Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

89. Kumparan


Dehen, Deka, Puput, dan Jata berkumpul di ruang tengah saat sarapan. Setelah kematian Wina, mereka menjadi sadar bahwa penyerangan telah dimulai. Para makhluk Matang Kaladan itu ternyata tidak menunggu hingga bulan purnama merah datang.

"Kemarin itu pengalihan perhatian. Mereka sengaja menyerang mendadak secara bersamaan. Kalau yang satu gagal, serangan yang lain masih kemungkinan berhasil," kata Dehen seraya melirik Jata dengan tatapan tegas.

Jata salah tingkah ditatap seperti itu. "Saya tidak tahan berdiam diri melihat teman diserang."

"Saya tahu. Memang seperti itu maksud mereka. Membuat kamu keluar dari meditasi dan bergerak ke salah Asrul. Saya dibuat bergerak ke Wina dan sehingga tidak bisa mengawasi kamu. Dua makhluk yang dikirim ini adalah makhluk yang kuat.

"Mereka tahu jumlah kekuatan kita," keluh Jata.

"Dan mereka tahu kekuatanmu belum maksimal sehingga mudah terluka. Jangan diulangi lagi. Yang terbaik saat ini adalah segera membuat kepala naganya mencapai kepala. Bila sudah begitu, kamu bisa mengerahkan kekuatan di berbagai tempat sekaligus. Tidak seperti sekarang, hanya bisa bertempur di satu tempat saja," Dehen menjelaskan.

"Hmm, pasti mereka berusaha mencegah agar kepala naganya tidak mencapai kepalamu, Bang," timpal Deka.

"Ya. Seperti kita juga berusaha memperlambat mereka dengan menyelamatkan pasangan ke-99," imbuh Dehen.

"Mereka mulai mencari korban dari orang-orang terdekatmu, Bang," kata Deka.

"Pasti. Itu cara mudah untuk mengecoh perhatiannya," alasan Dehen. Lelaki itu menoleh dengan tatapan tajam ke Jata. "Dan sejauh ini mereka berhasil. Kamu terluka sehingga jadwal latihan kita tertunda."

Dehen belum selesai memberi wejangan. "Jadi satu-satunya cara untuk melindungi semua orang yang kamu sayang adalah dengan menyelesaikan pelatihanmu secepat mungkin. Dengan begitu kamu punya cukup kemampuan untuk melindungi mereka secara bersamaan."

Jata hanya bisa mengucapkan permintaan maaf kepada Dehen.

"Kira-kira siapa pasangan ke-99?" tanya Puput.

"Bisa jadi Dedi. Siapa orang yang dekat dengan Wina? Selama belum dimakamkan, masih ada kemungkinan orang yang menjalin asmara dengannya menjadi pasangan korban."

"Siapa, Ka?" tanya Puput ke Deka.

Deka dengan mencibir mengangkat bahu. "Aku bukan Tuhan, Put."

"Tapi yang kamu lakukan kemarin bagus banget," puji Dehen ke Deka. "Ternyata begitu cara menyelesaikan mereka, dengan membantu jiwa asal mencapai tempat yang seharusnya."

"Apa itu juga berlaku untuk pucuk pimpinan mereka?" tanya Jata.

"Siapa tahu, Bang. Tapi yang satu itu gelap banget," kata Deka. "Piyan bilang semua makhluk itu datang dari hutan belakang. Kalau boleh, aku mau ke sana besok pagi."

Jata mengangguk. "Tapi jangan membawa-bawa istriku."

"Loh, justru istrimu mau kujadikan tameng, Bang. Makhluk itu nggak mau melukai Puput karena dia hidangan utama."

Jata langsung memelotot dengan sangat marah. Bukannya takut, Deka malah terbahak-bahak.

"Dih! Mentang-mentang pengantin baru, posesifmu tingkat dewa, Bang!"

Jata malas menanggapi. Bukannya semakin mereda, Deka malah semakin terpancing untuk menggoda.

"Galak bener. Heran ya kok bisa dapat gadis Jawa?"

"Jata mengikuti jejak para Gubernur Kalteng," seloroh Dehen.

"Masa?" Deka keheranan.

"Kamu belum tahu, empat dari lima gubernur Kalteng yang asli orang Dayak, menikah dengan orang Jawa. Khususnya Jawa Tengah dan Jogja."

"Masa sih?"

"Gubernur yang sekarang istrinya orang Semarang loh, Put," timpal Jata.

Deka mencibir. "Terus bangga gitu, Bang, udah ngikutin jejak gubernur?"

Sepertinya hanya Deka yang bisa bercanda di saat genting. Barangkali bila tidak ada pemuda itu mereka semua akan menderita karena tegang.

"Sekarang, mari kita berbagi tugas. Deka mengawasi Asrul, saya mengawasi Jata," kata Dehen.

"Lalu siapa yang mengawasi Dedi dan Wina?' tanya Deka.

Dehen menggumam seperti berbicara kepada dirinya sendiri. "Kita kekurangan orang."

"Bang Jata kan sudah punya pengawas," celetuk Deka.

"Siapa?" tanya Jata

"Tuh, di sebelah piyan. Dia militan, loh, rela mati untuk piyan."

"Mana bisa?" sanggah Dehen.

"Bisa aja, Pak. Coba Bapak perhatikan baik-baik energinya Puput."

Dehen memandang Puput dengan saksama. Sejurus kemudian, ia menggeleng-geleng. "Saya tidak tahu energi apa itu. Nggak papa, kalau kepala naganya sudah naik melebihi pertengahan punggung, Jata bisa menjaga diri sendiri. Jadi sementara ini saya mengawasi Jata dan orang-orang di sekitar Wina."

Mereka terdiam beberapa saat hingga Deka membuka suara. "Bang, aku boleh lihat energimu?" pintanya kepada Jata.

Jata dan Dehen saling pandang. Dehen mengangguk memberikan persetujuan. Jata pun membuka kaus yang dikenakan. Tampaklah punggung kuning terang yang bersih. Di tengahnya terdapat gambaran berwarna biru kehitaman berbentuk naga yang meliuk dari tulang ekor hingga ke pertengahan punggung.

"Ini kekuatan naga." Dehen menunjuk gambaran yang kontras dengan kulit kuning Jata itu. "Kalau sudah tembus hingga ke ubun - ubun, dia bisa ke mana saja dan apa saja. Tepatnya jadi makhluk lintas dimensi."

Deka mengamati dengan teliti menggunakan mata batinnya. Ia terkaget. "Whoa! Semua cakramu terbuka dan aktif, Bang, kecuali satu cakra di tenggorokan dan dua cakra di kepala!"

"Ya, memang itu tujuan latihan," ujar Dehen seraya tersenyum simpul.

"Astaga, apa ini?" Mata Deka membelalak. "Kok ada pusaran energi di tulang ekormu? Cakra atau apa itu?"

Dehen tertawa. "Itu bukan cakra. Itu sumber energi dahsyat yang diberikan sejak kita lahir. Bentuknya kumparan energi yang belum aktif karena tertutup kapsul atau simpul. Kalau kapsulnya dipecah, dia akan menyembur ke atas, ke semua cakra dan tembus ke ubun-ubun."

"Setelah tembus ubun-ubun lalu ke mana lagi?"

Dehen tersenyum simpul. "Pernah dengar tentang menyatunya mikrokosmos dan makrokosmos?"

Deka mengerutkan kening. Tak lama kemudian mata itu kembali terbelalak. "Jadi itu bukan sekadar konsep, Pak? Bukan cuma kata-kata mutiara atau perumpamaan dari para leluhur?"

Dehen menggeleng. "Bukan. Kamu sudah melihat sendiri wujud aslinya. Menurutmu, itu benar – benar nyata atau konsep belaka?"

Deka mengangguk-angguk dengan hati yang masih terkagum.

Dehen melanjutkan, "Energi dari kumparan di bawah ini akan keluar melalui ubun-ubun untuk menyatu dengan energi alam semesta. Kalau energi manusia sudah menyatu dengan semesta, dia bisa apa saja."

"Hah? Pergi ke galaksi lain bisakah? Ketemu UFO misalnya?" Deka terbahak karena merasa perkataan Dehen terlalu mengada - ada."

Seperti biasa, Dehen hanya menanggapi dengan tersenyum.

"Kamu akan tahu sendiri nanti," sahut Jata dengan menirukan kalimat yang biasa diucapkan Dehen sehingga membuat lelaki itu terbahak.

"Untuk apa kita mempunyai hal-hal seperti itu?" tanya Deka, kali ini dengan mimik serius.

"Hal – hal apa?"

"Yah, semua energi dan cakra itu. Kenapa energi itu diciptakan dalam kondisi tidak aktif dan harus diaktifkan? Jangan – jangan memang seharusnya tidak boleh diaktifkan," sanggah Deka.

Dehen mengerjap saja. Ia tidak menyangka akan mendapat pertanyaan aneh seperti itu. "Setahu saya, manusia memang diciptakan seperti itu. Masa yang sudah diberikan dengan cuma -cuma tidak dimanfaatkan? Kalau kumparan itu diaktifkan, dan energinya bisa disatukan dengan energi semesta, orang bisa menjadi sangat sakti. Nah untuk apa dibuat aturan seperti itu, saya tidak tahu. Mungkin kamu bisa bertanya langsung pada Penciptanya."

"Bisa juga piyan bercanda." Deka terbahak sejenak untuk kemudian bertanya lagi. "Jadi gunanya untuk kesaktian, Pak?" Nalurinya tersentuh sesuatu yang aneh. Ia merasa ada yang salah dalam hal ini, tapi tidak tahu apa.

"Yang saya tahu selama ini memang untuk itu," jawab Dehen.

Tiba-tiba Deka merasa pusing. Semua informasi itu membuat dirinya limbung.


☆Bersambung☆

Buat yang nggak sabar nungguin apdetan, langsung cuuus aja ke Dreame/Innovel. Cerita ini udah tamat di sana. Sobat bisa memanfaatkan koin gratis di aplikasi itu.

Selamat maraton!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro