구| Announcement ⚜
💕행복한 독서💕
.
.
.
"It's Difficult For The Company To Confirm Since It The Artist's Personal Private Life. We Ask For Your Understanding"
—Kim Entertainment short statement—
to Korean Daily
Lily membaca pengumuman yang dikeluarkan agensi dengan bibir bergetar. Wajahnya yang masih sembab bekas menangis kemarin kembali dijejaki air mata. Ia tidak bisa tidur semalam, berkutat dengan agitasi yang membuat perasaannya tak karuan. Lily tahu, detik pertama pemberitahuan tersebut diumumkan, karirnya sudah berada di ujung tanduk.
Pangkal hidung Lily mulai terasa perih menahan isakan, tetapi kerongkongannya pun terlalu sakit untuk mengeluarkan suara. Miris sekali, impiannya hancur dengan kesalahan yang tidak ia lakukan sama sekali.
Beberapa saat yang lalu, papa Lily menelpon. Mulanya Lily sempat didera rasa ragu, sampai kemudian dering ponselnya terus berlanjut dan ia memutuskan untuk menjawab di panggilan ketiga.
Perasaan Lily melapang saat menyadari suasana di seberang sana tampak lebih tenang, hanya suara berisik yang terdengar samar di kejauhan. Barangkali papanya sengaja mencari tempat khusus untuk bisa berbincang dengannya.
Sayang, kelegaan tersebut hanya berlangsung sesaat sampai sang papa menyampaikan sebuah permintaan. Hye Ri--adik tirinya--sedang sakit dan butuh biaya perawatan besar. Sampai situasi kembali normal, papanya memohon agar Lily menghindar dari publik. Sungguh, bukan jawaban yang Lily harapkan sama sekali.
Berulang kali Lily memikirkan berbagai spekulasi. Berulang kali pula egonya berteriak untuk menyuarakan kebenaran. Namun, intuisi yang sudah terasah setelah terjun di dunia entertainment selama bertahun-tahun membuatnya berhasil menahan diri.
Sudah menjadi rahasia umum bila media di Seoul sangat provokatif. Sepanjang karirnya, bukan satu-dua kali saja Lily mendapati teman sesama selebriti yang mengalami gangguan kecemasan karena cyber bulliying. Intimidasi dari media sebagai pembentuk opini publik tak jarang membuat beberapa di antara mereka memutuskan mengakhiri hidup karena depresi.
Lembaran foto yang membingkai potret keluarga kecilnya mungkin bisa menjadi saksi bisu. Namun, situasi saat ini masih terlalu kurang menguntungkan untuk menurunkan kartu pamungkas. Di masa lalu, mamanya harus menghadapi banyak tekanan ketika berusaha menampik hubungan antara sang papa dan lawan mainnya dalam drama yang diagung-agungkan media.
Lily ingat sekali betapa keras mamanya berusaha saat itu, menunjukkan semua bukti pernikahannya dengan foto dan nama diburamkan, kecuali untuk foto dan nama sang papa. Namun, orang-orang justru berbalik menyerang dan menyebutnya penggemar tidak tahu diri.
"Mama, kenapa foto mama harus ditutup? Bukankah orang-orang akan lebih percaya bila melihat foto asli mama dan papa?"
"Tidak bisa, Sayang. Kita tidak punya kekuatan untuk melawan media. Semakin mereka tahu siapa kita, semakin mudah mereka menghancurkan kita. Mama tidak ingin Lily hidup sudah di masa depan karena mereka tahu identitas kita."
Getir merambati jantung Lily yang tersayat sembilu. Memang tidak ada rasa yang lebih besar di dunia ini dibanding pengorbanan seorang ibu. Bahkan jauh sebelum ini, bertahun-tahun yang lalu, sang mama telah mewanti-wanti masa depannya.
Air mata Lily kembali berderai ketika mengulang kata-kata sang mama padanya kala itu.
"Maafkan Mama, Lily. Mama tidak punya siapa-siapa. Mama tidak punya keluarga besar yang bisa melindungi kita."
"Mama jangan menangis. Mama tidak sendiri. Mama masih punya Lily di sini."
"Maaf, Sayang. Maaf membuat Lily khawatir. Mama janji tidak akan menangis lagi. Mama sangat bersyukur punya anak baik dan cantik seperti Lily."
"Lily cantik ya, Mama?"
"Tentu! Cantik sekali! Seperti boneka Barbie."
"Boneka Barbie ...." Lily bergumam, menatap wajahnya yang tampak suram pada pantulan kaca jendela. Perlahan, bayangan di sana berganti menjadi sosok anak kecil dengan rambut berkuncir pita yang ia kenali sebagai dirinya sekitar dua dekade yang lalu.
Permasalahan keluarga Lily tidak berhenti bahkan setelah ia berada di kampung halaman sang mama. Kepenggemaran papanya yang terus mencari jejak membuat mereka kembali hidup nomaden. Sampai pada akhirnya, pada suatu siang yang terik di musim panas, keluarga papa Lily datang dan menawarkan perjanjian. Mereka akan mengurus awak media dan menyembunyikan identitas Lily dan mamanya. Sebagai balasan, keduanya harus bungkam dan pergi dari kehidupan anak mereka.
Tak punya pilihan, mama Lily memilih sepakat. Hubungan dengan seorang idol terkenal memang terlalu rapuh bila hanya mengandalkan cinta. Setelah perjanjian tersebut, mereka lalu berangkat ke kota seberang untuk memulai hidup baru.
Saat itu, Lily masih terlalu kecil untuk mengerti permaian licik orang-orang yang menguasai media. Bagaimana mereka bisa membalik fakta dan menyudutkan dengan begitu mudah. Namun, sekarang tidak lagi. Lily tidak ingin bertindak gegabah dengan mengumpankan satu-satunya bukti yang ia miliki hanya sebagai penambah isu. Kartu As yang diturunkan di waktu yang tidak tepat tetap akan berujung kekalahan juga.
Pandangan nanar Lily diarahkan keluar jendela. Bibirnya kian bergetar, membentuk lengkungan serupa kurva yang mengutas ke bawah. Billboard yang menampilkan potretnya kini berganti menjadi layar hitam redup. Tentu saja, menampakkan wajah seorang selebriti yang terjerat skandal akan menuai banyak kecaman. Lily hanya belum siap. Mungkin tidak akan pernah siap.
Dering notifikasi yang dijeda ringtone panggilan telepon membuat Lily terkesiap. Segera ia menghampiri ponselnya yang dibiarkan tergeletak. Sebuah panggilan dari Young Mi.
Lily mengisi paru-parunya yang sesak dengan udara lembab di penghujung musim panas. Berulang kali ia berdeham, mengusahakan suaranya tidak membias saat membalas sapaan lirih Young Mi di seberang.
"Maaf Lily .... beberapa brand memutuskan untuk mengakhiri kerja sama."
Baru sebaris kalimat, tetapi jantung Lily sudah terasa tersengat saja. Bukan hanya promosi iklan yang dihentikan, tetapi kontrak kerja sama pun terenggut perlahan oleh isu yang menyeret namanya tersebut.
"Tidak apa-apa, Eonnie." Lily tersenyum getir. Kemampuan aktingnya yang memang layak mendapat penghargaan internasional. Buktinya sekarang ia masih bisa tersenyum, seakan segala bentuk komplain yang disampaikan Yong Mi selanjutnya adalah hal remeh seperti saat mereka menolak tawaran beberapa merek karena jadwal yang penuh.
'Aku akan mengurus semuanya' adalah hal terakhir yang disampaikan Lily sebelum mengakhir telpon. Lily tahu, mulai sekarang mimpi buruknya akan menjadi kenyataan satu per satu.
🎬🎬🎬
"Ini semua salahmu, Hyung!"
Sehun mengalihkan pandangan dari layar ponsel, mengikuti telunjuk Mark yang mengarah pada Seung-Gi. Sejak tadi keduanya sibuk membahas kasus Barbie Lily, padahal ia sengaja mencari angin di luar untuk menghindari berita tersebut. Namun begitu, Sehun merasa sedikit lega sebab sekarang perhatian Seung-Gi bisa teralihkan. Paling tidak, pemuda berlesung pipi dalam tersebut tidak lagi mempertanyakan "kekasihnya" yang muncul tiba-tiba di perusahaan tempo hari.
"Bagaimana mungkin ini salahku?" Seung-Gi membela diri dan menampik tangan Mark.
"Semua selebriti yang kau idolakan pasti terkena skandal!" pungkas Mark putus asa.
Mulut Seung-Gi yang terbuka dan siap melontarkan hujatan dibiarkan mengatup dengan sendirinya. Entah tidak menemukan alasan untuk membantah, atau jenuh meladeni tuduhan Mark yang jelas mengada-ada. Kenyataan memang demikian. Barbie Lily yang selama ini bersih dari skandal disebut-sebut menjadi orang ketiga dan menjalin hubungan dengan aktor senior.
"Tidak ada kabar terbaru dari Barbie Lily. Postinganya kemarin juga dihapus." Seung-Gi memilih kembali berkutat dengan beranda media sosial. "Padahal pekan ini jadwalnya kosong," lanjutnya berkesah seperti seorang wartawan yang tidak mendapat bahan berita.
"Ada OP yang melihat Barbie Lily di taman dekat apartemennya kemarin, sebelum berita itu tersebar." Mark melipat tangan di depan dada dan berdecak. "Mungkin karena itu postingannya dihapus."
Sehun di tengah-tengah Mark dan Seung-Gi yang sibuk dengan ponsel masing-masing jadi bertanya dalam hati. Bagaimana para penggemar tahu dengan pasti jadwal idolanya? Tidak, bukan berarti Sehun juga berkeinginan untuk tahu. Hanya saja baginya, aktivitas harian adalah privasi. Apa bagusnya bila semua orang tahu kalian sedang berolahraga atau sedang mengerjakan kegiatan–apapun itu?
Napas Sehun yang dihembuskan perlahan. Ia tidak pernah memikirkan kehidupan pribadi seorang selebriti sampai sejauh ini. Paling hanya sebatas relasi yang berhubungan dengan perusahaannya. Bahkan bila ditanya soal idola, mungkin Sehun hanya bisa menyebutkan nama-nama tokoh penting yang tercatat dalam buku sejarah. Siapapun itu, yang jelas bukan selebriti.
Skandal Lily ini jadi pengecualian Sehun yang pertama. Mungkin karena pertemuannya yang berujung kejadian "tidak terduga" dengan aktris tersebut tempo hari, mau tidak mau ia jadi terbawa beban pikiran. Atau barangkali karena Sehun terlalu banyak membaca informasi tentang Lily. Melihat mata bulat berseri yang akan melengkung indah saat tertawa, bibir mungil tapi cukup bervolume, dan segala detail parasnya. Sehun bahkan tahu ada tahi lalat manis di bawah mata kiri aktris berparas bagai boneka hidup tersebut.
Namun apapun itu, bagi Sehun kuriositasnya timbul karena "kebetulan" semata. Bukan rasa ingin tahu dengan afeksi tertentu. Ia tidak sengaja bertemu dan "berinteraksi" dengan aktris terkenal yang tiba-tiba terkena skandal. Wajar bukan bila ia dirinya ikut penasaran?
"Agensi juga mengeluarkan pengumuman yang ambigu! Memperkeruh suasana saja!" Mark mendengkus dan menghempaskan punggungnya di sandaran kursi.
Sehun yang diam-diam masih memasang telinga spontan menepuk meja. "Ya! Kim Entertainment agensi yang besar, bagaimana mungkin mereka memperlakukan aktrisnya seperti itu? Mereka beberapa kali menolak tawaran kerja sama kita, sendirinya bekerja tidak becus!"
Mark dan Seung-Gi yang terkejut mendengar tanggapan Sehun kompak mengerjapkan mata. Keheningan menjeda selang beberapa saat sampai Mark menegakkan kembali duduknya.
"Hyung, apa aku tidak salah dengar?" Mark menggeleng berulang kali." Barusan kau membela Barbie Lily?"
"Siapa yang membelanya!" sanggah Sehun cepat lalu berlagak membetulkan kerah kemejanya. "Ini ... ini kritik profesional untuk agensinya sebagai sesama pengemban business development."
"Ah--Oh ... begitu rupanya ...." Mark meringis dan mengerling pada Seung-Gi yang mengangguk maklum dengan alis tertaut.
"Sudahlah, pikiran dia memang beda," bisik Seung-Gi menyikut Mark. "Anti-fans."
Sehun bisa mendengar jelas ucapan Seung-Gi, tetapi ia menahan diri untuk membantah. Ia tidak boleh membiarkan emosinya mengambil alih dan bicara sembarangan lagi.
"Kim Jin Hyuk dulunya seorang vokalis, ya?" Seung-Gi mengubah topik pembicaraan. "Dia memang tampan, sekarang pun masih berkharisma, tapi tetap saja--"
"Tetap saja tidak serasi!" Sehun serta merta menginterupsi. Ia menunjuk wajahnya sambil terus mengutuk Kim Jin Hyuk tanpa sadar. "Tampan? Hah, yang benar saja! Kantung matanya sudah keriput! Dia bahkan tidak berbakat sama sekali menjadi model! Kemampuannya payah!"
"Pa-payah?" Seung-Gi dan Mark ternganga. Baru kali ini mereka melihat Sehun sedemikian nyinyir.
Adapun Sehun yang sudah terlanjur berdiri dari duduknya lantaran merasa kesal hanya bisa mengutuk diri dalam hati. Kau sudah gila, Sehun!
"Hei, ada apa denganmu?" Seung-Gi bergidik. "Kau aneh sekali hari ini!"
Mark di sebalahnya langsung membekap mulut. "Hyung, apa jangan-jangan kau ...?"
Sial! Mereka pasti semakin curiga! Sehun membatin, menanti Mark melanjutkan kalimatnya dengan perasaan was-was.
"Kau punya masalah pribadi dengan Kim Jin Hyuk?"
Oke. Sehun benci dengan orang yang tidak bernalar, tetapi kesalahpahaman Mark kali ini patut diacungi jempol. Lagipula tebakan Mark tidak salah. Kim Jin Hyuk secara tidak langsung membuatkannya masalah.
"Kira-kira begitu." Sehun menggeser kursi lalu duduk dengan menumpukan sebelah kaki di atas lutut. "Sesi pemotretan dengannya beberapa bulan lalu tidak mendatangkan banyak omset, padahal manajernya banyak aturan ini-itu!"
Mark menanggapi dengan anggukan prihatin. Sementara Seung-Gi yang ikut mematut tiba-tiba menjentikkan jari.
"Aku hampir lupa!" Seung-Gi menatap Sehun. "Perihal kekasihmu! Bisa-bisanya kau menyembunyikannya dari kami!"
Baru saja Sehun merasa lega, pernyataan Seung-Gi kembali membuatnya mendesah.
"Hyung, sudah berala kali kukatakan, kami belum lama bertemu. Aku tidak mungkin memperkenalkannya pada kalian karena dia sangat sibuk," sergah Sehun mengarang bebas.
"Tapi dia menyempatkan diri datang ke perusahaan!" Mark menyengir semringah. "Sangat pengertian!"
"Hanya kebetulan ada keperluan. Dia tidak tahu apa-apa soal perusahaan," balas Sehun berusaha meruntuhkan asumsi Mark sebelum makin menjadi.
"Apa karena dia kau tidak ingin mencari wanita lain sebagai kekasih sementara?" Seung-Gi mulai berpekulasi. "Dasar perfeksionis! Kalau kau benar-benar punya kekasih, kau tidak perlu sampai pusing tujuh keliling menanggapi rumor gay itu! Setidaknya tunjukkan saja foto mesra kalian!"
Sehun tertawa sumbang. Seung-Gi memberi pukulan telak yang bisa mematahkan argumennya dengan mudah.
"Benar, Hyung!"
"Apanya yang benar?" Sehun mengangkat alis.
"Kalau kau tidak bisa memperkenalkan kekasihmu pada kami, setidaknya perlihatkan fotonya!" Mata Mark berbinar. "Aku sangat penasaran! Dia pasti sangat cantik, dari belakang saja sudah kelihatan cantik!"
Seung-Gi mengamini. "Ayolah, Sehun! Kau pasti punya fotonya. Paling tidak kau bisa tunjukkan profilnya pada kami!"
Bola mata Sehun bergulir resah. Kali ini ia mati kutu. Apalagi saat Seung-Gi berhasil merebut ponselnya dan mendesak agar ia membuka kunci. Beruntung, saat Sehun mulai terpojok oleh paksaan Seung-Gi dan Mark, sebuah nama muncul di layar panggilan.
Seung-Gi memicingkan mata sebelum mengembalikan ponsel Sehun dengan segera. "Dari sekertaris ayahmu."
Sekertaris ayah? Sehun menerima ponselnya dan menjawab panggilan tersebut. Gurat yang terpeta di keningnya membuat Seung-Gi dan Mark memilih bungkam.
"Theodore Lim?" Sehun menyebut nama seorang desainer terkenal Korea yang menetap di Paris beberapa tahun terakhir. Salah seorang mitra perusahannya.
"Ya. Dia kembali ke Korea untuk menghadiri peluncuran produk kosmetik. Ini kesempatan bagus untuk memperkuat relasi. Theodore Lim sejauh ini masih bersikap netral."
Sehun menyimak dengan saksama. Kerut di dahinya timbul-tenggelam, tetapi ia mengakhiri panggilan tersebut dengan satu anggukan mantap.
"Ada apa, Hyung?"
"Theodore Lim ada di Korea sekarang. Aku harus berbicara dengannya. Dia orang penting yang belum terhasut rumor." Sehun berujar sungguh-sungguh. "Dia menginap di hotel yang tidak jauh dari bandara Gimpo. Jadwalnya sangat padat jadi aku akan menyusul dan memesan kamar di sana untuk berjaga-jaga. Setengah jam waktu dengannya sangat berharga."
"Ide yang bagus!" dukung Mark.
"Hwaiting!" Seung-Gi ikut menimpali dan menepuk bahu Sehun.
"Terima kasih," tutur Sehun tulus. Perhatiannya kemudian terpusat pada alamat hotel yang dikirimkan sekertaris sang ayah.
📍Royal Spring Hotel Seoul, Gangseo-gu
🎬🎬🎬
Kenyang dengan cibiran netizen justru membuat perut Lily semakin keroncongan. Sudah lewat tengah hari dan ia masih bergelut dengan diri sendiri di dalam kamar. Young Mi memberi peringatan untuk tinggal di apartemen dan tidak membuka media sosial untuk sementara.
Keadaan di agensi sedang buruk-buruknya saat ini. Apalagi banyak di antara Fly's yang menutut kejelasan dari pengumuman pagi tadi. Namun, Lily tidak tahan untuk tidak membaca berita.
Hujatan demi hujatan memenuhi kolom komentar Lily. Impresinya meningkat sangat pesat, tetapi isinya berbanding terbalik dengan berbagai ungkapan manis yang selalu ia terima. Hanya dalam waktu sesingkat ini, dunianya benar-benar berubah.
Lily melempar ponselnya ke kasur dan merebahkan badan. Perutnya kembali berbunyi. Sayang, stok makanan di kulkas yang memang sering disortir Young Mi agar tidak berlebihan--kecuali air meniral dan susu--sudah mulai menipis.
Selama ini Lily tidak pernah memusingkan urusan makanan. Ada Ara yang selalu membantu mengurus segala keperluannya termasuk sarapan, makan siang, dan makan malam. Bila sedang bosan, kadang Lily memesan camilan online bersama Yohan.
Demikian pula saat kedua asistennya tersebut libur. Lily akan memesan makanan sepuasnya dan turun sendiri menemui sang kurir pengantar makanan dengan bermodal kaca mata dan masker. Akan tetapi, kali ini tidak ada pilihan lagi untuknya. Ia harus menghindari siapa pun. Apalagi ada OP yang menyebar informasi tentang lingkungan tempat tinggalnya.
Saat Lily membesarkan hati untuk merebus mi instan sebagai menu sarapan sekaligus makan siang, suara bel membuatnya berjengit kaget. Dengan degup jantung memburu, ia menghidupkan layar intercom. Rupanya seorang petugas yang membawa paket makanan.
"Tinggalkan saja di depan pintu. Terima kasih," seru Lily di depan mikrofon. Ia menunggu pelayan tersebut berlalu kemudian membuka pintu dan mengambil paket tersebut secepat kilat.
"Siapa yang memesan makanan?" Lily menarik memo yang terdapat di dalam bungkusan bento tersebut.
Makan yang banyak, Eonnie. Semangat!
"Ara ...." Lily menarik napasnya yang tersendat oleh rasa haru. Ara ternyata masih peduli padanya.
Lily membuka luch box yang dikirim Ara dengan mata berbinar. Sajian di sana dihabiskan dengan lahap. Ia harus mengumpulkan banyak energi agar kuat menghadapi kenyataan. Namun, saat makanannya baru habis setengah, ponsel di tempat tidur yang berdering membuat Lily menahan suapan. Langkahnya dipercepat begitu melihat profil Young Mi terpampang di layar.
"Lily, gawat! Ada yang membocorkan informasi apartemenmu. Para wartawan menuju ke sana sekarang!" Suara Young Mi terdengar sangat bergetar dan gugup.
Tubuh Lily menegang. Pandanganya mengarah ke pintu, membayangkan orang-orang mendobrak dan berhasil masuk ke dalam kamar yang menjadi tempat perlindungan satu-satunya saat ini. Tentu saja pihak apartemen tidak membiarkan mereka bertindak sejauh itu, tetapi tidak bisa dipungkiri bila tempat tinggalnya itu akan dikepung massa beberapa saat kemudian.
"A-aku harus bagaimana, Eonnie?" tanya Lily tergugu, antara takut dan syok.
"Kemasi barang-barangmu. Ada tempat aman yang bisa kau datangi sekarang, letaknya cukup jauh tetapi bisa menghindarkanmu dari para wartawan. Aku akan mengirimkan alamatnya, jangan buang-buang waktu."
"Baik, Eonnie! Terima kasih! Aku akan siap-siap sekarang!" Lily menutup telpon dan kalang-kabut mencari koper. Ia memasukkan pakaian dengan asal. Pikirannya luar biasa kacau, tangannya sampai gemetar saat menggeledah laci untuk mencari kunci mobil.
"Hotel?" Lily menekuk alisnya saat membaca alamat yang dikirim Young Mi, tetapi ia lekas berdiri dan mendorong koper. Di mana pun itu tidak masalah, selama ia bisa aman dari serbuan media. Tujuannya sekarang adalah Royal Spring Hotel di daerah Gangseo.
⚜⚜⚜
TBC
Perkara apa lagi yang akan terjadi saat Lily dan Sehun bertemu? See you next! 🤗😙😙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro