Bab 10. Mati Penasaran
Makin turun nih vote dan komennya..
Mudah-mudah bisa kuposting sampai selesai ya cerita ini di WP. krn jujur aku sedih komennya sedikit. Padahal semua komen aku balesin loh... biar ada interaksi antara yg nulis sama yg baca.
Eh, yg baca banyakan diem2 aja
---------------------------------------------
"Nanti aku antar ke kampus kalau emang kamu enggak keberatan."
Kalimat itu Hira ucapkan ketika mereka tak sengaja berdiri, berdampingan. Sekalipun masih ada Agwa di dekat mereka, Hira seolah tidak peduli. Jika dia masih tetap ingin maju, maka langkahnya tidak boleh stuck di tempat.
Apalagi untuk mendekati anak manja seperti Humairah ini memang butuh ekstra effort agar gadis itu bisa terpukau kepadanya. Karena kondisi Humairah setiap harinya selalu ada ajudan serta supir yang siap membantu kapanpun dan dimana pun. Sehingga Hira tidak boleh kalah cepat dari kedua orang yang selalu standby di samping Humairah.
"Akh, maksudnya?" ucap Humairah kebingungan. Namun setelah itu, saat otak kecilnya dapat mencerna dengan baik kalimat yang diucapkan Hira, kepala Humairah langsung mengangguk, seakan menyetujui kalimat tersebut.
Walaupun dalam hati gadis itu penuh tanda tanya besar, namun yang membuat Humairah kesal, ia terasa sangat kesulitan mengutarakan rasa penasarannya itu kepada Hira.
Terlihat menundukkan kepala, sambil menendang-nendang rumput di lapangan ini, Humairah berusaha sekuat hati menahan rasa penasarannya mengenai kondisi Hira yang terlihat seperti sudah mengetahui semua schedulenya. Entah siapa yang membocorkan semua ini kepada Hira, padahal Humairah yakin sekali tidak ada satu orang pun yang hafal mengenai schedule kuliahnya saat ini. Bahkan ayahnya saja, si Jenderal gila itu, lupa kalau Humairah kini sudah menjadi seorang mahasiswi cantik yang jadwal kampusnya tidak full setiap hari. Namun bagaimana bisa Hira, makhluk luar keluarganya, tahu begitu detail mengenai jadwal Humairah untuk pergi ke kampus.
Masih lanjut diam, tak bersuara, Agwa yang berdiri di dekat mereka mencoba mengambil alih keadaan. Diawali dengan dehaman singkat lalu tepukan di bahu Hira, Agwa seakan-akan memberikan tugas baru kepada Hira untuk membantu menjaga dan melindungi adik kesayangannya itu.
"Hati-hati ya, Bro. Jangan sampai lecet kalau lo yang anter jemput. Kalau lo macem-macem gue siap kirim misil ke lo."
"Misil?" Ulang Hira tak paham apa arti yang dikatakan oleh Agwa padanya.
"Ah lo enggak tahu? Nih gue contohin. Ini loh artinya, misil ... misil."
Memberi contoh di depan Hira, berjalan sambil menundukkan kepala, Humairah menyangka misil dan misi itu sama artinya. Padahal arti misil yang sesungguhnya adalah peluru kendali otomatis yang dikeluarkan dari pesawat tempur.
"Itu misi!!!" Rangkul Agwa pada tubuh Humairah.
Gadis itu tertawa terbahak-bahak karena salah memahami arti kata dari bahasa-bahasa aneh para tentara gasrek ini. Sekalipun dia lahir dan tumbuh besar dalam keluarga dan lingkungan tentara, tetap saja Humairah tidak bakat dalam menghafal bahasa-bahasa aneh itu.
"Owh udah ganti toh. Kayaknya bulan lalu masih lama."
"Sama, Ara! Udahlah enggak usah ngomong dulu. Bikin malu mas aja!"
"Malu? Ngapain malu? Kan yang enggak pakai baju dia, bukan mas Agwa!"
Dengan kesal mendorong tubuh Humairah menjauh darinya, gadis itu semakin terbahak-bahak sambil berjoget santai menggoda kakak laki-lakinya itu.
"Maklumi aja, ya! Si Ara emang enggak waras," ucap Agwa dengan tegas. Sambil mengulurkan tangannya untuk berkenalan, secara resmi Agwa memperkenalkan diri di hadapan Hira sebagai kakak laki-laki dari Humairah. "Gue Agwa, masnya Humairah."
"Halo, mas Agwa. Gue Hira."
"Ah? Tempat Nabi Muhammad terima wahyu pertama kali?"
Tersenyum miris atas jokes tidak lucu dari Agwa, Hira hanya menggarukkan kepalanya bingung. Ingin sekali Hira berkata tidak lucu kepada Agwa, tetapi sebagai awal perkenalan dia tidak boleh bersikap kurang ajar kepada calon kakak iparnya itu.
"Wuuuu enggak lucu!!!"
***
Charm (Bukan Pembalut Pleeeasee)
Ara
Sorry guys, gue abis workout sama bokap sama mas Agwa. Kenapa-napa? Kalian pada ngomongin apa sih? Sumpah rame betul ini grup
Glara
Lo ngampus gak? Ada yang mau gue tanya sama lo.
Ara
Ngampus dong. Kan mau tepetepe sama senior kampus. Gimana sih?
Moli
Yakin lo masih mau tepetepe? Nanti cowok lo gimana? Bisa kena serangan jantung dia, lihat lo kerjaannya tepetepe sama yang lain
Ara
Ah? Tahu dari mana kalian?
Yesha
Araaaa... kenapa sih? Lo sedesperate itu, masa tanah kuburan lo jadiin cowok. Ya ampun, Ara. Gimana respon pak Jenderal kalau tahu pacar anaknya kayak gitu. Sumpah ya, Ra... lo kalau ada masalah cerita, jangan malah cari tanah kuburan gitu buat dijadiin cowok.
Ara
Tanah kuburan?
Sara
Ini?
Ara
Bangke!!! Siapa yang fotoin ini???
Glara
Ya ampun Ara, jadi beneran? Sumpah ih. Ayo ke kampus, gue pengen denger cerita lo langsung.
Yesha
Akh, biji. Yaudah gue juga kampus deh. Bela-belain nih. Walau gak enak badan gue tetap ngampus cuma buat lo, Ra!!
Sara
Gue tunggu di tempat biasa yaaa
Humairah meringis membaca pesan dalam grup charm, grup persahabatan yang ia miliki sejak masa SMA. Sekalipun baru jalan kurang lebih 3 tahun, namun kedekatan mereka semua tidak perlu diragukan lagi. Bahkan semuanya rela masuk kampus yang sama, meskipun jurusannya berbeda, hanya untuk mempermudah mereka dalam hal gosip.
Sengaja memperbesar foto yang dikirimkan oleh Sara, Humairah mengangak lebar. Dari mana foto ini berasal? Dan bagaimana bisa dia malah digosipkan dengan Victor yang merupakan pelatih dari tim nasional?
"Kurang ajar yang foto. Gue kenapa jadi burik gini?"
Bergumam kesal, Humairah melemparkan ponselnya asal ke atas ranjang, kemudian melangkahkan kedua kaki ke toilet.
Seperti yang diributkan dalam grup persahabatan mereka, Humairah harus segera bersiap menuju kampus.
***
Seperti janji Hira tadi di lapangan, siang ini, tentu saja setelah laki-laki itu mandi dan begitu tampan serta harum, dia datang ke rumah Humairah, menjemput gadis itu untuk di antarkan ke kampus sesuai dengan jadwal yang ia miliki.
Masih menggunakan mobil yang sama BMW putih, begitu sampai di rumah besar dan mewah itu, satpam yang bertugas menjaga rumah ini langsung membukakan pintu untuk Hira, dan membiarkan mobil BMW itu berputar dalam halaman besar rumah ini.
Tidak seperti rumah pada umumnya, rumah mewah ini dipenuhi oleh para TNI yang merupakan ajudan dari sang jenderal. Selain itu ada beberapa kenderaan dinas dengan plat bintang di bagian depannya, tentu saja mobil tersebut merupakan mobil dinas sang Jenderal Lakeswara yang terpakir rapi di antara motor-motor berplat khusus miliki para ajudannya.
Sengaja turun dari mobilnya, seorang ajudan yang terlihat sudah mengenai Hira sebagai calon menantu sang jenderal, langsung mempersilakan Hira masuk ke dalam rumah.
"Masuk aja, Mas. Non Ara belum keluar dari kamar. Soalnya pak Dede masih kelihatan santai di bawah," ucapnya dengan senyum lebar.
Hira mengangguk. Langkahnya berusaha ia ciptakan tanpa ragu. Namun baru saja tubuhnya melewati pintu kayu yang begitu tinggi dan lebar, dia di sambut dengan foto gagah sang Jenderal dengan seorang perempuan muda, cantik dan ayu sekali, yang Hira yakini adalah ibu dari Humairah.
Mencoba memerhatikan setiap detail ruang tamu ini, Hira tak bisa menutupi senyum saat melihat foto Humairah versi kecil dan dewasa. Seolah tidak pernah ada perubahan di wajah dan karakter diri gadis itu, Hira setuju jika Humairah memang sudah menggemaskan sejak kecil.
"Ngeselin!" sentilnya pada foto Humairah kecil, namun setelahnya Hira malah tersenyum semakin lebar.
Bahkan karena terlalu fokus melihat foto Humairah, ia tidak sadar bila gadis itu sudah berdiri di sampingnya.
Memakai dress hitam sebatas lutut, Humairah terlihat cantik dan juga seksi diwaktu yang bersamaan. Walau bentuk tubuhnya tidak sebesar perempuan-perempuan lainnya, namun Hira akui, Humairah memiliki bentuk tubuh yang begitu ideal, seakan-akan gadis itu memang suka berolahraga.
"Ngapain lo sentil-sentil foto kecil gue? Mau ginjal gue sentil balik ginjal lo? Ayo buruan deh, temen-temen gue udah nungguin!"
Mendapat balasan yang kasar dan mengatur, Hira terlihat tidak peduli. Dia malah peduli pada satu hal yang sejak tadi membuatnya curiga dan penasaran.
"Ini bolong?" ucap Hira sembari menyentuh bagian punggung Humairah, dimana dress tersebut memang memiliki bentuk backless.
"Ih, ngapain sih pegang-pegang. Ini punggung, bukan Hp yang tetap dipegang walau enggak ada yang kirim pesan."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro