Prompt 🌊👑->💙❤️
Tapi emang lezat ga sih incest SetoAte tuh ಠ ͜ʖ ಠ ehe ehe, maapkeun :(( 🤡
Cinta terhalang label sepupu
Cinta melampaui 3 ribu taun :((
Anggep aja prompt novelnya Ishizu
Marik: yeee! Kakak kite dah sesat ♪┌|∵|┘♪ └|∵|┐♪♪┌|∵|┘♪
Malik: kalo capek mending istirahat Rik.
Bakura: kalian berdua istirahat.
.
.
Ishizu mengangkat pulpen bulu disamping buku kosong. Millenium tauk melekat erat pada lehernya, sebelum Ishizu mulai menorehkan tinta benda keemasan itu bercahaya.
.
Awal pertemuan mereka adalah calon penerus Raja dan anak tangan kanan Raja. Sebelum Atem mengambil alih kerajaan dia sudah dikenalkan seorang anak jenius yang akan membantunya memimpin Mesir di masa depan.
Mereka sering bermain bersama, bermain untuk sang penerus tahta tidak dengan anak jenius itu, ada beberapa kali dia dimarahi melakukan hal nakal.
"Seto! Sekali saja! Kita main ke kuil air."
"Tidak boleh bermain ke kuil."
"Seto! Kumohon ...."
Dimulailah akting imut untuk meluluhkan hati keras sepupunya.
Pipi Seto memerah, dia berusaha untuk tetap meluruskan hatinya pada peraturan.
"Seto~ ...."
"Baik-baik."
Atem bersorak senang, loncat memeluk sepupunya dengan erat. Memuji-muji Seto terus menerus. Seto mendorong Atem kuat menjauh darinya dan kata-kata tajamnya mulai dilontarkan kembali pada Atem.
"Hiks ... hiks ... hanya sekali ... pasti semua pharaoh pernah melakukannya."
Seto menggeram bak anjing jackal pada Atem. Atem masih berakting ingin nangis, kemudian Atem mempunyai ide untuk membuat Seto tak berdaya. Ide ini dipastikan akan membuat Seto pingsan.
"Seto, aku mau ngomong sesuatu."
"Apa?"
"Di kehidupan selanjutnya maukah kamu menikah denganku?"
"De ... dengan ... MANA MUNGKIN!"
Warna merah mewarnai kedua pipi Seto dalam sekejap.
Brukh, Seto jatuh tak sadarkan diri dengan ajaibnya, kesempatan ini digunakan oleh Atem untuk lari menuju kuil air.
"Hihihi ... Seto aneh, begitu saja pingsan."
Atem pun bermain-main di kuil itu sendirian, airnya sangat jernih dan bisa langsung diminum, kebahagiaan Atem tidak bertahan lama, kepalanya pun benjol karena hadiah dari Seto.
Atem dibawa pulang ke istana bak karung beras oleh Seto.
Beberapa tahun berlalu Atem akhirnya mewarisi tahta ayahnya dan Seto sudah menjadi pendeta pemegang millenium rod sekaligus tangan kanan Atem.
Atem terlihat sangat bosan, upacara penobatannya terasa kurang sesuatu. Perayaannya ini tidak menarik, penari yang mempersembahkan lekukan tubuhnya, gerakan yang lincah setiap kakinya memijak.
Atem malah menyombongkan dirinya sendiri di dalam hati, membandingkan dirinya dengan penari-penari seksi itu.
Apa asiknya dengan ini? Lebih baik jalan-jalan keliling istana, batinnya dengan tatapan bosan.
Matanya melirik pada Seto yang berdiri di sebelah kanannya, memperhatikan sang pendeta dari atas sampai bawah, ekspresi wajahnya selalu datar, sama membosankannya dengan ini tetapi reaksi dari seorang pendet kikuk ini paling bisa menghiburnya, seringai mengembang di wajahnya.
"Hei Seto."
"Ada apa Yang Mulia?"
"Kalau aku terlahir sebagai perempuan, apakah kamu akan menikah denganku?"
Reaksi Seto terhadap pertanyaan itu memang tidak berubah dari dulu, wajah memerah dan membalasnya dengan sebuah bentakan seperti cowo bertipe tsundere.
"Tidak mungkin, Ya-Yang Mulia kenapa anda selalu menanyakan hal bodoh seperti itu?"
Atem tertawa. "Aku senang melihat reaksimu itu Seto, sangat lucu hahaha."
"Hmph, ubahlah sikap jelek itu."
Keluh Atem, lalu menumpu kepala dengan tangan kiri. "Seto seperti biasa membosankan." Sebelah matanya menutup, sebelahnya lagi mengintip Seto.
Apakah Seto akan meminta maaf padanya seperti dulu atau hanya mendiamkannya saja?
"Terserah Yang Mulia saja."
Seto beneran berubah 'kah? Padahal tadi dia lucu sekali, batinnya, lalu tangan kanannya bergerak sendiri menuju dada, bajunya terasa basah dan terus melebar.
"Hm?" Atem mendongak ke bawah, magentanya mendapati busur menembus dadanya, darah mengalir sedikit demi sedikit, membahasi bajunya. "Seto ...," panggillnya dengan suara bergetar.
Perlahan Atem menengok ke sebelah kanan, dia melihat Seto yang memanggil-manggil berulang kali dengan raut khawatir, matanya berkaca-kaca, bulir air mata jatuh dari mata pendetanya itu.
Untuk pertama kali dia melihat Seto menangis untuknya.
"Seto ... aku merasa ngantu ... aku ingin tidur, selamat tidur."
Kelopak mata bergerak turun menyembunyikan manik magenta indah milik Atem.
.
.
.
"Kak, ga makan?"
"Bentar lagi Rik."
"Lagi bikin adegan mesum ya?"
Isis menggebrak meja dengan keras, sirat tajam penuh amarah tertuju pada Marik.
"SEMBARANGAN."
.
.
.
Ketika sang raja membuka matanya lagi dia sudah berada di tempat yang berbeda, di dalam kamar seseorang tetapi dia tidak tahu siapa pemilik kamar ini dan mengapa dia berada disini.
Cklek, pintu kamar didorong dari arah luar, menampakkan seseorang yang mirip dengannya.
"Yami, ayo bangun, Kaiba-kun sudah ada di depan menjemputmu."
"Kaiba? Yami? Mereka siapa? Dan kamu siapa?"
Lawan bicaranya menghela nafas pasrah, kelihatan sekali seperti orang baru bangun, amnesia sesaat.
"Aku Yugi, kamu Yami dan Kaiba Seto adalah pacarmu, ayo sudah jangan terlalu banyak melamun."
Atem masih tidak mengerti dengan yang terjadi, tetapi dia harus mengikuti skenario. Dia juga harus mencari tahu orang bernama Yami itu dan kenapa dia bisa berada di dala tubuh orang ini.
"Iya-iya sebentar."
"Cuci muka dulu, bekas iler di bersihin dulu," kata Yugi sambil menujuk sisi bibirnya sendiri.
"Hah?" Atem memasang ekspresi bodoh, dia benar-benar tidak mengerti dengan semua ini.
Daripada nambah lama, Yugi masuk ke dalam kamar dan menarik paksa Atem ke kamar mandi, mencuci bekas iler yang mengkerak di kedua sisi bibir Atem. Setelah dirasa bersih Yugi langsung menarik Atem menuju ruang tamu.
"Kaiba-kun, Yami baru abis bangun tidur, masih agak korslet," kata Yugi sambil tersenyum kaku.
Atem melihat Kaiba seperti baru saja melihat harta karun langka sedunia.
"Seto?"
"Tumben kamu panggil aku begitu."
"Ah maaf, sepertinya aku salah orang."
.
.
.
"KAK! MALIK NAKAL!"
"BOHONG DIA! MARIK DULUAN NYOMOT SOSIS GORENG GUA!"
"KAK! MALIKNYAAA!"
Ishizu berusaha tahan dengan aduan-aduan kedua adiknya, dia terus berusaha untuk lanjut menulis naskah novelnya.
"KAK!"
Pulpen bulu yang dipegang Ishizu patah menjadi dua, kedabaran Ishizu sudah pada puncaknya. Kursi terdorong kebelakang saat Ishizu berdiri, kakinya mulai melangkah keluar kamar.
"Marik! Malik!"
"Ya ... ya kak?"
Ishizu mengeluarkan sebuah pecut. "Hukuman sudah berisik!"
"Gyaaaaa!"
"Ishizu, jangan terlalu kasar sama Tuan Marik."
"KAMU JUGA MAU DIPECUT RISHID?!"
"E ... engga ... maafkan saya Kanjeng Ishizu."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro