Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. Bu Timi


Malam harinya, pukul 03.10 malam.

"Wow, wow, wow! Kita bertemu peniru disini."

RY menoleh kaget, ada kelompok lain di sini. Mereka sama-sama menargetkan peridot. TNV sedikit berundur, musuh mereka membawa banyak anak buah.

"Eh, datang daun hijau yang tak diperlukan," balas IL santai, inilah pertama kali kelompoknya bertatap muka langsung dengan musuh utama mereka.

"Ouh! Kasar sekali anak muda zaman sekarang. Ck, ck, ck. Sungguh biadap." Si musuh tersenyum kagum dan sinis disaat bersamaan.

"Kau lebih biadap, Ejojo!" -SH.

Hening.

"Ku rasa kalian memang harus diberi pelajaran, seperti yang dikatakan oleh Glac." Ejojo menjentik jari. Para anak buah Ejojo bergerak menyerang TNV.

PR berdecak, anak matanya melirik Ejojo yang sudah memasuki gedung permata peridot. "SH! GR! ikut aku kejar pria gila itu!"

SH dan GR mengangguk tanpa perlawanan.

"RY! Semua pasukan aku serahkan sama kalian," ucap PR sebelum menyusul Ejojo bersama SH dan GR.

"Dimana ruang peridot?"

"Sekitar 30 meter ke depan lalu belok kanan," jawab SH sembari menatap tablet miliknya.

Mereka berjalan melewati permata-permata pajangan, tiada niatan mengambilnya karena misi mereka bertiga hanya mencuri permata paling berharga.

"Aneh, bukannya Ejojo udah duluan, ya?" SH mengernyit bila sampai di depan pintu ruangan peridot yang masih tertutup.

GR maju ke depan, jarinya dilapisi selotip, siap ditempelkan ke ditektor sidik jari sebelum PR mencegahnya.

"GR! Sidik jari yang kau bawa bukan punya orang sembarangan."

Tak lama pintu ruangan peridot terbuka sendiri, permata hijau kekuningan tersebut masih bersinar utuh di tempatnya.

Situasi hening sejenak. Baru saja melangkahkan, mereka dikejutkan oleh keberadaan Ejojo di seberang mereka sedang memegang tablet. Ternyata pria itu masuk ke ruangan dengan cara menyusup ke dalam saluran udara sebelum Ejojo meretas sistem teknologi.

'Ku pikir AS yang hack' batin GR.

Ejojo menjentik jari

Doorr!!

Syuutttt!!

"Elak!!!"

BOOOOOOMMM!!!

"Harus banget pake meriam," gumam PR. Memandang salah seorang anggota Ejojo sedang memegang rentaka.

"Kira-kira berat meriamnya berapa ya?" tanya SH. Ia ditatap datar oleh kedua rekannya.

"Sungguh pertanyaan yang tidak penting." GR mencebik.

"Fufufu~ tidak adakah senjata yang lebih besar?" tanya Ejojo pada anggotanya.

"Hancurkan aja sekalian satu dunia," ketus GR.

Satu tembakan retanka saja sudah menyebabkan dinding ruangan peridot retak. Kaca yang melapisi sebagian dinding bahkan pecah mengarah ke segala arah berhasil menggores kulit ketiga pemuda ini.

"Duh... kulit mulus ku tergores!" pekik salah satu dari mereka bertiga.

"Jangan main-main plis."

Mengeluarkan pistol, mereka bertiga mulai menyerang para anak buah Ejojo yang mulai berdatangan.

"Waspada di sebelah timur!"

"PR! arah jam 4!"

"Musuh makin banyak! Sekitar 30% tumbang dan 50% datang dari arah utara dalam radius 58 meter."

"Reload! Reload!"

"Kau yakin bisa pake pisau, PR?" tanya GR kurang yakin terhadap senjata yang gunakan rekannya.

"Pisau ku kan banyak," jawab PR sambil menunjukkan kumpulan pisau rumah yang ia bawa di dalam jubahnya. Ia melontar 3 pisau sekaligus pada musuh dengan satu tangan.

"Impresif."

"Hati-hati bung~ arah jam 10."

"Mereka bawa meriam lagi!"

"HYIAAH!!"

Ejojo sendiri mengambil kesempatan mengantongi permata peridot lalu lari dari lokasi.

"Cish!! Dia lari! Gimana ini?"

PR melirik ponselnya. "Harusnya-"

DUAAAR!!

Ledakan kembali hadir, sebuah benda kecil menewaskan 1/2 musuh mereka bertiga. OZ menghabiskan sisa musuh mereka.

PR mengerling ke arah anggotanya yang baru datang.
"Tanggung, kurang besar ledakannya."

'Kena virus bang Taufan nih.'

AS hanya terkekeh. "Aku cuma punya granat." Ia melempar dua buah benda mungil mematikan tersebut kepala PR.

"Granat lemon lebih bagus, besok ku beli."

"Serah deh."

In another situasion~

Nafas memburu, Ejojo berlari kencang dari lantai 4 menuju dasar berharap para anak buahnya berhasil mengalahkan remaja-remaja ingusan.

Harapan tetaplah harapan~

Nyatanya RY, IL, TR dan ND telah menunggu Ejojo di lantai bawah siaga menodong senjata mereka.

"Hai pak tua~ siap meninggoy?" sapa ND.

Ejojo ikut mengacu pistolnya.
"Aku kasih kesempatan untuk kalian lari sebelum kalian semua mati!" ancamnya.

"Cih... gertakan murahan!" TR melayangkan sebilah pisau ke arah Ejojo dan ditepis dengan mudah.

"Udah ku bilang-"

Dor!!

Dorr!!

"Akh!" pekik Ejojo mendapati dua luka tembakan dibahu kirinya, ia menatap tajam mereka semua.

RY meniup ujung pistolnya yang berasap dengan bangga
"Ffuh...."

"Tumben tepat sasaran, wakil ketua," sindir IL.

"Yok sikat!!"

Dor!!

Dorr!

Doorr!!

ND memulainya dengan tiga tembakan sniper tepat di kaki Ejojo.

Kemudian IL memusatkan satu peluru ke jantung Ejojo.

"Wuhoo!! Gini ternyata rasanya bunuh orang," girang IL melompat-lompat seraya menembak ke segala arah.

"Rasanya maknyus!" RY turut serta menghabiskan peluru pistol.

"Ck ck ck. Kurang kerjaan banget," cibir ND.

Lalu datang OZ bersama AS, SH, GR dan PR dari lantai atas.

PR dan RY menghampiri tubuh kaku Ejojo, berniat mengambil peridot tetapi mereka langsung sadar bahwa permata itu tak ada bersama Ejojo setelah PR mengeceknya.

"Peridot gak ada sama orang ini."

"APAA?!"

RY tak memperdulikan permata itu sekarang, ia mulai memutar otak. Ejojo baru meninggal beberapa detik lalu, mengapa kulitnya sudah sangat dingin?

"Gawat! Jangan-jangan dititipin sama anak buahnya?"

"Tapi semua anak buahnya udah kita sikat, licin."

"Haish..."

Kesembilan remaja ini terdiam, mereka semua mendengar suara itu. Walau suaranya sangat kecil tetapi tak mustahil melihat keadaan sunyi malam hari dipukul 03.29.

Dengan langkah pelan semua mendekati asal suara..

Dan mereka menemukan satu anak buah Ejojo yang masih hidup berkondisi sekarat sedang berusaha mengangkat permata berwarna hijau kekuningan itu, seakan permata tersebut sangatlah berat padahal hanya sebesar genggaman tangan.

Mereka bersembilan saling melirik, AS tanpa basa basi langsung menembak mati orang itu dengan snipernya.

OZ mengambil benda itu.
"Gak berat kok," ucapnya kemudian.

"Namanya juga orang sekarat." ND memutar bola mata.

"Dahlah."

"Kuy! Ke NTB! Kita ambil pearl."

"Udah jam 3, sempatkah kita pulang sebelum jam 5?"

"Sempatin aja, tanggung kita pulang sekarang."

"Kuy!"

"Sekalian singgah ke pantai Kuta bisa gak?"

"Kita mau nyuri mutiara, bukan nyantai disana."

Kelompok beranggota sembilan orang itu pun berjalan menjauhi gedung permata peridot, dimana semua telah dibanjiri cairan merah menyengat.

>>>>>>>>>

"Nak, prakarya kita mau bikin apa?" tanya bu Alexa- guru pelajaran prakarya SMA.

"Lah kok ibu yang nanya? Yang berpangkat guru disini kan ibu," sahut Francisco- teman sekelas boboiboy dkk yang duduk di depan Thorn.

Bu Alexa menghela nafas
"Nanti ibu suruh bikin itu, kalian protes. Terlalu mudah lah, terlalu susah lah. Bahannya susah dicari, trus banyak yang gak siap. Ibu bingung nak."

Seluruh murid di kelas 10 MIPA 2 menyenggir tak berdosa, mereka akui hal ini memang benar.

Anak muda mana yang suka memperibet urusan? Apalagi jika hasil prakarya tidak lagi dipakai maka akan dibuang begitu saja.

"Ehehehe... kali ini kami janji bakalan buat prakarya deh bu..."

Bu Alexa memandang muridnya satu persatu. "Benar ini?"

"Bener buu."

Guru perempuan ini memasang muka berpikir. "Gini ajalah... kita buat senjata tradisional, sekalian mengenang hari pahlawan."

Taufan mengerucutkan mulut. "Yah... tapi bu-"

"Eits! Udah janji!" Peringatan bu Alexa membuat Taufan kembali menyengir.

"Ok lah kalo gitu bu... senjata tradisional lumayan mudah," ujar Gempa setuju.

"Yap. Tinggal ambil bambu di depan rumah buat bambu runcing," timpal Gopal.

Bu Alexa mencebik. "Kalau bisa jangan lah yang terlalu simple nak... tugas ini berkelompok."

"Berapa orang satu kelompok bu?"

"5 orang nak."

"Gak sekalian 6 bu? Jumlah siswa kelas kita 36, biar gak ada sisa Bu."

"Menurut ibu terlalu banyak... tapi gapapa lah, 6 orang 1 kelompok. Silahkan di pilih anggotanya nak~"

"Yah... terpaksa salah satu dari kita harus ambil kelompok lain." Gempa memandang semua saudaranya, siapa yang mau menempatkan diri di kelompok lain?

"Aku aja bang," ujar Ice sambil mengirimkan isyarat pada Tiah.

"Ngongey."

"Yakin?" tanya Gempa memastikan.

Ice mangangguk sebagai respons.

"Kenapa gak mau satu kelompok sama Yaya dan Ying aja?" tanya Gempa lagi. Yaya, Ying, Fang dan Gopal sudah mereka kenal sejak dulu, jadi Gempa tenang jika Ice mengambil posisi disana.

Ice duluan menggeleng kepala.
"Bang Gem mau aku masuk rumah sakit gegara disuruh nyicip biskuit kematian Yaya?"

Semua menggidik, seandainya ada hadiah 10 triliun tetapi harus memakan biskuit itu pun mereka pasti menolak.

Jujur, rasa biskuit buatan Yaya amatlah aneh. Seperti memakan bawang putih mentah, kerupuk pangsit dan tepung yang dibungkus kertas.

'Aku berubah pikiran,' batin Gempa sambil melirik ke arah Yaya.

Sebuah kesilapan jika gempa membiarkan Ice memakan makanan tersebut. Apalagi kemarin Yaya memberitahu bahwa dia akan melakukan eksperimen rasa dengan biskuitnya.

'Semoga abang Gopal selamat nantinya,' bisik Thorn dalam hati.

"Fang!" Frostfire menepuk lengan Fang dengan bar-bar membuat kawannya mengaduh kecil.

"Woi! Main mukul aja!"

"Sorry-sorry," Frostfire terkikik.

"Pinjam pulpen mu dong."

"Ngapain?" tanya Fang dengan muka yang masih memancarkan kekesalan.

"Mau main~ yang warna putih ya." Frostfire menyengir bila dipandang malas oleh sang penggila donat namun tangan Fang menyodorkan pulpen bertinta putih yang ia miliki.

"Jangan dihabisin."

"Siap abang jago."

"Eh, Frostfire gantian! Sini pulpennya."

"Gak mau, aku yang minjam kalian pula yang pake."

"Come on~ aku juga pengen nyoret meja."

"Kebetulan stipex cair ku udah habis hehehe~"

"Dah lah. Aku bakalan beli lagi tuh pulpen nanti," pasrah Fang.

"Ok, jadi kelompok 5 ada Ice, Frostfire, Tasya, kelvin, Fransisco sama aku," -Tiah

"Kapan kita mulai?" tanya Kelvin.

"Minggu depan~"

"2 minggu lagi dikumpul cuy, kau mau buat tugas ngebut-ngebut? Nilai mu gak berbentuk nanti."

"Tapi minggu ini... a-aku agak sibuk," ucap Tiah sambil melirik seseorang. Seseorang yang dilirik Tiah dengan pelan menganggukkan kepala.

"Em... lusa aja dah."

"Melaporkan berita terkini!! 5 permata berharga negara kita telah dicuri dalam kurun waktu satu hari!! Beberapa diantaranya ialah peridot dan mutiara! Kertas kecil kembali didapati pada sekitaran ketiga gedung permata yang saya sebutkan tadi!! Tetapi 3 permata hilang lainnya... yaitu topaz, turqoize dan spinel tidak ditemukan tanda-tanda atau secarik kertas sama sekali! Yang lebih mengejutkan!! 381 orang asing yang tidak diketahui identitasnya dibunuh dengan pistol serta sniper dan senjata lainnya! Ditemukan juga bekas ledakan didalam gedung permata peridot!! Pak kepala kepolisian! Apakah yang sebenarnya terjadi?-"

"Wih! Kejadian lagi. "Mulailah terdengar bisikan-bisikan gaib antar murid di kelas 10 MIPA 2 saat mendengar berita hangat.

Bu Alexa yang menjadi pelaku keributan karena membesarkan volume suara ponselnya mendengus.

"Nak! Tolong diam dulu!"

Akibat seruan sang guru menggunakan nada ketus, kerecohan sedikit mereda. Bu Alexa kembali fokus pada berita, tak lupa mengecilkan volume ponselnya.

"Ck, ck, ck... 381 orang, yang ngebunuh itu manusia apa hewan? Gak ada toleransi kepada sesama manusia." Yaya menggeleng-geleng kepala.

"Bukannya kemarin jumlahnya ada 400 orang ya? 19 lagi kemana?"

"Ralat, 20 sama Ejojo."

Tok tok tok!

Kepala bu Timi menyembul dari balik pintu, ia memasuki kelas 10 MIPA 2 dengan terburu-buru.

Sepasang mata tajam mengintimidasi guru tersebut, lebih tepatnya kedua tangan bu Timi. Tidak ada sesuatu yang janggal. Tetapi... dimana benda itu?

"Ada apa bu Timi?" tanya bu Alexa heran.

"Gawat! Setengah data sekolah ini telah diretas hilang!"

"Ha?!"

"Diretas?! Bagaimana bisa? Bukannya sekolah ini memiliki pengaman data yang paling baik?" Balas bu Alexa tak kalah kaget.

"Itulah yang sedang menjadi perbincangan para guru," -bu Timi.

"Memangnya data apa saja yang hilang, bu?" Tanya salah satu anak murid.

"Memang tidak terlalu penting sih nak, tetapi salah satunya ialah seluruh video drama kelas 10 yang harusnya kita pilih menjadi juara drama tahun ini."

Sontak seluruh penghuni kelas terkejut.

"APA?!"

"Jadi harus rekaman ulang dong?"

Bu Timi menggeleng tak yakin.

"Saat ini kami belum tahu, jika diantara kalian masih ada yang menyimpan file drama tolong kabari kami ya?"

"Baik, bu!"

Kring.. kring..

Waktunya istirahat!

_____________

Di kantin :

"Bisa-bisanya file drama hilang...." seandainya pihak sekolah tidak mempunyai salinan video drama tersebut, Fang tak mau lagi memerankan tokoh Noah.

Bukan apa, Fang hanya merasa drama itu kurang penting baginya. Lagipula melakukan persiapan ribet akan membuang waktu berharganya.

"Aku gak mau record lagi kalau filenya benar-benar hilang," sahutan Gopal disetujui Boboiboy's beserta yaya dan ying.

Lihatkan? Teman-temannya pun berpikir demikian.

"Gak ada yang mau pesan makanan nih?" tanya Gempa ketika semua diam layaknya emot batu legend 🗿.

Gopal sang raja makan langsung memesan. "Pesenin bakso bakar, keripik monas, mie goreng, pop ice, bakwan, mie sop-"

"Hey! pikirkan dulu isi dompet," potong Gempa jengkel. Seenaknya saja memesan tetapi uang yang diberikan Gopal hanya setengah dari pesanan.

Gopal menyengir. "Keripik monas sama mie goreng aja dulu, nanti baru pop ice, bakwan dan mie sop."

Gempa memandang malas kawannya yang satu itu lalu beralih pada yang lain. "Trus? Kalian semua? Gak ada niatan ngemil?"

Rata-rata menggeleng pertanda tidak. "Gak dulu lah~ gak mood makan."

"Hm... biar aja besok baru makan."

"Heh! Bilangnya besok baru makan, nyatanya nanti siang merengek minta Gempa masak," cibir Taufan pada adik keduanya.

"Ehehehe...."

Kemudian datanglah manusia yang merupakan kawand satu kelas boboiboy's, Tiah.

"Yaya, Ying, Fang, Gopal! Kalian dipanggil sama bu Timi," ucapnya.

"Aik? Ngapain bu Timi manggil? Tak biasanya woo," -Ying

Tiah hanya mengangkat bahu cuek, malas ambil tahu perihal yang tak penting. Sebelum pergi bersama FGYY, Tiah mengarahkan dua jari ke wajahnya dan Ice secara bergantian.

"Ingat ya Ice~ lusa."

"Lusa? Ngapain?" tanya Blaze.

"Kerja kelompok lah, bang," jawab Ice.

Keadaan menjadi hening beberapa saat. Gempa yang sudah kembali tadi pun ikut terdiam. Sama sekali tidak mencerminkan watak khas boboiboy's yang sangat ribut nan hebohnya ketika berkumpul.

"Wwiiiiiiiiiuuuuuuuu~ angin dingin menerpa jalan."

"Cakep."

"Sedang menunggu dua insan tua."

"Cakep."

"Setelah kita tak memesan makanan-"

"Kenapa kalian diam wahai saudara semua?" Blaze, si pemantun tak berbayar mulai menepuk-nepuk meja dengan irama tak jelas.

"Tolong lah diam," pinta Ice. Ia melipat tangan dan meletakkan kepalanya di atas lipatan tangan.

"Ooh... troublemaker tak akan pernah bisa diam, adikku sayang."

"Dung... tak... dung... tak... ding dang dong... tak... tak... tak... ctak... ctuk... hey! Hey! Oioiouuiiuoui! Ha! He! Hu! Hi! Ho! Gegegegegegegege~ gregrre- kululululutututututu~ opoporoporopor~ uuuuuuuuuuuu... olululililololalaleleluu~ eaeaea~ agratatata~ dum... dum... HEY! dum... dum... HAY! dum... dum... HOY! Dum... dum... HIY!! DUM... DUM... HUY! TARIK BRO-"

"SEMONGKO!!"

TAK!

TAK!

TAK!

"Berisik!"

"Tapikan sepi, Bang."

"Isilah waktu dengan hal-hal yang berguna."

Hening mode 2.

"Mereka lama amat sih," keluh Thorn

"Emang berapa lama mereka pergi?"

Gempa melirik jam dinding kantin. "Baru 5 menit lah."

"5 menit itu lama."

"Kalo bicara sama bu Timi minimal harus 10 menit," info Solar sebagai murid yang paling diandalkan bu Timi.

"Laaaammaaaaaaaaaaa." Blaze menempelkan wajahnya ke meja sampai anak matanya menangkap satu sosok makhluk.

Seekor laba-laba mini nonggol di tengah meja, Ice memandang datar hewan itu lalu menarik kaki kecil sang laba-laba.

Si laba-laba tampak panik saat salah satu kakinya ditangkap,  kaki lainnya langsung bergerak kearah lain menjauhi sang manusia.

Ice menyeret laba-laba lalu dengan seenak badaknya melempar laba-laba ke sembarang arah. Blaze tersentak, ia segera mencari laba-laba malang di bawah meja dan lantai.

Namun kelibat hewan itu tak lagi muncul diretina matanya. Blaze mendengus, padahal ia berniat memelihara laba-laba tersebut sekaligus mendaftar ke pertandingan laba-laba terkuat.

"Kasihan sang laba-laba," ucap Thorn seraya menggeleng-gelengkan kepala.

"Ngomong-ngomong soal bu Timi-"

"Kalian ada memperhatikan?" sergah Halilintar memotong kalimat Thorn.

Gempa bermain jungkat kungkit dengan alisnya. "Memperhatikan apa, Bang?"

"Gelang tangan." Jawaban singkat itu sudah mampu membuat yang lain langsung paham.

"Aku gak perhatiin sih..." Boro-boro memperhatikan tangan bu Timi, mereka lebih mementingkan kabar buruk yang disampaikan bu Timi.

"Aku liat tangannya bersih... gak ada aksesoris," sahut Taufan.

"Nah itu!"

"Apa benar bu Timi yang ada di dalam video kemarin?"

"Nuduh dengan guru yang telah mengajarkan ilmu itu dosa loh," ujar Solar yang sedikit keberatan guru kesayangannya dituduh sembarangan.

"Aku gak nuduh Lar, curiga." Halilintar meralat.

"Kalaupun itu bu Timi kenapa dia bisa disana? Tujuannya apa?" tanya Blaze, seseorang biasanya menuju suatu tempat dengan sebuah tujuan.

Kenapa? itulah yang dipertanyakan olehnya.

"Atau sebenarnya bu Timi adalah adalah satu anggota geng pencuri permata?" opini Taufan.

"Konspirasi macam apa itu?"

"Ya kali pencuri jadi guru?" celetuk Ice.

"Agak gak logic sih emang."

"Gelangnya itu loh..."

"Gelang model begitu banyak elah..."

"Tapi yang lebih mengejutkan nya lagi keyakinan kak Upan kemarin," tutur Gempa. Ucapan Taufan terbukti benar adanya, permata peridot telah hilang.

"Semua petugas permata pingsan, tapi kumpulan orang tak dikenal mati menggenaskan di sekitar gedung peridot."

"Bang, kau cenayang ya?" celetuk Blaze langsung, jangan-jangan perkataan Taufan yang ini juga benar? Bahwa guru mereka merupakan buronan polisi?

"Enak aja! Yang kemarin itu aku ngasal doang. Ehh tak taunya bener kejadian," respon Taufan murni no tipu-tipu.

"Mutiara dan peridot ada notenya, tapi kenapa topaz, turqoise sama spinel gak ada note nya?"

"TNV nih pasti."

Solar mengerutkan dahi, saat ada  kejadian pasti yang disalahkan ialah kelompok yang satu itu.

"TNV tros, kan belum terbukti benar."

"Hampir semua bukti mengarah ke mereka, Lar."

"Misalnya kardus isi kepala dan laptop kemarin! Itu pasti TNV!"

"Masa mereka kirim bukti kejahatan mereka sendiri?"

Ketiga orang di gedung permata sapphire itu TNV? Dan yang mengirim rekan cctv itu juga TNV?

Benarkah?

Lalu mengapa TNV menargetkan boboiboy's? Mereka hanyalah kumpulan anak SMA yang seharusnya menghabiskan masa remaja.

"Pasti ada hubungan antara TNV dan bu Timi."

"Kecoa dikamar bang Upan itu banyaknya kebangetan," tuding Gempa mengalihkan topik ketika keempat temannya kembali ke meja kantin.

Halilintar mengedip mata berisyarat agar saudara-saudarnya jangan membicarakan kasus kardus misterius semalam. Hal itu diterima seluruh saudaranya tanpa basa-basi.

Taufan yang difitnah serta merta berseru tak terima. "Hey! Kamar ku udah beres waktu kau nyuruh bersihin. Jangan menyebar kebohongan Gem~ heks... heks..."

Yaya dan Ying memutar bola mata, drama lagi lah tu.

"Yang benar itu kamar Blaze yang berulat," giliran Ice yang menuding Blaze.

"Kamar kau banyak air liurnya."

"Oi! Oi! Oi!"

"Eu ni agareba kankei nee~"

"Oi! Oi! Oi!"

"Doke mobu-domo kuso ga!"

"Oi! Oi! Oi!"

"Yakkaina koto shi gatte?"

"Oi! Oi! Oi!"

"Woi masuk kelas lah!"

🗿

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro