Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

S.e.v.e.n

"Clau buka pintunya!"

Natasya menggedor pintu kamar Claudya, tetapi putrinya itu tak segera membukakan pintu. Seratus persen Natasya yakin Claudya sedang menghindarinya. Emosi Natasya sudah sampai di ubun-ubun dan sebentar lagi mungkin akan meledak.

"Mama hitung sampai tiga, kalau pintunya nggak kamu buka, Mama rusakin pintunya."

Sedangkan Claudya di dalam sana sedang menyembunyikan diri di dalam selimut. Kepalanya ditindih oleh bantal supaya gedoran ibunya tak terdengar. Jujur saja, kali ini ia ketakutan.

"Satu ...."

Natasya mulai menghitung.

"Dua ...."

Mau tidak mau Claudya bangkit dari kasur dan membukakan pintu. Hal pertama yang ia lihat adalah wajah Natasya yang memerah karena marah.

"Ma, aku cuma ketiduran tadi," ucap Claudya membela diri. "Bu Maya keluarnya lama banget dari toilet."

Mereka tengah membicarakan aduan Bu Maya yang mengirimkan foto Claudya tertidur di hari pertamanya les.

"Kamu ini disuruh ngerjain soal, kenapa malah tidur?"

"Aku nggak suka sama Bu Maya. Aku mau ganti guru les."

"Dia adalah guru les terbaik, Clau. Papamu yang memintanya menjadi guru lesmu. Biar nilai ujian nasional kamu memenuhi standar. Bukankah kamu akan kuliah di luar negeri?"

"Itu keinginan Papa. Aku sama sekali nggak mau kuliah kedokteran di luar negeri."

Claudya membanting pintu kamarnya dan kembali bersembunyi di balik selimut. Suara gedoran ibunya semakin lama semakin keras.

"Claudya!"

Cewek itu membuka lacinya dan menemukan beberapa obat. Selama liburan sekolah, tak pernah ia membuka laci itu. Saat ini ia membutuhkannya lagi. Ia butuh tidur supaya bisa melupakan hari yang berat ini.

Obat tidur atau hipnotik golongan benzodiazepine dapat dikonsumsi bagi mereka yang mengalami kesulitan tidur atau insomnia. Namun, meski diperbolehkan untuk dikonsumsi, obat tidur harus digunakan hati-hati dan sesuai dengan anjuran dokter, sebab bisa berakibat fatal bila diminum sembarangan.

Jangan tanyakan Claudya mendapat obat ini dari mana, tentu saja ia tak mencuri. Ia hanya sedikit berbohong.

Saat itu ia sakit dan diperiksa di ruangan kerja ayahnya. Ada istilah obat-obatan tertempel di samping kotak obat. Claudya juga sempat menanyakan beberapa obat pada ayahnya berikut efek samping yang dikandung obat tersebut.

Saat ia mengalami insomnia akibat pikirannya penuh dengan hal-hal negatif, diam-diam ia masuk ke ruang kerja ayahnya dan mencari satu resep obat. Ia menirukan tulisan ayahnya pada kertas yang baru dan dicap dengan stempel milik ayahnya. Selanjutnya, ia membeli obat-obat itu ke apotik. Ia kecanduan obat tersebut. Namun, sempat mengusahakan untuk berhenti. Saat liburan kemarin ia berhasil tidak membuka laci berisi obat itu. Namun, sekarang ia membutuhkannya lagi.

Usai meminum obat tidur itu, Claudya membuka jalan menuju alam bawah sadarnya.

***

Pelajaran pertama hari ini adalah olahraga. Pak Wahyu sudah memberi amanat pada Magenta agar semua murid IPA 1 segera berbaris di lapangan utama. Lapangan utama berada tak jauh dari kelas mereka. Mereka hanya perlu menuruni tangga dan berjalan beberapa meter. Lapangan utama ini merupakan tempat seluruh penduduk sekolah melaksanakan upacara setiap hari senin.

Jessica masih membenarkan ikat rambutnya yang kurang kencang. Audrey dan Niki sudah pegal karena menunggu Jessica yang super lelet. Jessica berganti pakaian di toilet saja sudah hampir dua puluh menit. Mereka takut terlambat sampai di lapangan.

Pak Wahyu orangnya tegas. Satu menit saja murid yang telat datang ke lapangan, murid tersebut akan dihukum. Kalau nggak lari keliling lapangan, hukumannya pasti push-up. Satu menit telat sama dengan sepuluh kali push-up. Bayangkan jika mereka telat sepuluh menit, dua puluh menit, atau bahkan setengah jam. Bahaya. Tidak baik untuk kesehatan tangan.

"Bisa lebih cepet nggak, Jess?" tanya Niki.

"Done, Beib."

"Kunci pintunya."

Nah, karena mereka paling terakhir meningglkan kelas, alhasil mereka mendapat amanat untuk memegang kunci kelas. Setelah memastikan kelas aman, Jessica berjalan duluan. Audrey dan Niki membuntuti di belakang. Mereka segera menyusul yang lain ke lapangan.

Magenta mengabsen terlebih dahulu, memastikan bahwa teman-temannya sudah komplit.

"Brian."

"Hadir.

"Cerly."

"Hadir.

"Chintia."

"Hadir."

"Claudya."

Tidak ada jawaban selama beberapa saat. Magenta langsung memerhatikan wajah temannya satu persatu. Claudya tidak ada. Padahal Magenta yakin cewek itu masuk sekolah hari ini. Begitu Magenta masuk kelas, tas Claudya sudah ada di atas meja.

"Ada yang lihat Claudya?" tanya Magenta.

"Tadi bareng aku di toilet," jawab Chintia.

"Terus?"

"Gak tau, aku lebih dulu ke kelas."

"Siapa yang terakhir ninggalin kelas?" tanya Magenta lagi.

"Gue." Jessica langsung mengangkat tangannya.

"Ketemu Claudya?"

"Nggak. Kelas udah kosong pas gue kunci."

Pak Wahyu tiba-tiba sudah menghampiri mereka di lapangan. Magenta tak sempat menyelesaikan absennya.

"Pemanasan dulu," kata Pak Wahyu. Lelaki tua yang kepalanya plontos itu menunjuk Robert untuk memimpin pemanasan.

"Oke, guys, rapihin barisannya dulu." Robert sudah berdiri di depan teman-temannya. "Ngitung bareng, ya. Yang ketahuan nggak ngitung tolong jewer kuping sama orang di sebelahnya."

Mereka menurut saja. Daripada kuping merah-merah.

"Satu ... dua ... tiga ..."

Saat pemanasan hampir selesai, Claudya baru datang entah dari mana.

"Maaf, Pak, saya telat."

Semua perhatian tertuju pada Claudya. Peluh membanjiri setiap lekuk wajahnya.

"Berani kamu telat di jam pelajaran saya?" Pak Wahyu langsung menunjukkan kebengisannya. "Lari kamu keliling lapangan ini dua puluh putaran."

Lapangan utama luasnya bukan main. Dan Claudya mesti keliling dua puluh putaran? Yang benar saja!

Mau tidak mau Claudya menuruti perkataan Pak Wahyu.

Claudya merutuki rasa mual yang sedari pagi ia rasakan. Ini merupakan efek samping obat tidur yang ia minum semalam. Belum lagi perutnya merasakan nyeri, tubuhnya lemas, dan kepalanya sedikit pening. Claudya tadinya akan melewatkan pelajaran hari ini. Namun, ia takut pihak sekolah langsung memberitahu ibunya kalau Claudya bolos di jam pertama.

Putaran pertama, kedua, ketiga lancar. Pada putaran keempat Claudya merasakan pusing di kepalanya semakin parah. Pandangannya mengabur dan detak jantungnya tak teratur. Keringat dingin sudah berjatuhan, membuat tangannya kebas. Berkali-kali ia memukuli kepalanya, berharap rasa sakit itu segera hilang.

Putaran keempat diselesaikan dengan susah payah. Pada putaran kelima, Claudya sudah tak dapat menjaga keseimbangan. Ia pun ambruk dan langsung tak sadarkan diri.

"Claudya!" Magenta berteriak begitu melihat cewek yang sedari tadi ia perhatikan tiba-tiba terjatuh. Ia segera berlari menghampiri Claudya.

Seluruh murid yang sedang fokus pada penjelasan Pak Wahyu pun langsung heboh. Pak Wahyu memeriksa denyut nadi Claudya dan segera menelpon pihak UKS agar membawakan sebuah tandu.

"Claudya," panggil Magenta sembari menepuk pelan pipi Claudya yang basah dibanjiri keringat. "Claudya, sadar."

"Pingsan karena belum sarapan. Nanti pihak UKS ke sini," kata Pak Wahyu. Magenta menatap Pak Wahyu. Gurunya sama sekali tak menunjukkan ekspresi yang sama dengan Magenta. Lelaki tua itu bersikap biasa saja, mungkin kejadian seperti ini sudah tak asing baginya. Jika gurunya tak menghukum Claudya,  mungkin cewek itu masih baik-baik saja meski berolahraga sebelum sarapan.

Bagaimana kalau justru keadaan ini lebih buruk dari yang Pak Wahyu duga?

Perasaan Magenta tak keruan. Ia khawatir dan sangat takut.

"Tunggu aja pihak UKS yang bawa tandunya segera ke sini," ucap Pak Wahyu lagi.

"Ah, lama." Magenta langsung membopong Claudya menuju UKS.

***

Saat bel istirahat berbunyi, Dion langsung mengganti pakaian olahraganya dengan seragam putih abu-abu. Ia berniat mengajak Magenta ke kantin. Semenjak membawa Claudya ke UKS, Magenta tidak kembali lagi untuk mengikuti pelajaran olahraga. Untungnya Pak Wahyu memakluminya. Karena Magenta adalah KM, sudah seharusnya mengayomi teman sekelasnya.

Di koridor, Dion berpapasan dengan Jessica dan teman-temannya.

"Lo mau ke mana, Yon?"

"Nyusulin Magenta. Gue curiga dia tidur di UKS. Abis dari tadi nggak balik-balik."

"Oh," respon Jessica. Lalu, cewek itu kembali ke kelas untuk mengambil seragamnya dan mengganti kaos olahraganya yang basah oleh keringat.

"Lo tadi lihat tatapan Magenta saat membopong Claudya?" tanya Niki pada Jessica.

"Emang kenapa dengan tatapannya?"

"Dia kelihatan khawatir banget, Jess."

"Terus?"

"Gue yakin Magenta emang suka sama Claudya."

Jessica langsung menoyor kepala Niki. "Nggak usah ngadi-ngadi, deh."

"Berani taruhan?"

"Lo bikin gue kesel, Nik."

Jessica membanting pintu toilet dan mengurung diri di dalam. Bukannya mengganti pakaian, ia malah memikirkan bila kemungkinan yang dibilang Niki adalah benar.

Di ruangan UKS, Dion melihat Magenta sedang duduk di kursi dekat brankar di mana Claudya sedang diinfus.

"Lo mau sampe kapan di sini, Genta?" tanya Dion saat cowok itu menghampiri Magenta yang masih betah menemani Claudya. Cowok Jogja itu hanya khawatir karena Magenta sama sekali belum makan siang. Yang ada nanti di UKS bukan hanya Claudya yang diinfus, tapi Magenta juga. Kan repot kalau begitu.

"Sampe Claudya siuman."

"Ayo, makan siang dulu," ajak Dion sambil menarik tangan Magenta.

"Lo duluan aja."

"Magenta lo boleh merasa khawatir pada temen sebangku lo ini, tapi pikirin juga kesehatan lo."

"Dion, lo sendiri tahu kalau di kelas nggak ada yang peduli sama Claudya. Kalau bukan gue yang jagain, siapa lagi? Lagipula bagi gue dia bukan cuma temen sebangku."

Dion langsung melotot. Ia tahu arah pembicaraan Magenta ke mana.

"Lo serius?" tanya Dion tak percaya.

"Gue nggak tahu sejak kapan rasa itu timbul. Mungkin sejak ospek?"

"Hah?"

***

[1417 kata]

Part terberat hufftttt🥺
Mohon koreksi apabila ada kesalahan menjelaskan tentang hipnotik dan efek sampingnya🙏

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro