Bab 38. Ganteng banget sih
Ciye balik lagi.. hehehe...
Pokoknya kalau komen gak sampai 200 jumlahnya, aku gak akan update-update ya guys...
Cuma minta itu kok. Masa iya komen aja susah... hehehe
-----------------------------------------------------------------------------------
Huru hara kabar bahagia ini akhirnya sampai ke Jakarta. Sudah banyak media yang menginformasikan secara kompak bila Hira Dipta Bahran, salah satu pemain terbaik dalam tim nasional, dan menjadi asset negara yang dibanggakan akhirnya akan melepaskan masa lajangnya. Belum terdeteksi kapan waktu pernikahan itu akan terjadi, namun gosip yang menyebar sudah menginformasikan bila Hira akan melepaskan masa lajangnya bulan ini.
Benar-benar menjadi kabar yang tidak bisa diprediksi sedikitpun.
Bahkan beberapa wartawan sengaja mendatangi Mikaela di kampusnya, perempuan yang selama ini mendampingi Hira dan selalu terlihat menonton dalam semua pertandingan Hira, berusaha diminta konfirmasi atas berita menghebohkan ini.
Hampir semua orang menebak bila Mikaela adalah perempuan beruntung itu yang akan Hira persunting setelah laki-laki itu menyelesaikan pertandingan persahabatan di luar negeri. Namun dari yang wartawan lihat dan dengar berdasarkan komentar Mikaela, yah ... sekalipun gadis itu tidak menjawab secara tegas, hanya sedikit tersirat saja, bukan Mikaela perempuan yang akan Hira nikahi. Dan sampai berita ini diluncurkan, belum ada konfirmasi pasti siapa gadis itu. Dan orang seperti apa yang membuat Hira memutuskan menikah diawal karir cemerlangnya.
Ketika semua media di tanah air sudah heboh dengan kabar pernikahan ini, Hira yang kini masih berada di Manila setelah semalam menyelesaikan pertandingan persahabatan dengan tim tuan rumah, memiliki waktu rehat seharian ini sebelum esok mereka pindah negara lagi untuk pertandingan selanjutnya.
Dengan alasan itulah, menggunakan sedikit keberanian Hira sengaja mengajak Humairah untuk berkeliling.
Sebenarnya ajakan Hira hanyalah hal standar, di mana ia hanya akan mengajak Humairah makan di mall, yang kebetulan jaraknya tidak jauh dari hotel mereka menginap, namun kehebohan yang terjadi di antara pemain tim nasional membuat Hira malas tuk menanggapinya.
"Pada ribut apaan sih?"
"Biasalah, kamu kayak enggak tahu mereka aja."
"Enggak tahu lah. Emang gue siapa, bisa tahu kebiasaan dan karakter mereka semua. Jangan lupa, ya! Gue baru ada dilingkungan kalian dalam 1 bulan terakhir. Mana ada gue paham mereka kayak apa."
"Yah begitulah, mereka sirik minta diajak kayaknya."
Menaikkan kedua alisnya bingung, Humairah bergumam pelan. "Kenapa enggak diajak aja?"
"Dari pada ajak mereka, mendingan ajak Haris. Lagian besok kamu dan keluargaku bakalan pulang ke Jakarta dulu, kan? Jadi kalau emang mau niatnya ajak jalan-jalan, mendingan aku utamain keluargaku dari pada temen-temenku."
Berhenti melangkah, dan malah memperdebatkan hal aneh ini, Humairah terlihat kebingungan dengan jawaban yang Hira berikan.
"Terus ini, niat lo apa sampai ajak gue keluar kayak gini? Kan pasti niatnya ngajak jalan-jalan, dong!"
"Udah ayo jalan, enggak usah dibahas detail. Nanti ujung-ujungnya kita enggak jadi jalan!" ucap Hira dengan tegas.
Sengaja mendahului Humairah demi menghentikan perdebatan ini, Hira tersenyum-senyum disaat ia menyadari bila pakaian mereka berdua terlihat begitu kompak. Dengan kemeja berwarna putih serta celana jeans, jika disandingkan mereka benar-benar terlihat seperti pasangan yang tengah kencan hari ini.
"Ih, tungguin! Buru-buru banget jalannya. Mau ngambil gaji atau gimana?" seru Humairah, yang sibuk menyamakan langkahnya.
Pikir Humairah, laki-laki yang akan menjadi calon suaminya itu akan segera berbalik, menggandeng tangannya atau minimal menunggui dia jalan, agar langkah mereka jadi seirama. Ternyata semua yang ia pikirkan hanya sebatas mimpi. Hira tidak sepeduli dan sebaik itu. Karena saat ini Hira malah sudah melangkah jauh di depan Humairah.
"Laper."
"Elah, laper? Emang tadi pagi enggak sarapan."
"Sarapan. Tapi aku tadi kan sempat latihan, jadi wajar kalau laper lagi."
Mencibir sebal, keduanya terus melangkah menuju mall tersebut, yang kurang lebih berjarak hampir 1KM, dimana mereka berdua akan makan siang bersama.
Saat sampai di tempat yang mereka tuju, mereka berdua tanpa ragu langsung masuk ke dalam. Berhenti sejenak, kedua mata Humairah cukup terkagum melihat kemewahan mall ini. Tidak hanya mewah, ternyata besar dan juga luas. Terdiri dari banyak lantai, serta full dengan toko-toko di dalamnya, Humairah malah terlihat seperti orang kampung yang sedang datang ke kota.
"Mau makan apa?"
"Wah, gede juga ya mallnya. Kayaknya di Jakarta jarang mall sebesar ini."
"Jakarta udah penuh lahannya. Susah buat dijadiin mall besar. Terus harga tanah di Jakarta mahal. Bisa 30-40 juta satu meternya. Kecuali kontraktor kaya raya, mereka akan kesulitan membuat mall besar di Jakarta."
"Gitu, kah? AEON gede."
"Hei, AEON di Tangerang bukan di Jakarta!"
"Hahaha, sama aja. Lo mah gitu. Sama aja kayak yang lain. Tinggal di Jakarta enggak mau disebut orang Jawa. Padahal Jakarta letaknya di pulau Jawa juga."
"Apa sih? Kenapa malah bahas yang aneh gini. Udah ayo cari makan."
"Bentar-bentar!" Tahan Humairah pada lengan Hira. "Mampir ke toko make up dulu, ya. Please, mau beliin oleh-oleh buat temen-temen gue di Jakarta."
"Yaudah. Jangan lama-lama."
"Beres."
Mengikuti Humairah masuk ke salah satu toko kosmetik bermerk, yang kalau Hira lihat dari harganya cukup membuat kedua matanya membelalak, Hira tidak bisa menahan ringisannya. Kalau Hira boleh berkata jujur, rasanya Humairah tidak perlu membeli make up dengan harga semahal ini. Barang kecil, yang bahkan ada masa expirednya, benar-benar Hira yakini tidak dibutuhkan oleh calon istrinya itu. Karena kalau dihitung-hitung satu barang saja harganya bisa mencapai 3 sampai 5 juta. Sedangkan Hira tahu, alat make up perempuan tidak hanya terdiri dari satu barang saja.
"Ih, lagi diskon!!!" seru Humairah kencang.
Hira melihat ke sekeliling, dimana lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki. Kalaupun ada laki-laki yang mengikuti kekasihnya masuk ke dalam tempat ini, ekspresi di wajahnya kurang lebih sama dengan yang Hira tunjukkan saat ini.
"Ih, sumpah ini jadi murah banget," ucap Humairah sambil menunjukkan satu barang kecil yang tidak Hira kenali itu apa.
"Emang biasanya berapa?"
"Biasanya 900ribuan. Ini Cuma 700ribu. Kan lumayan diskonnya."
"Ah, iya. Lumayan. Tapi kamu perhitungkan juga cost ke sini berapa."
"Ya, tapi kan. Mumpung lagi di sini, kenapa enggak beli aja semuanya yang diskon. Jadinya murah deh. Enggak perlu mikirin ongkos pesawat dan hotel dan lain-lain. Akh, payah nih. Otaknya bukan otak diskon."
Mengangak lebar, Hira sampai tidak bisa berkata-kata saat Humairah mengomentarinya seperti itu. Namun karena hari ini Hira ingin membuat moment pendekatan yang baik dengan Humairah, dia berusaha untuk tetap tenang dan bersabar menghadapi semua tingkah aneh calon istrinya itu.
"Pegangin, ya!" Berkedip genit, perempuan itu memberikan keranjang belanja kepada Hira. Lalu meminta calon suaminya itu mengikuti dari belakang.
Beberapa barang yang menurut Humairah tengah diskon langsung ia masuki ke dalam keranjang, tanpa perlu pusing memikirkan jumlah yang akan ia bayar.
"Enggak kebanyakan?"
"Enggak."
"Buat siapa aja?"
"Buat Glara, Moli, Sara sama Yesha."
"Beliin barang yang sama?"
"Ini tuh beda-beda tahu. Ada lipstick. Ini ada foundi. Terus ini tuh cushion. Ada juga essennya."
"Owh ... buat kamu enggak beli?"
"Ada tuh. Tapi satu aja. Yang lain masih ada."
"Kan katanya lagi diskon?"
Tersenyum lebar, Humairah bertolak pinggang di hadapan Hira. "Kalau buat kasih orang, pas lagi diskon itu untung banget. Nah kalau buat dipakai sendiri mah, enggak perlu mikirin diskon atau enggak. Kan itu kebutuhan. Simpelnya gini deh, masa iya lo kasih makan istri lo nanti kalau pas diskon doang. Kan enggak mungkin. Mau diskon atau enggak, yang namanya kasih makan istri adalah sebuah kewajiban. Dan semiskin-miskinnya cowok, biasanya untuk ceweknya, pacarnya, ataupun istrinya, pasti rezekinya akan terus ada. Gitu, kan?"
"Alhamdulillah. Udah pinter. Cocok jadi madrasah anak-anak nantinya."
"Sorry, enggak ridho gue kalau anak-anak dimasukin madrasah! Selagi gue mampu, masukin sekolah terbaik. Tidak hanya dari segi agama tapi pendidikan juga. Karena di dunia ini, semua wajib seimbang. Banyak orang yang mengaku beriman, tapi kelakuan macem setan!"
"HAHAHAHAA ...."
Tertawa dengan sangat lepas, Humairah malah terpesona melihat ketampanan wajah Hira yang berdiri di hadapannya. Ternyata Hira memang sosok yang sulit ia abaikan. Selain memiliki wajah yang tampan, Hira juga berhasil menunjukkan sikap terbaik saat bersama Humairah.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro