Bab 36. Penentuan tanggal akad nikah
Karena komennya baru sampai 200, makanya baru update lagi.
Selamat baca
--------------------------------------------------------
Pertanyaan sakral itu akhirnya Lakeswara ajukan kepada sang calon menantu. Melihat situasi dan kondisinya, sudah sangat tepat, dimana makan malam telah usai, semua orang tengah menikmati live musik yang disajikan sembari berbincang banyak hal, maka Lakeswara pun tidak ingin melewatkan kesempatan ini.
Sebuah tanggal penting yang perlu ditentukan untuk diadakan akad nikah menjadi tujuan utamanya melakukan open pembicaraan kepada Hira.
Diawali dengan bincang-bincang santai, suara bass penuh penekanan itu mulai memangggil nama Hira tuk menanyakan tanggal pasti dari akad nikah Hira dan Humairah kelak.
"Hira, bagaimana keputusanmu? Jadinya kamu memilih tanggal 14 bulan ini atau bulan depan?"
Melirik ke wajah seluruh keluarga, yang kebetulan duduk dalam satu meja besar ini, Hira menarik napasnya dalam-dalam. Sebenarnya dia ingin bulan depan untuk melakukan proses ijab kobul bersama Humairah. Namun sayangnya, jadwal pertandingan sudah keluar. Dan tepat tanggal 14 bulan depan, dia ada pertandingan club di Solo sehingga amat sangat tidak mungkin melakukan ijab kobul disela-sela pertandingan.
Sebenarnya Hira bisa saja mengajukan cuti terkait pernikahan ini. Namun jika ijab bisa dilakukan tanpa mengganggu jadwal pertandingan, kenapa dia harus memilih cuti?
Lagi pula adanya kontrak dengan club yang sudah disepakati diawal membuat Hira susah untuk mengajukan cuti saat pertandingan sedang berlangsung. Karena itulah memajukan akad nikah adalah keputusan yang tepat untuk karir dan juga kehidupannya dimasa depan.
"Hira..." panggil Lakeswara penuh penekanan karena sejak tadi Hira hanya diam, tanpa ada tanggapan sedikitpun.
Karena Hira masih membisu diposisinya, Humairah mulai terlihat panik. Dia menatap wajah Hira yang duduk di sebelahnya, kemudian menyuarakan kepanikannya.
"Ah? Bulan ini? Apa enggak kecepetan?" Tanya Humairah memelas. Meminta belas kasihan dari sang Jenderal untuk memberikan waktu lebih panjang baginya mempersiapkan diri menjadi istri Hira. Tidak pernah mendengar cerita bagaimana bentuk kehidupan setelah menikah, membuat Humairah tidak yakin bisa melakukan semuanya. Dia takut. Takut Hira menuntut banyak hal, sedangkan dia tidak siap dengan apapun.
"Kenapa? Bukannya kamu mau lebih cepat jadi istri orang? Biar bisa ikutan trend ditiktok?"
"Ayaaahh...." Rengek Humairah merasa malu dengan tanggapan yang diberikan oleh Lakeswara atas pertanyaanya tadi. "Enggak gitu ih! Maksudnya kan, duh, gimana dong?" Melemparkan pertanyaan ke arah Hira, laki-laki itu hanya menanggapinya dengan menaikkan kedua alis hitam yang ia miliki.
"Jawab sih!"
"Jawab apa?"
"Bilang sama pak Jenderal kalau tanggal 14 bulan ini terlalu cepat, soalnya ...."
"Kalau bulan depan, aku enggak bisa. Tepat tanggal 14 bulan depan, aku ada pertandingan di Solo. Jadi enggak mungkin untuk adakan ijab kobul saat itu. Kecuali aku cuti. Cuma kalau aku cuti hanya satu hari, akan sangat disayangkan. Jadi ...."
"Yaudah cuti seminggu. Susah banget. Ngapain jadi dimajukan ijab kobulnya. Aneh!"
"Aku juga enggak bisa cuti selama itu, Ra. Apalagi cuti ditengah-tengah musim pertandingan berlangsung, akan ada penalty dalam kontrak yang sudah aku sepakati sejak musim lalu. Jadi mau tidak mau alangkah lebih baik akadnya dimajukan. Biar tidak mengganggu apapun."
"Ah? Terus bulan ini maksudnya?"
"Hm. Iya."
"Ayah setuju saja bulan ini. Kalau memang akan menikah tanggal 14 bulan ini, mulai urus berkas-berkas mengenai pernikahan. Nanti biar ayah minta pak Dede buat urus semuanya. Hira tinggal siapin aja berkas-berkas data diri. Kayak KTP, KK, akte kelahiran dan ijazah terakhir. Untuk yang lainnya, biar nanti dibantu. Bagaimana?"
Masih tidak siap mendengar jawaban ini, Humairah kembali menyenggol lengan Hira. Berharap Hira setuju dengannya untuk menikah dibulan depan saja.
Namun belum apa-apa, Hira sudah tidak bisa diajak bekerja sama. Langsung pro ke sang Jenderal, Hira terlihat seperti salah satu pendukung setia dari setiap keputusan yang sang Jenderal katakan.
"Ish, jangan gitu dong. Masa aku enggak diminta pendapat sama sekali."
"Terus kamu maunya kapan?"
Terjadi perdebatan antara pasangan yang baru saja bertunangan, Hira terlihat begitu sabar menghadapi semua emosi Humairah yang menggebu-gebu.
"Aku enggak mau ya bulan ini. Aku enggak siap. Aku banyak kelas!!! Jadi enggak mungkin ada nikahan bulan ini."
"Kamu enggak siap kenapa? Karena akan menjadi istri atau bagaimana?"
"Semuanya!!!"
"Semuanya bisa dibiasakan secara perlahan-lahan. Lagi pula setelah ijab kamu pasti akan pulang ke Indonesia, untuk kuliah yang kata kamu sedang banyak itu. Sedangkan aku masih melanjutkan pertandingan ini dengan negara-negara ASEAN. Karena negara terakhir yang akan aku datangi adalah timor leste. Dan itu kurang lebih sampai tanggal 24 bulan ini. Baru setelah itu libur, dan mulai latihan lagi diawal bulan, untuk musim pertandingan club."
"Ah? Terus ngapain IJAB kalau gitu?"
Malah terlihat seperti tidak terima dengan kesibukan Hira, Humairah mempertanyakan mengapa ijab kobul dimajukan jika calon suaminya itu juga akan sibuk dalam sebulan ini.
"Biar kamu ada yang jagain!"
Ikut campur dalam pembicaraan calon pengantin ini, Lakeswara tersenyum-senyum penuh arti untuk membalas ekspresi kesal Humairah yang tertuju ke arahnya.
"Aduh, Please deh. Berapa kali lagi Ara perlu bilang, kalau Kano itu bukan siapa-siapanya Ara. Masih aja deh enggak percayaan!!!"
"Bukan siapa-siapa tapi udah kayak si Dede yang siap anterin kamu ke mana aja," sindir Lakeswara menampilkan ekspresi malas, selayaknya sahabat-sahabat Humairah jika sedang menyindirnya.
"Yaudah nanti Ara jadiin supir aja, gantiin pak Ardi."
"Boleh. Tapi gaji sendiri!"
Hanya mendengarkan satu nama menjadi perdebatan antara Humairah dan juga Lakeswara, Hira mencoba menganalisa sendiri siapa laki-laki itu yang diperdebatkan oleh ayah dan anak ini.
"Yah, udah! Malu Agwa dilihatin sama orang-orang. Apalagi dilihatin sama kedua orangtuanya Hira."
"Tahu. Kayak anak kecil." Timpal Omar tidak mau kalah.
Akan tetapi Lakeswara malah terlihat menikmati moment ini. Moment dimana kemungkinan besar setelah Humairah menikah akan jarang sekali terjadi.
"Jadi gimana nih? Menurut bu Wati dan pak Djani, lebih baik tanggal 14 bulan ini atau bulan depan? Sebenarnya yang meminta Hira melakukan akad tanggal 14 adalah saya. Dan saya memang memberikan dia dua pilihan. Cuma, karena kesibukan Hira, seperti yang kita semua dengar tadi, bukankah lebih baik akad dilakukan tanggal 14 bulan ini?" Tanya Lakeswara meminta persetujuan kedua orangtua Hira.
"Saya setuju-setuju saja. Lebih cepat, lebih baik. Setidaknya kami pun, tidak perlu bolak balik lagi jika akad nikah dilakukan tanggal 14 bulan ini. Apalagi Haris masih sekolah. Kalau terlalu banyak libur, tidak baik juga. Karena itu kami ikut saja. Jika memang semua setuju akad dilakukan tanggal 14 bulan ini, akan jauh lebih baik."
"Mas, memangnya tanggal 14 sudah selesai pertandingan?" tanya bu Wati mencoba menganalisa kembali keadaan sebelum membuat keputusan.
"Kalau dari jadwal yang sudah ada, belum, Bu. Cuma ... tepat tanggal 14 Hira sedang dalam waktu istirahat sebelum ada pertandingan ditanggal 16 dengan Brunnei."
"Nah, pas kan tuh!" Seru Lakeswara dengan senyuman lebar. "Akad bisa diadakan di Brunei. Kebetulan saya punya banyak kenalan di sana. Jadi pasti lebih mudah untuk segala urusan yang harus dilakukan."
Semakin menjadi, bahkan tanpa sedikitpun memberikan Humairah kesempatan untuk melakukan penolakan, gadis itu pada akhirnya menerima semua keputusan yang dibuat ayahnya. Setidaknya seperti yang Hira katakan tadi, mereka tidak akan berkumpul menjadi satu, setelah akad dilakukan.
"Oke ... kalau tidak ada bantahan, saya akan langsung umumkan saja."
Berdiri dari tempat duduknya, Lakeswara sengaja mengetukkan gelas kaca yang dia angkat tinggi-tinggi sampai membuat semua orang yang berada di dalam ruangan ini fokus kepadanya. Bahkan live musik yang sebelumnya terdengar kencang, seketika hening demi memberikan waktu untuk Lakeswara berbicara.
"Selamat malam semuanya."
"Malam ..." jawab semuanya kompak.
"Seperti yang kita semua lihat beberapa saat tadi, putri kesayangan saya, Humairah Salma Raynar akhirnya bertunangan dengan sahabat, teman, kakak kalian, bernama Hira Dipta Bahran. Untuk itu, kita ucapkan selamat sekali lagi kepada pasangan berbahagia."
Mendapatkan tepuk tangan yang meriah, Lakeswara tidak berhenti tersenyum ketika memandang Humairah yang terlihat jutek dan galak ketika menatapnya. Sedangkan Hira sendiri jauh lebih santai. Dia sesekali menikmati irisan buah yang disajikan di atas meja, disamping itu pula dari gestur tubuhnya tidak terlihat kaku sedikitpun saat berinteraksi dengan Humairah.
Seakan-akan memang inilah moment yang dia nantikan sejak dulu.
"Lalu ... sebagai umat Muslim, setelah diadakan pertunangan, yang istilahnya lebih mengenal dekat keluarga kedua belah pihak, pastinya ingin sekali langsung diadakan akad agar tidak ada dosa ketika kedua pasangan ini saling bertatapan satu sama lain. Karena itulah, saya dan keluarga, serta kedua orangtua Hira, dan mempelai yang berbahagia, memutuskan tanggal penting untuk dilakukan akad nikah. Dan alhamdulillahnya, kedua mempelai menyetujui akan diadakan akad nikah pada tanggal 14 Oktober, bulan ini. Untuk itu, keluarga saya, Lakeswara Raynar dan keluarga Hira, mohon doanya dari rekan-rekan sekalian untuk ibadah sepanjang usia yang akan dijalani Hira dan putri saya, Humairah."
Suara seruan kencang dari para pemain, terdengar seperti sedang menggoda Hira saat masuk ke dalam telinga laki-laki itu. Apalagi beberapa gaya dan candaan yang muncul dari para pemain, terutama Bintang, semakin membuat Hira menundukkan kepala.
"Langsung cetak gol yang banyaaaakkkk."
"Bikin kesebelasan!!!"
"DUA BELAS SEKALIAN, BIAR ADA YANG GANTIIN PAK VICTOR!!!"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro