Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6-1

Tama tampak menunduk sambil menahan air mata, perbuatannya memang salah dan egois. Tinita bahkan sudah ada di hadapannya, Tama tak tahu apakah Tinita akan membentaknya atau memarahinya habis-habisan.

Setidaknya Tinita tidak akan bermain tangan meski ia sedang marah-kecuali lawannya yang main tangan duluan.

"Kalau begitu seharusnya kamu berani melawanku di depan bukan di belakang seperti ini," ucap Tinita tegas, "bukankah itu yang selalu kamu katakan ketika mengudara? Berjuanglah dengan seluruh kemampuanmu,"

"Eh?"

Tinita menggebrak meja depan Tama, membuat cewek itu kaget.

"Dengar ya! Jika kamu tetap seperti ini kamu tidak akan maju!"

Tama terdiam, ia melihat Tinita yang tampak menahan amarahnya, beberapa kali cewke itu menghela napas.

"Aku sangat kesal dengan perbuatanmu karena membuat nilai harianku jelas menurun," ucap Tinita sinis, "tapi aku lebih kesal lagi karena kamu adalah sosok Ose yang selalu kudengarkan dan memotivasiku,"

Tinita menunjuk Tama tepat di kepala cewek itu yang masih duduk.

"Kalau kamu memang menyesal, selesaikan semuanya sampai disini, dan perbaiki apa yang sudah kamu hancurkan hari ini!"

Tama menatap Tinita, cewek itu jelas marah dan kini setelah perbuatannya diketahui Tama tidak mungkin mengulanginya lagi. Tapi Tama lebih terkejut lagi karena mengetahui bahwa Tinita adalah salah satu pendengar radio amatirnya.

"Ya... gue... bakal memperbaikinya..." ucap Tama

"Tunggu dulu, sebelum kamu memperbaiki prakarya Tinita, kita pergi ke ruang teater yuk!"

Angle segera menarik Tama, cewek itu bahkan sedikit kewalahan menyamai langkah Angle yang lebih cepat darinya.

"Woi! Kalian mau kemana?!" teriak Cakra, terkejut dengan reaksi Angle sebelum menyusul cewek itu.

"Gue pikir lo bakal mengamuk," ucap Oda sambil memperhatikan Tinita,

Cewek itu melipat tangannya di dada, "Awalnya aku ingin mengamuk, tapi mengetahu fakta bahwa Tama adalah Ose cukup membuat setengah amarahku menghilang dan menjadi kekecewaan,"

"Oh," sahut Oda

***

"Lihat! Lihat! Riasanku bagus tidak?"

Angle rupanya mengajak Tama menuju ke ruang teater, cewek itu mempunyai kunci cadangan. Dan dia pikir ini saatnya untuk menggunakan wewenangnya untuk hal lain, walau jelas jika ketahuan ia akan langsung mendapatkan hukuman dari ketua klub sendiri.

Oda dan Cakra tampak terdiam melihat transformasi Tama, tidak lebih tepatnya mereka terkejut. Sedangkan Tinita terpaku melihat Tama yang sudah dirias oleh Angle.

Tama tampak menunduk malu, tidak mau memperlihatkan wajahnya. Angle meriasnya seperti anak laki-laki, dan sepertinya itu berhasil.

"Ayo-ayo sekarang coba kamu ngomong pakek suaranya Ose,"

"Hai, bagaimana penampilan gue?"

"Aw! Sangat cocok sekali!" teriak Angle, sedangkan Cakra merasa dadanya di tusuk ribuan panah, sakit tapi tak berdarah. Apalagi ia sempat melirik Tinita, dan cewek itu masih tidak mengatakan apa-apa, namun jelas dari wajahnya terpancar kekaguman. Cakra jadi tidak menyukai Tama karena itu.

"Dia mirip seseorang, entah siapa," komentar Oda

Angle melihat ke arah Tama, "Benar juga, dia mirip seseorang,"

"Bukankah jelas dia mirip Tama versi cewek?" ucap Cakra asal-asalan.

"Oda benar, Tama terlihat mirip seseorang," kata Tinita.

"Ah sudahlah, mungkin Tama mirip dengan salah satu artis? Bukankah wajahnya cukup tampan?" kata Angle

"Gue nggak setuju! Mana mungkin cewek kayak dia bisa mengalahkan ketampanan seorang lelaki sejati!" protes Cakra

"Diam, bilang saja kamu iri," ucap Tinita

Cakra terkejut dengan perkataan Tinita, cowok itu lalu menunjuk Tama, "Gue nggak demen ama lo!"

Cowok itu langsung keluar dari ruangan teater, meninggalkan teman-temanya yang lain.

"Hah... dasar cemburuan, nemu saingan satu jadi ngambek," komentar Angle

"Daripada itu kita selesaikan ini dengan cepat dan keluar dari sekolah, berkunjung saat malam itu tidak baik," ucap Tinita

Tinita tidak pernah mengatakan soal kejadian Tama kepada guru, tapi entah kenapa Pak Samuel sepertinya tahu tentang mereka yang masuk ke dalam sekolah di malam hari dan memergoki Tama. Guru muda itu langsung menyuruh mereka untuk pergi ke ruang BK sebelum bel pertama berbunyi.

Oda dan Tinita tampak biasa-biasa saja ketika mendengar hal itu, sedangkan Tama sepertinya enggan berurusan dengan Pak Samuel, cewek itu bahkan melangkahkan kakinya lebih cepat saat keluar dari ruangan BK. Sedangkan Angle dan Cakra jelas terkejut karena menerima panggilan untuk masuk ke dalam ruang BK.

Setelah itu Tama bolak-balik pergi ke ruang Guru untuk menyerahkan tugas tambahan-tugas yang seharusnya Tinita yang mengerjakannya.

"Haaah...."

Tinita menghela napas, meski tidak mengerjakan tugas tambahan namun nilainya tentu akan diberikan sesuai dengan KKM, dan itu menyebalkan.

***

"Wah aku nggak nyangka..."

"Jadi dia begitu ya...."

"Sudah gue duga mana mungkin orang seperti dia baik hati,"

"Jangan-jangan dia juga suka jual begituan,"

Tinita menutup lokernya, bisik-bisik itu tampak sengaja disuarakan lebih keras kali ini, entah karena mereka tidak menyadarinya atau mereka menyadarinya dan memang sengaja untuk mengatakannya.

"Pagi Tinita~!"

Cakra datang menyapanya, cowok itu seperti biasa tersenyum cerah seolah tak pernah ada mendung di dalam kamus hidupnya. Beberapa cewek melirik kearahnya.

"Pagi," balas Tinita singkat sambil berjalan mendahului Cakra.

"Dingin banget..."

"Dasar tak tahu malu,"

"Sombong dipelihara sih..."

Tinita berjalan lebih cepat menuju kelas, tidak ingin mendengarkan lebih banyak kata yang keluar dari orang-orang yang tak ia kenal.

***

"Tinita, kamu kenapa?"

Angle tiba-tiba duduk di kursi depan mejanya, pelajaran bahasa tadi cukup menguras otak Tinita karena entah mengapa Pak Samuel banyak melemparkan pertanyaan padanya, entah tujuannya untuk menguji atau itu memang salah satu teknik mengajar yang diterapkan oleh guru-guru di sekolah.

"Tidak apa-apa," ucap Tinita lalu ia berdiri, "Aku akan pergi ke kantin,"

"Aku ikut!" ucap Angle sambil ikut berdiri

Tinita menghela napas, "Kamu beneran mau ikut? Lalu kue kering itu akan habis," ucap Tinita sambil menoleh ke arah Aninda yang melambaikan tangannya. Cewek itu nampak duduk bersama Rei yang nampak memakan kue kering milik Aninda.

Sial, itu membuat Angle dilema, disatu sisi ia ingin ikut dengan Tinita ke kantin, tapi ia juga tidak mungkin membiarkan Rei menghabiskan kue kering itu sendirian.

"Aku akan segera kembali, apa kamu mau menitip sesuatu?"

Angle mengangguk, "Tolong satu kotak jus jeruk, yang dingin ya!"

"Oke," ucap Tinita

Begitu Angle beranjak menuju ke meja Aninda, Tinita melangkahkan kakinya keluar kelas menuju ke kantin. Beberapa siswa melihat ke arahnya dengan berbagai pandangan, dan lagi-lagi itu membuatnya tidak nyaman.

Ini berbeda dari yang sering ia dapatkan dulu.

"Hei! Lo berhenti!"

Dua orang siswi menghadang jalannya, mereka tampaknya kakak kelas jika melirik warna pita yang ada di lengan baju mereka. Tinita melirik ke belakang, ada seorang lagi yang berdiri di belakangnya.

Beberapa orang juga melihat ke arah mereka, tampak tertarik namun tidak berniat untuk melakukan sesuatu, tipe yang hanya suka menonton dan berkomentar.

"Maaf aku tidak punya urusan dengan kalian, jadi tolong minggir," ucap Tinita

"Oh berani sekali ya? Baru Cakra dekat dengan lo, lo jadi ngelunjak gini ya?"

Tinita menghela napas, "Jika kalian punya urusan dengan Cakra jangan cari saya,"

Ketiga siswi itu tampak tersinggung, salah satu dari mereka mengangkat tangannya berniat untuk menampar Tinita.

"Dasar nggak tahu diri!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro