Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

53




= Selamat Membaca =

***********************




















Sore ini Beby mengemudikan mobil nya menuju ke kantor Shani, ia harus segera membahas hal yang terjadi antara dirinya dengan Okta kemarin. Beby merasa sudah berdosa karena telah berencana membantu okta untuk berbuat jahat pada shani, dan sebagai penebusan Dosa nya, ia harus segera bertemu Shani, meminta maaf sambil mencari jalan keluar untuk masalah ini.

Mobil Beby berhenti di parkiran Khusus, segera ia berjalan menuju lift, menekan tombol angka di mana ruangan Shani berada.

Dengan diantar Farah asisten Shani, kini Beby sudah berada di ruangan Shani. Beby menaikkan sebelah alis nya saat melihat Gracia yang sedang sibuk di depan Laptop di Meja Shani. Sementara Shani yang duduk di samping Gracia juga sibuk menatap Monitor nya.

"Duduk beb!" Titah Shani membuat Beby mengangguk, segera ia duduk di sofa sementara Farah sudah keluar dari ruangan Shani.

"Sebentar ya" ucap Shani lalu merapikan beberapa dokumen di hadapan nya.

"Santai aja kak" jawab Beby "loe tumben disini juga Gre?" Tanya Beby.

Yang ditanya malah Asyk dengan apa yang di tampilkan di layar laptop nya, sama sekali tidak menyadari kehadiran beby.

"Sayang di tanya beby" ucap Shani Sambil menarik pipi Gracia.

"aww" teriak Gracia lalu mengalihkan pandangan nya pada Beby "eh ada beby, udah lama?" Tanya Gracia basa basi sambil menunjukkan cengiran nya.

"Belum kok baru aja duduk"

Gracia mengangguk "sorry ya gak ngeuh, lagi fokus nih. Penting banget soalnya"

Beby tersenyum memaklumi, ia sadar betul bahwa sekarang Gracia tengah menghandle Hotel milik Beby dan Shani, sehingga ia sangat mengerti jika banyak hal penting yang harus Gracia urus. Apalagi jika Gracia sudah berada di ruangan Shani, tidak menutup kemungkinan bahwa banyak hal-hal lain yang ia kerjakan juga disini.

Beby ingin sekali mengacungi 4 jempol untuk memuji ketekunan dan kemampuan Gracia saat ini.

Sementara Shani hanya tertawa dalam hati saat melihat ekspresi Beby, Shani tau betul jika Beby pasti berfikir bahwa Gracia sedang mengerjakan sesuatu yang penting dan berkaitan dengan pekerjaan.

Padahal yang kekasih nya lihat dan lakukan sejak tadi, dan dia anggap sangat penting itu adalah Kegiatan Video Call dengan Oshi kesayangan nya. Gracia sedang melihat sesi mana saja yang belum sold out, dan sudah pasti akan dia beli semua tiket nya nanti.

Shani sempat diberitahu dan dijelaskan oleh Gracia mengenai point yang harus ia beli, dan akan digunakan untuk Video Call tersebut. Shani sempat mengintip jumlah point yang tertera milik kekasihnya itu, hal itu sukses membuat Shani membulatkan mata, bahkan dirinya hanya bisa mengelus dada sambil berkata dalam hati..
"Jadi kartu kredit gue di bobol 5juta cuma buat beli point"

Tanpa ingin mengganggu aktifitas kekasih tercinta, Shani segera beranjak dari duduk nya, mengelus sekilas kepala Gracia lalu menghampiri Beby dan duduk di sofa tak jauh dari beby.

"Jadi apa yang mau di bahas?" ucap Shani tanpa basa-basi.

"Ini masalah okta kak" jawab Beby, langsung membuat Gracia menutup laptopnya karena kegiatan nya sudah selesai. Gracia tersenyum puas saat mengingat tanggal dan sesi berapa ia akan berbincang dengan oshi nya. Hal tersebut juga sudah ia catat di agenda khusus milik nya, bahkan sudah ia tulis di alarm Hp nya.

Sesederhana itu memang kebahagiaan Shania Gracia.

Gracia segera duduk di samping Shani, menyimak obrolan yang sepertinya harus ia perhatikan dengan seksama.

"Sebelum nya gue mau minta maaf sama kalian, karena gue ngerasa jahat banget udah pernah bantuin Vienny juga Okta buat jauhin kalian. Karena jujur gue cuma mau bantu sahabat gue aja, dan bodoh nya gue percaya gitu aja sama omongan dia"
Kalimat Beby di simak secara seksama oleh Shani dan gracia. Mereka bisa merasakan bagaimana penyesalan Beby saat ini.

"Gue udah nanya Anin tentang masalah yang pernah terjadi sama kalian bertiga. Gue juga langsung nemuin Okta. Gue...

Beby menjelas kan semua hal yang ia bicarakan dengan Okta, tanpa ada yang di tutupi sama sekali. Beberapa kali Gracia terlihat tersentak kaget karena ucapan Beby, sementara Shani hanya menyimak tanpa Ekspresi.

"Jadi gitu... dan yang paling gue kaget adalah..

Beby menggantungkan kalimat nya, menatap sekilas pada Shani dan Gracia

"Dia berencana bunuh kak Shani dengan menyewa pembunuh bayaran"

Gracia menatap tak percaya, sungguh ini diluar dugaan nya. Kenapa kakak kelas nya itu bisa menyimpan dendam sedalam itu pada Shani, dan malah berniat sejahat itu.

"Kapan dia bakal lakuin rencana nya?" Tanya Shani, membuat beby menggeleng.

"Rencana awalnya, pas acara pertunangan gue di hotel. Tapi karena dia ngerasa bakal susah karena ada Gracia, makanya dia saranin acara pertunangan gue pindah ke rumah gue. Dan gue gak tau rencana dia nantinya gimana, yang jelas kita harus waspada kak"

Shani mengangguk paham, sejenak ia berfikir mencari jalan keluar terbaik yang harus ia ambil. Ini bukan lagi masalah yang kecil, karena Shani tau bahwa keselamatan nya dan Gracia terancam saat ini.

"Acara loe lusa kan?" Tanya Shani membuat Beby mengangguk "setidaknya kita masih bisa cari jalan keluar terbaik" ucap Shani yang disetujui oleh Beby.

"jadi kita mesti gimana sekarang?" tanya Gracia, setidak nya ia harus berpartisipasi dalam obrolan ini.

"kamu jangan jauh-jauh dari aku" jawab Shani cepat, sukses membuat Gracia mengulum senyum nya. Shani lalu kembali menatap Beby "menurut loe apa mungkin Okta bakal lanjutin rencana nya dirumah loe?" tanya Shani

"kemungkinan nya kecil kak" jawab Beby tak yakin  "karena dia udah tau kalo aku ada di pihak kak Shani" lanjutnya.

Shani mengangguk, kemudian mereka membahas beberapa kemungkinan yang bisa saja terjadi dan tentu saja hal tersebut membuat mereka harus lebih waspada.

Malam datang menjelang, mereka masih asyk berbincang, seolah lupa bahwa segala sesuatu bisa saja terjadi tanpa di duga.

Beby yang sejak tadi mulai tak enak hati, kini mulai bersiap untuk pamit. Niat nya untuk bangkit ia urungkan saat merasakan getaran di ponsel nya.

"Bentar kak, Anin telp" ucap Beby lalu menggeser Icon hijau nya.

"Hallo sayang" sapa Beby

"Bebyy" ucap Anin lirih membuat Beby heran

"Kamu kenapa sayang?" Tanya Beby

"Beby hikss" ucap Anin di sertai isakan yang langsung membuat beby panik seketika "Beb-

"Kalo loe mau pacar loe gak lecet sedikitpun, loe dateng ke rumah dia sendirian!"

Tuut..

Beby menegang di tempat nya, saat mendengar suara okta yang menyela ucapan Anin barusan. Ia juga baru ingat jika di rumah kekasih nya hanya ada dia seorang, karena orang tua nya pergi keluar kota.

Beby merutuki kebodohan nya, bisa-bisa nya ia lebih menghawatirkan Shani dan Gracia sementara Anin tidak ia prioritaskan. Harus nya Beby sadar jika Okta sekarang membenci Beby juga, dan otomatis Anin juga harus ia lindungi.

Bodoh kamu Beby.

"Okta di rumah Anin kak" ucap Beby yang membuat Shani dan Gracia kaget "dia nyuruh gue ke rumah Anin sendirian" lanjutnya membuat Shani langsung angkat bicara.

"Loe balik sekarang, jangan panik. Gue nyusul loe di belakang" ucap shani

"Tapi kak dia nyuruh gue sendirian, nanti kalo Anin kenapa-kenapa gimana?" Tanya Beby khawatir

"Percaya sama gue, loe hati-hati nyetir nya"
Ucap Shani membuat beby langsung berdiri.

"Beb" panggil Shani, membuat beby langsung menoleh "Hubungin papa mama nya Okta, kita bakal butuh bantuan mereka"

"Iya kak" jawab beby lalu keluar dari ruangan Shani.

"Kamu pulang ke rumah papa Harlan ya" ucap Shani pada Gracia

"Gak!! Aku mau ikut"

Shani menggenggam kedua tangan Gracia, mencoba memberi pengertian pada kekasih nya "ini cukup bahaya, aku gak mau kamu kenapa-kenapa"

Gracia menggeleng "aku ikut pokoknya"

Shani menghela nafas dalam, lalu menghembuskan nya "oke, tapi inget, kamu harus denger apapun yang aku katakan" ucap Shani membuat Gracia mengangguk.

Shani mengambil Hp nya, segera ia mencari kontak Seseorang lalu menghubunginya.

"Hallo" sapa Shani

"Iya Non, bisa saya bantu?" Tanya seseorang yang Shani hubungi.

"Tolong kirim 10 orang ke alamat yang Saya kirim. Dan pastikan mereka orang-orang terbaik" ucap Shani pada anak buah kepercayaan nya.

"Oke siap Non" jawab nya

Tuutt

Shani menyimpan hp nya di saku, lalu segera keluar dari ruangan nya bersama Gracia.

__



Beby mengemudikan mobil nya dengan kecepatan tinggi, beberapa kali ia mengumpat dalam hati karena kecerobohan nya ini. Harus nya ia menjemput Anin dulu sebelum bertemu Shani, dan harus nya ia tidak membiarkan kekasih nya itu sendirian di rumah.

Beberapa kali ia mengumpat, memukul kemudinya bahkan membenturkan kening nya ke kemudi sebagai bentuk kekesalan nya. Namun segera ia menguasai diri agar tidak panik dan malah menambah masalah nanti nya.

Sejenak Beby berfikir, bagaimana bisa Okta masuk ke rumah Anin sementara ada penjaga yang seharusnya membatasi siapa saja yang masuk. Beby tidak boleh meremehkan okta sepertinya.

Shani mengemudikan mobil nya dengan kecepatan tak kalah tinggi, segera ia menyusul beby sambil memberi instruksi pada anak buah nya yang sudah ia tugas kan untuk merapat ke rumah Anin.

Sementara Gracia sesekali memejamkan mata sambil berdoa dalam hati, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan selama perjalanan dan tentunya berdoa untuk keselamatan Anin.

"Ya Tuhan selamatkan kami, hamba belum Vc sama Oshi" batin Gracia

Perjalan cukup memakan waktu, kini beby sudah tiba di depan gerbang rumah Anin. Ia melihat pintu gerbang terbuka, segera ia masuk lalu menghentikan mobil nya di halaman rumah.

Beby bergegas masuk ke rumah yang pintu nya setengah terbuka, ia dibuat kaget saat melihat kekasinya duduk di sofa. Kepalanya menunduk, namun beby tau bahwa kekasih nya itu sedang menangis ketakutan.

Sementara Okta yang duduk di samping Anin, kini menatap remeh pada Beby.

"Diam disitu!" Ucap Okta saat melihat beby berjalan ke arah nya "Selamat datang sahabat ku" lanjutnya sambil menyunggingkan senyum licik nya.

"Beby hikss" lirih Anin sambil terisak, menatap Beby dengan tatapan takut.

"Kamu tenang ya sayang, ada aku" ucap Beby berusaha memberi ketenangan pada Anin "Jangan berani macam-macam ta" ucap Beby sambil menatap tajam okta, kedua mata nya teralih pada sesuatu yang di pegang okta.

"Satu macem aja beb, gue mau loe tetep bantuin gue buat hancurin Shani" ucap Okta sambil memainkan Pistol yang di pegang nya.

Beby menggeleng "gak ta! Gak akan. Loe udah keterlaluan"

Okta terkekeh "loe gak mau kan kesayangan loe ini pulang duluan?" Ucap Okta sambil menodongkan pistol nya ke kepala Anin. Sukses membuat beby panik di tempat nya. Sementara tubuh Anin kini semakin gemetar, merasakan ketakutan yang luar biasa.

"Oke okee! Jangan sakitin Anin" ucap Beby berusaha membujuk okta, sambil menunggu kedatangan Shani.

"Gitu dong, loe kan sahabat gue" jawab okta lalu berdiri dari duduk nya.

Tak lama Shani dan Gracia datang disusul dengan Papa mama Okta yang mengekor di belakang Shani. Hal itu sukses membuat okta menegang sejenak.

"Cih!! Pengecut" umpat Okta "loe gak dengerin perintah gue beb!" Lanjut Okta yang tak menyangka jika Beby akan menghubungi orang-orang di hadapan nya ini.

"Kamu apa-apaan hah?" Suara bariton pria paruh baya memecah suasana "Bisa gak kamu gak malu-maluin keluarga?" Lanjutnya sambil berkacak pinggang, seolah tak peduli ada nyawa yang bisa saja melayang akibat kalimat nya barusan.

Okta malah terkekeh, sedikit pun tak ada rasa takut atau gentar melihat papa nya yang kini tengah menatap nya dengan murka "Bukan nya sejak kecil saya sudah biasa bikin malu?" Tanya nya yang seolah menantang sang papa "toh apapun yang saya lakukan tetap saja salah kan di mata Anda, Tuan Mahesa yang terhormat" lanjutnya membuat sang papa menunjuk okta dengan telunjuk nya.

"Kamu sudah berani kurang ajar sama papa hah?"

Kembali okta terkekeh, seolah sebuah kalimat penuh amarah itu hanya gurauan lucu di telinga nya "Papa?" Tanya nya "Sejak kapan anda menganggap saya anak anda?" Lanjut okta, kini konsentrasi nya mulai terpecah.

Sungguh ini diluar dugaan nya. Niat Okta ingin mengancam Beby lewat Anin, supaya kembali berada di pihak nya, namun ternyata malah papa mama nya ikut datang dan merusak rencana Okta.

"Apa maksud kamu hah?" Lagi teriakan itu menggema. Sementara orang-orang di sekeliling nya hanya bisa menyimak Saja, berharap dengan cemas tanpa bisa berbuat apa-apa.

"Apakah anda ingat kapan terakhir kali menyebut diri anda dengan sebutan papa?" Tanya okta sambil menaikkan sebelah alis nya "sudah lupa, kan? Dan saya yakin kata 'papa' barusan hanya untuk pencitraan saja" lanjut okta, kalimat nya barusan memancing amarah Mahesa menjadi lebih membara.

Mahesa diam sejenak, nafas nya kian memburu menahan emosi yang semakin menguasai diri "Jangan macam-macam kamu!" ancam Mahesa namun tak membuat okta takut sedikit pun.

"Satu macam saja, aku ingin manusia itu lenyap dari dunia" ucap okta Sambil menunjuk Shani dengan pistol yang di pegang nya, sontak membuat mereka terkesiap. Kecuali Shani yang masih tenang membaca situasi, sambil menggeser tubuh nya ke depan gracia, menarik tangan kekasihnya untuk berlindung di belakang nya. Gracia langsung mencengkram baju belakang Shani, sambil menempelkan kening nya di punggung Shani.

"Aku gak tau apa yang membuat Tuan Mahesa begitu mengidolakan seorang Shani indira" okta menggerakkan tangan nya, memutar-mutar pistol yang dipegang nya. Lalu menatap tajam Mahesa "Apa istimewa nya dia hah?!!" Bentak nya membuat Mahesa mengerjap sebentar.

"Dari aku kecil, papa gak pernah perlakukan aku selayaknya anak. Papa ingat kan, semenjak aku masih disekolah dasar, papa selalu membandingkan aku dengan dia" okta kembali menunjuk Shani dengan pistol nya, segera ia turunkan kembali saat ia melanjutkan kalimat nya "papa selalu bilang, Lihat anak nya Natio, dia hebat, pintar, selalu menjadi juara umum. Sementara papa gak pernah sekali pun menghargai usaha aku, Padahal aku sudah mati-matian belajar untuk mendapat hasil yang maksimal. Tapi apa hasil nya? Tetap saja papa selalu memuja dia kan?"

Okta menghela nafas nya, dada nya sesak membayangkan kilasan-kilasan masa lalu yang membuat nya tumbuh menjadi seorang pembenci, benci pada satu nama yang selalu ia dengar namanya dari bibir sang papa.

"Apa salah, jika okta suka seni pah? Apa salah jika okta menggeluti bidang yang okta kuasai?" Kalimat okta semakin lirih. Membuat tatapan Mahesa yang sejak tadi tajam, perlahan melunak.

"Apa salah okta suka musik? Okta suka melukis? Apa itu semua salah pah?" Tanya okta namun tak memberi kesempatan sang papa untuk menjawab "padahal papa tau, jika bakat itu Tuhan yang memberikan. Tapi kenapa papa selalu menuntut aku untuk mahir berbisnis, kenapa papa selalu menuntut aku UNTUK SEPERTI DIA PAH!?" Suara okta meninggi diakhir kalimat, menggema di seluruh ruangan yang hening sejak tadi. Hanya deru nafas saling bersautan, di dominasi deru nafas okta yang semakin memburu karena emosi.

"JAWAB OKTA PAH!!"

Yang di bentak hanya diam sambil mengepal tangan nya erat, merasakan sesuatu tak kasat mata yang kini seolah menampar nya habis-habisan. Ini kah hasil didikan nya selama ini ?

Tunggu, mendidik? Bukan kah Mahesa hanya mementingkan pekerjaan nya saja? Sesekali pulang ke rumah lalu membentak okta yang selalu saja sibuk dengan alat musik nya? Memarahi Okta yang selalu fokus pada alat lukis nya, dan Selalu membandingkan anak bungsu nya ini dengan Shani indira.

Tapi bukan kah sebagai seorang ayah, Mahesa ingin yang terbaik untuk anak nya, ingin anak nya sukses untuk masa depan nya?.

Apakah yang dilakukan nya selama ini salah?.

Perlahan cairan bening mencul dari sudut mata okta, hingga mengalir di pipi nya.
"Papa selalu bilang okta gak tau diri, gak tau di untung, bahkan tak jarang papa bilang jika papa menyesal membesarkan okta" okta menghapus kasar air mata nya, kalimat lirih yang di ucap kan nya, kian meremas hati Mahesa, yang kini menatap penuh sesal pada anak bungsu nya "apa papa pernah bayangkan bagaimana hancur nya hati okta saat mendengar hal itu? Apa pernah papa mikir bagaimana kondisi mental okta, Hingga okta tumbuh menjadi pembenci seperti ini?"

Okta menunduk sejenak, menghapus beberapa kali air mata yang mengalir tanpa henti "kalo okta bisa memilih pah, okta juga gak mau lahir di keluarga papa" okta tersenyum miris, menertawakan takdir hidup nya yang selalu pedih seperti ini "okta lebih memilih lahir dari keluarga biasa, bahkan okta lebih memilih jadi pengamen saja dari pada seumur hidup harus dibandingkan dengan dia" okta menatap Shani dengan penuh benci, lalu kembali menatap Mahesa.

"Sayang, dengerin mama" ucap mama Okta yang sejak tadi sudah berlinang air mata "mama sayang sama kamu, tolong jangan lakuin hal-hal yang akan menyakiti diri kamu sendiri sayang"

Kalimat dari sang mama bagai angin lalu bagi okta, semua rasa sakit, marah, benci dan kecewa sudah membutakan nurani nya. Berapa puluh kalimat pun dari sang mama, tak akan mampu menyembuhkan luka yang terlanjur menganga.
"Okta juga sayang mama" ucap nya di iringi senyum yang dipaksakan "tapi mama tau kan, kalo rasa sakit okta lebih besar dari apapun di dunia?" Tanya nya tak mengharap jawab.

"Okta tau jika mama selalu menuruti papa, mama selalu menutupi semua kesalahan papa. Dan mama selalu bilang kalo papa melakukan semua ini karena papa sayang sama okta" okta menghela nafas sejenak, sesak ini terlalu menyakitkan. Suara nya hampir saja tercekat jika ia tidak memaksa sekuat tenaga untuk tetap mengeluarkan suara penuh kesakitan nya "Tapi mama lupa jika anak mama ini semakin hari semakin dewasa ma, okta sudah bisa menilai tentang kehidupan seperti apa yang kalian ajarkan untuk okta"

Okta menatap Anin yang sejak tadi sesenggukan sambil ketakutan, ia menunduk tak berani menatap apapun di sekitarnya.
"Loe tau nin, beby yang sahabat gue aja ternyata lebih belain loe dibanding gue. Dan seseorang yang gue kagumi, gue cintai sepenuh hati bahkan lebih memilih dia. Loe seneng kan nin? Loe juga mau ngetawain gue kan?" Tanya okta dengan nada datar namun terkesan penuh ancaman. "LOE PUAS KAN NGETAWAIN GUE HAH!?" Okta menempelkan ujung pistol nya di kepala Anin disambut dengan teriakan dari Beby "Jangan sakitin Anin ta!!"

Tubuh anin gemetar hebat, sungguh jika memang ia harus mati saat ini. Setidak nya ia ingin mati setelah bertunangan dengan Beby, ia ingin merasakan dulu kebahagiaan yang ia idam-idam kan bersama kekasih nya, bahkan ia sudah menunggu momen itu sejak lama.

Okta menatap beby dengan tajam "lalu siapa yang harus gue sakiti beb?" Tanya okta lirih "loe lebih belain dia" pistol okta menunjuk Anin kembali "papa aja lebih belain dia, Gracia lebih milih dia" kini pistol tersebut diarahkan pada Shani "Lalu siapa yang boleh gue sakitin beby? JAWAB!!!"

Beby melangkah maju perlahan, mengikis jarak saat okta sedang menundukkan kepala "DIAM DISITU BEBY!!" Okta mendongak, menyadari langkah beby yang mendekat.

"Please ta, loe sakitin aja gue asal jangan Anin ta. Dia ga salah apa-apa" mohon beby

"Cih!! Belain aja terus dia, kenapa gak ada yang belain gue hah?"

"Sayang mama mohon, jangan seperti ini. Mama-

"MAMA DIAM!!"

okta semakin murka, matanya semakin memerah menatap marah pada sekeliling nya.

Mahesa memberanikan diri angkat suara, sekalipun ia tidak yakin bahwa okta akan mendengar nya "Okta papa minta maaf nak, papa gak pernah maksud untuk membuat kamu seperti ini"

Okta tertawa miris "papa gak usah cape-cape minta maaf, karena semua maaf papa udah gak berlaku" okta menundukkan kepala nya, entah ia sudah lelah dengan semua rasa sakit nya, atau ia muak menatap Mahesa dan orang-orang di sekeliingnya.

"Okta cape pah, okta udah gak mau lagi protes. Okta udah gak sanggup nahan semua nya pah. Okta capee" tubuh okta bergetar hebat, jiwa nya seolah terguncang oleh semua hal yang dialami nya selama ini "Oktaa pengen pulang" ucap nya dengan lirih.

Kepala okta mendongak, memaksakan senyum nya pada Mahesa lalu menatap pada mama nya "maa..mama tau kan okta selalu sayang sama mama" sang mama mengangguk, entah berapa banyak air mata yang keluar dari mata sang mama "mama tau kan kalo seumur hidup okta, cuma mama satu-satu nya orang yang okta sayangi selain Gracia" lanjutnya lalu menatap Gracia yang sejak tadi berdiri di belakang Shani "bahkan Gracia pun gak mau ngeliat ke arah okta ma, sama kaya papa yang selalu membuang pandangan nya, seolah muak bahkan hanya untuk sekedar menatap okta"

Pandangan okta menatap lekat Gracia, berharap ia mau menatap nya walau sedetik saja "Gracia.. Mencintai dalam diam itu sakit, jangan kan untuk mengatakan aku mencintai kamu, bertemu dengan mu saja aku malu. Karena katanya aku tak sebanding dengan orang yang berada di hadapan kamu"

Hati Gracia tersentak, ia bisa merasakan kesakitan di setiap kalimat yang okta lontarkan. Ia menggeser tubuhnya lalu menatap okta.

"Pertama kali aku bisa dekat dengan kamu saja aku bingung harus bersikap seperti apa" okta tersenyum tulus ke arah Gracia, menatap mata Gracia dengan lekat "saat pertama kali kita bertatap muka, harus nya aku bilang Aku mencintai kamu, tapi bodohnya aku malah membuat kamu benci sama aku" lanjutnya sambil tetap mempertahankan senyum nya.

"Ini sakiittt Graciaaa"

"Kak Oktaaa..." Suara Gracia menyapu indra pendengaran Okta, untuk pertama kali nya ia mendengar namanya di panggil selembut ini "kaka mau dengerin aku kan?" Tanya Gracia membuat okta mengangguk antusias sambil mengusap air mata nya.

"Aku pasti dengerin Gracia.. aku bakal denger apapun yang kamu katakan" jawab okta lemah.

"Kaka sayang sama aku?" Tanya Gracia lembut membuat Shani menatap tak terima kearah Gracia. Gracia segera mengusap sekilas punggung tangan Shani, menatap mata Shani dan berusaha berbicara lewat tatapan nya bahwa ia akan baik-baik saja.

Gracia maju selangkah "kakak sayang kan sama aku?" Tanya Gracia sekali lagi.

Okta mengangguk pasti, air mata nya semakin mengalir deras saat ia melihat Gracia tersenyum untuk nya. Pertama kali dalam hidup okta, ia merasa sebahagia ini.

"Aku sayang kamu Gracia,. Aku cinta kamu"

Gracia semakin mengikis jarak, membuat Shani ikut melangkah. Ia tak mau kekasih nya gegabah dan malah terjadi sesuatu yang buruk padanya.

"Stop Gracia!!" Titah okta sambil menodongkan pistol nya. Sontak membuat Gracia mundur selangkah dengan punggung yang menabrak tubuh Shani.

"Okee aku berenti" ucap Gracia kaget dan hati-hati "kalo kakak sayang sama aku, kamu bisa lepasin Anin kan demi aku?" Mohon Gracia membuat Okta diam lalu menatap Anin sekilas.

Semua yang berada disana berharap cemas, beberapa diantaranya berdoa agar Gracia bisa membujuk okta.

Okta menggeleng "enggak, gue tau loe cuma ngalihin perhatian gue aja" okta kembali menatap tajam ke sekeliling nya. Tatapan nya kembali jatuh pada Mahesa.

Okta menghela nafas sejenak, mata nya terpejam seraya menunduk sejenak. "Kalian benar" ucapnya sambil mendongak "dia gak salah apa-apa" tunjuk nya pada Anin.

"Yang salah disini cuma gue, kenapa gue mesti lahir di dunia ini. Kenapa gue mesti lahir menjadi manusia yang gak berguna, kenapa gue mesti ada diantara kalian semua. Gue yang salah, gue yang pantes tersakiti, dan gue pantes menanggung semua nya" okta maju satu langkah "TAPI INI SEMUA GARA-GARA LOE INDIRA!!" teriak nya sambil menodongkan pistol nya, membuat Shani kembali menarik Gracia ke belakang tubuh nya.

"Gue benci saat papa nyuruh gue satu sekolah, satu kelas bahkan papa nyuruh gue temenan sama loe. Semua udah gue lakuin, berharap papa bisa memperlakukan gue lebih baik. Tapi nyatanya enggak kan Shan?"

Shani tak tau harus berkata apa, bahkan ia baru tau jika kehidupan okta semenyedihkan ini. Dulu saat satu sekolah dengan nya, okta tidak pernah menunjukkan gelagat apapun. Berteman layak nya teman, tanpa pernah memberi tahu bahwa hidup nya penuh tekanan.

"Pistol ini isinya cuma 1 peluru pah" okta tersenyum miris menatap Mahesa "papa mau aku atau Shani yang mati?" Tanya okta.

Mahesa menegang ditempat nya, ini bukan sesuatu yang layak di jadikan pilihan. Jika boleh memilih pilihan lain, ia ingin memeluk anak bungsu nya itu. Meminta maaf untuk semua kesalahan nya sejak dulu.

Mahesa memaki dirinya sendiri, merutuki kebodohan nya selama ini. Ia sadar bahwa sikap nya selama ini salah, dan jika boleh meminta, ia ingin mendapat kesempatan kedua dari anak bungsu nya, okta.

"Jangan nak, papa minta maaf. Papa tau papa terlambat. Tapi sungguh papa menyesal nak, maafin papa"

"Ck!!! Okta gak peduli papa mau ngomong apa, bukankah okta sudah dapat predikat pembangkang sejak dulu? Jadi, apa salah okta bersikap seperti ini sekarang?"

Shani maju satu langkah "loe mau gue kan?" Tantang Shani membuat okta menoleh cepat "urusan loe sama gue, jadi lepasin Anin"

Okta tertawa "akhirnya loe ngomong juga shan, gue kira loe bisu"

"Lepasin Anin, silahkan loe bunuh gue" tantang Shani membuat Gracia menggeleng di tempatnya seraya berkata "enggak shan" namun Shani menghiraukan nya.

Shani menoleh ke arah Gracia "kamu mundur sayang" titah Shani

"Enggak shan, enggak" Gracia mulai menangis, sungguh ia takut terjadi apa-apa pada Shani.

"Percaya sama aku, tolong, kamu mundur ya sayang" ucap Shani lalu menoleh pada Beby, dan mengisyaratkan agar ia menarik Gracia jauh dari Shani.

Dengan berat hati Garcia mundur beberapa langkah, sambil berdoa semoga Shani baik-baik saja.

Shani mengikis jarak perlahan. Sungguh ia tidak memiliki apapun saat ini selain keyakinannya pada Tuhan.

"Berani juga loe ternyata" kekeh okta lalu menatap Anin "loe boleh pergi"

Anin mendongak, menatap okta dengan derai air mata "loe boleh pergi!!" Titah nya membuat Anin berjalan perlahan lalu setengah berlari dan menghambur ke pelukan beby.

"KALIAN SEMUA MUNDUR 10 LANGKAH!"
teriak okta namun tak di hiraukan

"MUNDUR ATAU GUE PECAHIN KEPALANYA" teriak nya lagi sambil menodongkan pistol ke kepala Shani. Sontak membuat mereka semua mundur.

Kini tersisa Shani dan okta yang saling berhadapan, tatapan tajam okta di balas tatapan datar oleh Shani. Dengan sekali gerakan okta menurunkan tangan nya, menodongkan pistol tepat ke dada sebelah kiri Shani, dimana Jantung Shani berada.

"Loe cuma tau gue sempurna dari kata orang, sementara loe gak tau kehidupan apa yang gue jalani selama ini" ucap Shani yang kini membuat okta memfokuskan perhatian nya.

"Loe gak tau gimana masa kecil gue yang udah di paksa les sana sini, belajar banyak hal sampe gak punya waktu buat main kaya anak kecil lain nya. Loe gak tau kan kenapa gue bisa tumbuh menjadi sedingin ini, gue juga sama kaya loe, gue juga dituntut untuk selalu sempurna"

Shani menghela nafas sejenak, perlahan menghembuskan nya.
"Gue yakin setiap orang tua pengen anak nya sukses, tapi dibalik itu mereka memiliki cara yang berbeda dalam mendidik, dan ada beberapa yang salah dalam mendidik kita. Tapi apa loe pernah tanya dan tau alasan bokap loe bersikap kaya gini sama loe?" Shani menjeda kalimat nya, sebelum kembali berkata "kita tidak pernah tau masa lalu orang tua kita seperti apa, karena mungkin saja mereka lebih menderita dibanding apa yang kita rasakan saat ini"

Shani memperhatikan gerak-gerik okta yang sepertinya mulai berfikir tentang semua kalimat nya. Sekilas Shani menatap ke kanan dan kirinya dengan ekor mata nya, memastikan sesuatu sebelum kembali berkata
"Loe cuma perlu ngomong baik-baik sama mereka, kasih mereka kesempatan buat jelasin semua nya. Kasih mereka kesempatan untuk minta maaf dan memperbaiki diri. Gue yakin loe masih punya hati nurani buat bisa berdamai sama diri loe sendiri"

Okta tak lagi bisa berkata, semua kalimat Shani bercampur dengan asumsi-asumsi negatif yang memenuhi otak nya kini. Ia bingung harus bertindak seperti apa.

Memaafkan??

Apakah harus? Setelah semua hal yang ia lewati sejak kecil hingga detik ini, apa semudah itu ia harus memaafkan?

Tapi bukan kah Shani benar, bahwa ia tidak pernah bertanya perihal sikap sang papa. Ia hanya membiarkan semua masalah berlarut, dan bahkan tak jarang ia sengaja membuat masalah-masalah untuk menarik perhatian sang papa?

Mata okta sekilas beralih pada sang mama yang sejak tadi masih saja menangis tanpa lelah di pelukan Mahesa, air mata okta kembali jatuh. Sakit rasanya melihat perempuan yang ia cintai, perempuan yang selalu membela nya, perempuan yang selalu menyayangi nya, menangis karena dirinya.

Anak macam apa okta ini ?

Tapi bukan kah ini semua tak adil? Bukan kah selama ini selalu saja okta mendapat perlakuan berbeda dari sang papa.

Ayolah, kepala Okta hampir pecah memikirkan nya. Ia menggeleng lalu kembali menatap tajam Shani.

Tapi bukan kah okta ingin Shani mati?
Dan sekarang ia berada tepat di hadapan okta, bukan kah momen ini yang okta tunggu selama ini? Ayolah tunggu apa lagi?

"Gue cape Shan" lirih okta yang memilih berbicara sebelum benar-benar melakukan niat nya "gue cape tertekan kaya gini. Gue gak benci sama loe Shan, tapi semua hal yang mereka lakuin bikin gue benci sama loe. Gue benci sama semua orang yang memuja loe, gue benci shan"

Air mata okta kembali menetes "gue gak sanggup hidup kaya gini terus" okta menunduk kembali, ia tak sanggup lagi menahan beban seberat ini. Ia tak sanggup lagi bertahan dengan keadaan yang menyakitkan.

"Loe masih punya kesempatan Ta, gunain akal sehat loe. Gunain hati nurani loe, gue yakin kalo loe mau maafin mereka dan berdamai sama diri loe, loe gak akan tertekan lagi" shani kembali meyakin kan okta, berusaha memberi okta sedikit pencerahan.

"Tapi gue cape Shan..

"Gue tau ta, tapi--

Okta mendongak "Loe punya kalimat terakhir yang mau loe ucap kan?" Tanya okta sambil mengambil ancang-ancang, mempererat pegangan nya pada pistol, bersiap menarik pelatuknya kapan saja.

Shani yang sejak tadi dalam mode waspada, kembali melirik ke kiri dan kanan nya,  semua hal yang ia utarakan ternyata sia-sia saja. Shani berdoa dalam hati, semoga keputusan nya ini bisa berjalan sesuai apa yang ia kehendaki, sekaligus meminta Ampunan pada sang Pencipta jika memang semua nya tidak sesuai takdir yang ada.

Shani menoleh ke belakang, menatap Gracia seraya tersenyum penuh arti.

Gracia yang melihat Shani tersenyum, kini di buat bingung dengan apa yang terjadi dengan kekasihnya. Bahkan ia tidak bisa mendengar dengan jelas percakapan mereka karena jarak yang lumayan jauh.

Shani yang kembali menoleh kepada Okta, hanya menutup mata seraya berkata dengan lantangnya.

"Lakukan Sekarang!"

Dorr !!!


"Shani!!!"







= Tbc =









-Semanis Gracia, Selembut Shani-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro