ke atas... kita gak mungkin keluar sekarang," ujarnya
"Tapi kita harus segera keluar! gawat kalau mereka ngecek semua ruangan nyari kita," sahut Taufan ikut mengintip.
Mereka hanya tak tahu dimana mereka berada...
"Bang..." panggil Thorn
"Hm?"
"Bang"
"Ha?"
"Bang!"
"Hm?"
"Bang!"
"Apa?"
"Coba balik badan."
"Nanti."
"Baangg!!"
"Ish!" terganggu dengan rengekan adik kecilnya, Taufan serta Blaze menolehkan kepala kebelakang.
Seketika mata mereka membelalak, mulut melopong luas.
Sebuah batu berwarna biru duduk damai di box kaca tampak bersinar memantulkan cahayanya.
"Per... mata??"
"Cantik banget."
Taufan menggeleng-geleng kepala, ini bukan saatnya mengagumi. Pantas saja warna pintunya berbeda. Karena ruangan ini menyimpan benda berharga, tetapi mengapa ruangan ini dibiarkan begitu saja?
"Kalo dijual mahal ini," celetuk Thorn
"Ini sapphire kah?"
"Bukan deh kayaknya, sapphire kan warnanya biru tua."
"Kalo bilang aquamarine juga bukan, aquamarine birunya biru transparan."
"Berarti ini topaz."
Taufan menyadari sesuatu
"Topaz? Salah satu permata yang gak ada note yang dicuri kemarin dong?"
Kakinya membawa dirinya mendekati permata itu. Tangan Taufan membuka box kacanya, melupakan tujuan awal mereka bersembunyi dari penjaga-penjaga gedung terbengkalai ini.
Waktu disekitar mereka kian melambat beberapa detik kala jari Taufan menyentuh permata biru tersebut.
"Bawa pulang ah."
"Bang, kau jangan main-main bang! Ini permata asli lho," sergah Blaze
"Hehehe... oklah." Topaz yang sudah di depan mata, Taufan letakkan balik ke tempatnya.
Misi mengintip keadaan kembali dilanjutkan~
"Keknya lagi sepi." Bola mata Blaze berkeliaran mencari sesosok manusia di balik pintu, senyap tak ada satu pun suara langkah kaki.
"Dahlah... cabut aja."
_______________
"Di sini lokasinya?"
Kelima orang ini telah tiba di lokasi yang tertera di ponsel Halilintar, memandang gedung yang kini telah dilahap api.
Seperti biasa markas penjahat selalu terletak di area yang sepi, menghindari kerumunan masal.
Berdirilah gedung tua yang di himpit pabrik tenun dan perbatasan hutan belantara, kawasan yang bagus untuk penjahat yang masih sibuk bersembunyi di sarangnya.
"Hm."
Disaat yang bersamaan muncul tiga trio troublemaker dari arah gedung, Gempa menghela nafas lega. Setidaknya mereka tak perlu lagi mencari ke celah-celah sudut kota.
"Akhirnya."
Fang sendiri mengernyit, masih menikmati donat buatan Gempa.
"Kalian ngapain sampai gedungnya kebakar sebelah begitu?"
Cahaya dari si jago merah sangat mencolok di malam hari, ya walau apinya mulai padam berkat usaha petugas-petugas di sana.
Trio troublemaker menarik nafas sejenak. "Gak ngapa-ngapain. Tadi ada naga yang turun dari sungai nyemburin api. Makanya kebakar gedungnya," jawab Blaze ngawur
"Aku serius, Blaze." Fang memutar bola matanya.
"Aku juga serius."
"Udah udah! Daripada kalian berisik lebih baik kita pulang sebelum mereka sadar kalo kita pada ngilang."
"Yayayaya."
Berakhirlah trio troublemaker dieksekusi hingga larut malam oleh Halilintar dan Gempa.
Setiap kali Taufan hendak membantah ia diketuk panci legend gempa, sampai bendol kepalanya 🗿.
Sudah terlindungi topi pun masih terasa sakitnya
______________________
"Bang."
"Hm?"
"Kau taukan tadi aku ketemu apa?"
"Ck, to the point aja."
"Ini, aku bawain sesuatu di depan mukamu." Si lelaki yang dipanggil 'bang' tadi sontak menolehkan wajah, mendelik ke lelaki satunya.
"Nekat banget," celetuknya sambil mengambil alih si 'sesuatu' itu.
"Apa tujuan mu ambil ini dari mereka?" tanya sang kakak, sibuk menatap benda itu.
"Dijual kan mahal, bang."
Takk!!
"Iya-iya! Ampun!" sang adik mengelus dahi, memajukan mulut. Efek jitakan kakaknya memang bukan main.
"Ano- Bang, itu sudah di depan mata masa gak diambil? Kan rejeki gak boleh ditolak."
"Heh! Yaudah tidur sana, permatanya kusimpan."
"Yeuu... nanti kau jual kau yang dapat, padahalkan aku yang nyuri."
Tatapan tajam dari kakaknya membuat si adik mengangguk pasrah.
"Yaudah deh, bagi-bagi yah hasilnya~"
"Ck."
Tanpa keduanya sadari, ada seseorang yang mengintip dari arah belakang. Orang ini segera kembali ke kamarnya saat si adik berjalan meninggalkan kakaknya sendirian dibalkon rumah.
Sang kakak tersenyum sinis, ia melirik kebelakang lalu beralih kepada benda itu.
"Kecurigaanku gak pernah meleset."
__________________________________
Wayoo loh mumet~
_^
Yang dua saudara di akhir chap itu Boboiboys, harusnya udah pada tahu itu siapa~
UAS menghampiri gaess, belajar yuk! (Bagi yang masih sekolah)
Moga lulus~
Doa-in corona cepat hilang
(/Ò◇Ó)/
Gimana kabarnya? Baik kan?
Semangat jalani harimu~
Jangan lupa jajan- ohok-
Hey, hey, hey, kalau suka ajak kawandmu ke sini. Ramein, nyehehe...
Dah, deh.
Byeee~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro