7-2
Tinita yang baru berumur 8 tahun berlarian di dalam rumahnya sambil membawa banyak boneka. Ia bernyanyi keras-keras hingga suaranya menggema di seluruh penjuru rumah.
Tidak ada yang menegurnya, para pembantu dan juga pengurus rumahnya sudah biasa dengan tingkah laku anak dari majikannya itu. Tinita memang kadang berisik, namun anak itu tidak pernah membuat sesuatu yang membuat jantung mereka hampir copot seperti jatuh dari tangga.
Tinita sangat lincah, meski begitu ia juga berhati-hati. Bisa gawat kalau ia sampai terjtuh atau terluka.
.Kehidupannya sebagai anak-anak terasa sangat menyenangkan, Tinita juga memiliki banyak teman, mereka kadang bermain di taman dekat perumahan untuk bermain. Dan kalau urusan bermain Tinita tidak pernah kalah.
Pokoknya di permainan apapun ia pasti menjadi juaranya.
"Nona! Hati-hati!" teriak bibi pengasuhnya saat melihat Tinita yang mulai meluncur di tangga dengan hanya menggunakan ember yang bermulut besar.
Sedangkan Tinita tertawa-tawa, ia tidak mengindahkan teriakan bibi pengasuhnya dan mulai menikmati seluncuran dadakan yang dibuatnya.
Tinita mendara dengan mulus di lantai bawah.
"Wah! Sarannya Ara bagus sekali!" ucap Tinita lalu keluar dari ember itu.
"Nona!!! Jangan melakukan hal yang aneh-aneh!" omel bibi pengasuhnya
"Maaf bibi, temanku pernah bilang kalau seluncuran di tangga itu mengasikan jadi aku coba deh," sahut Tinita polos,
Ya, Ara-teman sekolahnya mengatakan bahwa ia memiliki banyak permainan yang unik dan tidak bisa ditemukan dimana-mana. Jadi Tinita yang penasaran pun bertanya pada Ara, dan anak kecil itu pun menjelaskan banyak permainan yang umum hingga yang paling ekstrim seperti yang Tinita lakukan tadi.
"Haduh! Kan bibi sudah pernah bilang jangan ngikutin hal yang aneh-aneh!"
"Tapi itu nggak aneh kok bi! Menyenangkan sekali! Kayak seluncuran tapi ada getar-getarnya juga!"
"Itu tetap saja berbahaya nona!" ucap bibi pengasuhnya gemas,
"Ada apa ini? Kelihatnya seru sekali,"
"Papa!" teriak Tinita lalu berlarian menuju ayahnya yang langsung membuka tangan lebar-lebar, menyambut putri kecilnya dengan pelukan.
"Tinita nggak kangen mama juga?"
"Kangen!" ucap Tinita lalu bergantian memeluk ibunya.
"Selamat datang tuan, nyonya."
Ady melihat ke arah ember yang berisi banyak selimut tergeletak di dekat tangga, tidak biasa melihat benda itu berada di tempat yang tidak seharusnya.
"Apa, Tinita membuat ulah lagi?" tanya Ady
Bibi pengasuh mengangguk meski tidak mengatakan apapun.
"Tinita, kamu jangan nakal gitu dong sayang," ucap Ady sambil menarik dua kuping anaknya
"Hu-uh! Tinita nggak nakal! Bibi jangan ngadu-ngadu donk!"
"Duh... anak mama..." ucap Mega gemas sambil mencubit hidung Tinita
"Papa ama Mama jahat! telinga ama hidung Tinita jadi merah!" ucap Tinita sambil mengelus telinga dan hidunya yang memerah aakkibat dianiaya oleh kedua orang tuanya.
Sedangkan Ady dan Mega tertawa melihat tingkah anaknya.
Mereka bahagia karena telah di anugrahi seorang anak seperti Tinita, jadi meski mereka sibuk, mereka akan tetap meluangkan waktu mereka untuk menemani Tinita, anak semata wayang mereka.
Dan Tinita pun mengerti akan kesibukan kedua orang tuanya, jadi ia tidak menuntut terlalu banyak. Bagaimana pun juga, kedua orangnya pergi bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Sesuai yang dikatakan oleh gurunya di kelas, bahwa tugas kedua orang tua adalah untuk mencari nafkah untuk keluarganya dan juga anaknya.
***
Mungkin bisa dibilang, masa anak-anak adalah masa yang paling menyenangkan adalah benar adanya. Masa dimana Tinita memiliki banyak waktu bermain, dan banyak orang yang mengelilinginya.
"Wah, ikannya bisa jalan!" ucap Tinita
Ia dan keluarganya kini sedang berada di toko hewan peliharaan, Tinita ingin memiliki hewan peliharaan seperti teman-temannya. Di Tv-Tv Tinita juga melihat banyak hewan yang lucu-lucu, Tinita ingin memilikinya satu.
"Bukankah anjing ini terlihat lucu?" ucap Mega sambil mengelus-elus seekor anjing putih yang ada disana.
"Wah anjing!" ucap Tinita sambil ikut mengelusnya,
"Apa kamu suka?" tanya Ady sambil berjongkok di samping putrinya,
"Aku mau anjing itu!" teriak anak kecil yang lain,
Anak itu datang bersama dengan seorang remaja laki-laki. Tidak memperdulikan reaksi terkejut Tinita, anak itu langsung memeluk anjing putih.
"Aku mau ini! Aku mau ini!"
"Maaf kan adik saya," ucap cowok itu sambil menunduk,
"Ehm, tidak apa-apa," ucap Tinita sambil berdiri, ia tidak ingin ribut dengan anak itu hanya karena rebutan anak anjing.
Lagian selain anjing masih ada hewan peliharaan yang lain.
Tinita lalu beranjak ke hewan-hewan yang lain, ia melihat kucing oren, terlihat lucu. Tapi Tinita takut kalau bulu-bulunya bisa menyebabkan flu, walau Tinita tidak memiliki alergi khusus.
Hingga mata Tinita terpaku di sebuah akuarium kecil yang berisi seekor kura-kura.
"Pa! aku mau yang ini! Yang ini!" ucap Tinita sambil menunjuk nunjuk akurium itu.
"Oh kura-kura ya? Unik sekali pilihan anak papa," ucap Ady sambil mengelus kepala Tinita.
"Hm! Kura-kura kan bisa hidup lama jadi Tinita bisa memeliharanya sampai tua!"
"Wah pintar sekali anak mama..." ucap Mega
Tinita memang memliki hobi membaca sejak mengenal huruf, kedua orang tuanya pun memfasilitasinya dengan berbagai jenis buku seperti buku cerita dan buku ensiklopedia.
***
Tinita menatap layar televisi yang sedang menampilkan acara berita bersama dengan ibunya.
"Semua relawan yang dinyatakan hilang kemarin, kini telah ditemukan tidak bernyawa oleh tim SAR,"
Air mata langsung jatuh dari pipi Mega, harapannya sejak tiga hari lalu telah hilang sudah. Suaminya yang termasuk ke dalam tim relawan lingkungan telah tewas. Tinita menarik baju Mega, anak itu terlihat sangat sedih lalu memeluk ibunya, mereka berdua pun saling berpelukan dan menumpahkan tangis.
Sudah dua bulan sejak pemakaman ayahnya, Tinita dan ibunya memutuskan untuk pindah rumah. Awalnya Tinita menolak karena mereka akan meninggalkan rumah yang penuh kenangan bersama dengan ayahnya itu.
Tapi sang ibu bersikeras agar mereka pindah, dan mau tidak mau Tinita pun menurutinya.
Mega semakin lama semakin sibuk bekerja dan jarang pulang, hari-hari Tinita pun juga tidak semenyenangkan dulu karena ia pindah ke sebuah sekolah yang berisi anak-anak yang tidak terlalu menyenangkan.
Rumah baru mereka memang lebih besar dari rumah mereka sebelumnya, namun rumah itu justru terasa tidak menyenangkan. Apa gunanya rumah yang besar namun Tinita merasa sangat kesepian?
"Mama, mereka mengejek Tinita," ucap Tinita ketika ibunya baru pulang dari bekerja.
"Kenapa mereka mengejek Tinita?"
"Mereka bilang Tinita jelek karena nilai menggambar Tinita 50,"
Mega menghela napas, "Kalau begitu, Tinita harus mendapatkan nilai yang lebih tinggi dari mereka oke?"
"Tapi mama..."
"Mama percaya Tinita pasti menjadi yang terbaik!"
"Baik mama! Tinita akan bekerja keras!"
Tinita pun terus memacu dirinya untuk menjadi yang terbaik di kelasnya, ibunya pun bangga dan Tinita menjadi sangat senang, hingga lama-kelamaan Tinita merasa ada yang berubah. Ibunya lebih jarang pulang ke rumah, hal pertama yang selalu ditanyakannya adalah prestasi Tinita.
Tinita pun merasa satu-satunya hal yang bisa membuat ibunya bahagia adalah prstasinya, jadi Tinita selalu berusaha dengan keras untuk meraih peringkat pertama dan mengikuti banyak perlombaan.
Selain itu, belajar merupakan salah satu hal yang membuatnya tidak terlalu merasa kesepian lagi.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro