Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Aliya as Sari ³

Aliya menebalkan muka. Meski sudah pulang, dia harus bersikap tenang di hadapan bapaknya Sari.

Kini, satu keluarga berkumpul ingin mendengar penjelasan Sari yang hilang selama seminggu, entah ke mana perginya buatkan mereka semua runsing dan berencana untuk ke alam manusia.

Tapi siapa sangka Sari telah kembali sebelum mereka memecah masuk ke alam manusia. Namun kali ini bersama seorang pemuda tampan disisi.

"Siapa dia Sari?" Galang berpeluk tubuh. Belum sempat Sari mengenalkan, Hendra mencelah.

"Namaku Hendra, anak lelaki tetua di kampung seberang. Aku menemukan Sari di perkampungan manusia. Katanya dia tersesat ketika mencari herba di hutan." Jelas Hendra sedikit menokok tambah cerita melindungi Sari.

"Engkau tersesat Sari?" Ibunya, Dahlia sudah hendak nangis, namun Aliya cepat kesisinya untuk menenangkan wanita itu.

"Mustahil engkau sesat, bukankah kau lah yang paling arif dengan kampung ini Sari?" Galang syak sesuatu.

"Kadang kita juga ingin tahu. Makanya keluar dari kampung ingin tahu lebih dalam." Ucap Aliya bersirat rahsia.

Galang menggeleng kepala, dia bangkit dari duduk hendak keluar dari rumah.

"Bapak hendak ke mana?" Aliya berkerut hairan. Baru nak banggakan Hendra disisinya.

"Bapak ke rumah tok penghulu, Hendra ikut aku. Kita jelaskan situasi Sarinya selamat."

Hendra akur dan dia ikut Galang tanpa banyak soal.

Aliya mencebik. Kenapa Hendra jugak mesti kena rampas dari dia?

"Sari.." Panggil Dahlia.

"Iya mak." Lembut Aliya menyahut, dia memeluk wanita itu. Sudah lama dia ingin ibu, tidak sangka ianya menjadi kenyataan.

"Kamu sudah makan? Selama kamu tersesat kamu makan dengan benar?" Wajahnya disentuh si ibu. Aliya terasa dihargai. Meski dia hilang sekalipun, wanita itu tetap merinduinya.

"Iya mak, Sari makan dengan benar. Berkat Hendra menyelamatkan Sari, Sari cukup makan. Dia pemuda yang tahu masak." Aliya puji melambung, tersipu-sipu malu dia melihat wajah Dahlia berubah mengusik.

"Kamu jatuh hati padanya?" Tanya si ibu ingin tahu.

"Sebenarnya, Hendra kemari ingin merisik Sari." Luah Aliya mengejutkan Dahlia.

"Apa benar?"

"Iya, bagaimana mak? Dia lagi kacak dari Galang, tahu memasak, memburu dan baik orangnya. Selama Sari dengannya, Sari merasa selamat. Pengembaraan kami yang tidak panjang membuatkan Sari seperti dilindungi." Luah Aliya, dia terpesona dengan kebaikan Hendra ke atasnya.

"Iya? Makanya kamu tidak mahu melepaskan Hendra? Bagaimana dengan bapakmu?" Dahlia mengangkat kening. Sengaja buat anak daranya gelisah.

Sari tersenyum leret. Sedikit bangga.
"Hendra lelaki yang tahu menarik perhatian bapak. Dia licik."

.
.
.
.
.
.
.
.

Hendra hanya berdiam, hairan dengan tingkah Awang pandang dia atas bawah.

"Apa benar engkau menyelamatkan Sari?"

"Iya, kenapa?" Hendra mencium bau cemburu. Tapi bukankah lelaki ini sudah bertunangan?

Hendra setia menunggu Galang. Dia sudah menjelaskan situasi sebenar. Makanya dia pula disuruh tunggu di luar pula. Datang Awang ingin berkenalan dengannya.

"Apa benar engkau anak terua penghulu dari kampung seberang?"

Kali ini Hendra sekadar mengangguk.

"Apa be-"

"Kenapa engkau seakan menaruh curiga denganku? Sari itu bakal menjadi milikku. Engkau juga sudah bertunangan. Apa lagi yang engkau tidak puas hati?" Kali ini Hendra terus menyoal. Meskipun agak geram asyik dia dipersoalkan, kenapa perlu disiasat berlebihan?

"Sari itu, gediknya mengalahkan ulat bulu. Pasti merencanakan sesuatu sampaikan engkau jatuh suka." Awang menabur fitnah.

Setahu Hendra, Sari tidak pula guna ubat-ubatan atau guna wangian pengasih. Dia Sari hanya Sari.

"Setahuku, Sari orangnya baik, lurus dan cantik. Tidak pula aku tahu dia gedik seperti yang engkau katakan.." Luah Hendra benar. Walaupun pada pertama kali mereka berjumpa Sari seakan jatuh hati padanya. Tapi tetap menjaga batas antara mereka.

Awang berkerut, rumor mengatakan Sari berubah setelah sedar dari pengsan benar sama sekali. Sari sudah berhenti mengejarnya, sudah berhenti menanyai khabar, sudah berhenti memberi makanan bekal. Malah sudah berhenti mencintainya. Dia memang berubah. Entah kenapa Galang jadi rindu. Hatta tunangnya sendiri tidak memperlakukannya sedemikian, hanya menyorok malu seperti gadis lain.

"Sari, adakah dia pernah menyata suka pada engkau?"

"Tidak, tapi dia ingin aku menikahinya secepat mungkin." Hendra tersenyum, menang. Awang yang mendengarnya sudah berputus asa. Benarlah Sari betul-betul sudah berubah hati.

"Sepertinya anakku benar ingin menjadikan engkau suaminya." Muncul Galang bersama anak panah. Ada beberapa orang di belakangnya. Hendra tertarik.

"Iya, aku disini cuba untuk menemani kepuasan bakal bapa mertuaku sendiri." Jujur Hendra. Sari sudah meminta izin deminya untuk bermalam beberapa hari.

"Engkau dikatakan hebat memburu, mari kita ke hutan. Pak Rahmat serta teman-temannya ingin ikut. Awang, hendak ikut juga kah?"

Awang melangkah berani ke depan, dia mengangguk. Siapa je tak nak kalah dari Hendra.

.
.
.
.
.
.
.
.

Hampir kesemua mereka ternganga, beberapa rusa dewasa kini sudah terdampar mati dipanah oleh Hendra yang berlagak seperti biasa.

Kalau diberi sepuluh panah, sepuluh panah itu jugak tepat memanah rusa dewasa. Sungguh kali ini mereka mendapat hasil yang lumayan! Galang yang sebentar tadi sangat meremehkannya sudah menarik minat ke atas Hendra.

"Engkau hebat benar Hendra! Semua panah ku berikan tepat pada sasarannya!" Teruja Galang menepuk bahu Hendra.

"Tidak pak cik, Hendra hanya sudah terbiasa memburu." Akui Hendra tidak pula bangga.

"Bukan pak cik, mulai hari ini engkau panggil aku bapak, aku terima engkau jadi menantuku!"

Hendra tersenyum, dia berjaya memikat minat bapaknya Sari. Betul kata gadis itu, dia sekadar tunjuk keberhasilannya saja.

Manakala di situasi Awang, dia melihat anak rusa yang berjaya dipanahnya. Namun hanya seekor. Rahmat tersenyum serba salah.

"Engkau sudah melakukan yang terbaik."

"Dia mengambil semua buruanku bapak." Keras saja nada Awang tidak suka.

"Tetap saja engkau punya busur tidak kena pada sasaran."

"Bapak ini berpihak pada siapa?" Awang kecil hati. Riaknya sudah masam.

"Bapak cuma memberi engkau semangat." Rahmat serba salah.

"Hmm." Alihnya Awang tidak berkumpul dengan yang lain, pergi membawa diri. Pasti pulang dengan hati yang kecewa dengan diri sendiri.

Keesokan harinya, berita tentang Hendra menyebar di seluruh kampung. Kehadiran Hendra yang sangat sempurna segala segi menjadi idaman seluruh gadis-gadis di kampung tersebut. Awang jadi terancam. Posisinya seakan diambil alih. Dia tidak suka kehadiran Hendra namun dia harus bertahan. Katanya Hendra tidak lama lagi pulang. Waktu itu dia akan kembali berkuasa.

Hendra yang sedang menjala di tasik mendapat perhatian beberapa gadis yang duduk di jeti. Sengaja hendak melihat jauh susuk pemuda kacak tersebut.

"Ehem, ehem, orang itu sudah ada pemiliknya. Siapa saja berani merampas dariku?" Dingin dan tegas.

Gadis-gadis itu menoleh, tidak menyangka dengan kehadiran Sari, gadis kesukaan Hendra. Entah apa yang Sari lakukan sampai Hendra menyukai Sari.

Masam saja mereka pergi dari situ. Tidak mahu bertingkah dengan Sari yang mulutnya tajam seperti menyiat hati seseorang. Tunang Awang sudah terkena sebelum ini.

"Hendra!" Sari menjerit, memanggil Hendra.

Hendra yang berada di tengah tasik menoleh. Sayup seperti suara Sari. Tersenyum dia melihat Sari datang menghantar bekal seperti biasa. Hendra mendayung pulang ke jeti.

"Sari, engkau ini susah-susah menghantar makanan. Aku tentu saja balik ke rumah nanti." Hendra menggeleng kepala. Sari semakin hari semakin menyerupai bakal isteri yang prihatin ke atasnya. Perahu ditambat di tiang jeti.

"Tentu saja aku kemari. Tidak ingin aku melihat para gadis menggilaimu disini sedangkan aku pula rindu di rumah." Ucap Aliya berkias.

Hendra tersenyum. Faham sangat Sari cemburu.

"Makananmu tampak lezat." Hendra membaca doa makan sebelum menyantap makanannya. Aliya tersenyum saja dipuji.

Kalau bukan disebabkan ingatan Sari, pasti dia dah masukkan segala lipas dalam masakannya. Cukuplah Danny dan kawan-kawannya menjadi sejarah hitam kamus kehidupan sebelumnya.

"Hendra, hari ini bapak benarkan kita pulang ke rumahmu." Ujar Aliya tiba-tiba membuatkan Hendra yang tengah makan tersedak batuk. Cepat-cepat Hendra meminum air pemberian Aliya.

"Apa benar?"

"Iya, kita harus ikut rancangan asalmu. Bapak izinkan aku menikahimu disana."

Hendra tersenyum lebar.





Bersambung









Bahasa Melayu klasik

Busur = Anak panah
Bapak = ayah
Mak = ibu/ bonda
Herba = Sejenis tanaman yang sihat

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro