Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

47







= Selamat Membaca =

***************************





Shani harus menyelesaikan tugas akhirnya, tak ada lagi yang harus shani pertahankan. Shani bisa bertahan dengan semua hal yang gracia lakukan, shani bisa sabar menghadapi tingkah gracia yang bar-bar. Tapi shani tidak bisa mentoleransi jika gracia sudah berani menyia-nyiakan kepercayaan nya. Sungguh Shani benci dengan penghianatan.

"Papa....



Shani berjalan dengan langkah mantap menghampiri sosok laki-laki paruh baya yang kini menatap heran pada kedua gadis nya. Tatapan nya sesekali beralih, seiring bergerak nya kepala sang papa menatap shani dan gracia secara bergantian.

Sementara sang mama menghampiri gracia yang menangis pilu di sofa. Menariknya dalam dekap erat, menyalurkan rasa hangat yang tak pernah sedikit pun berubah rasanya.

"Shan...

Satu kata keluar dari Mulut Harlan, kening nya bertautan. Perasaan Laki-laki paruh baya ini berubah drastis ketika menatap gadis dihadapan nya.

Gadis yang dulu datang dengan Penuh percaya diri, tatapan mata yang tegas. Berdiri dengan kokoh, seolah badai apapun tidak akan bisa menerjangnya. Kini Berdiri di hadapan nya dengan tatapan nanar yang sarat akan kekecewaan. Sebuah guratan amarah yang tertahan, terpatri dengan jelas di mata Gadis kurus yang kini memaksakan senyum ke arah nya. Membuat Hati Harlan mencelos seketika.

Shani menatap nanar pada seseorang di depan nya. Seseorang yang pernah membuat shani begitu percaya diri mengucap janji, salah satu nya berjanji menjaga Gracia, putri kesayangan nya.  Padahal Shani bukan seseorang yang mudah mengucapkan janji begitu saja.

"Pah.. maaf "

Bibir warna pink kemerahan yang kini tampak pucat itu bergetar, bahu nya yang dulu tegap kini mulai naik turun. Seiring hembusan nafas yang semakin berat.

Bagian tubuh yang selalu menjadi Favorit gracia, dan yang selalu mampu membuat gracia gemas saat mengucap banyak kalimat itu, kini menghembuskan 1 tarikan nafas kasar.

Kepala nya tegak lurus, tatapan nya semakin beradu sejajar dengan tatapan Harlan yang kini mengharap sebuah penjelasan dari apa yang terjadi dengan dua gadis nya ini.

Bibir pucat itu mulai terbuka, membuat Harlan menghela nafas, gusar karena tak sabar lagi menunggu apa yang akan terucap dari gadis kurus di depan nya.

"Shani gagal pah"

Satu kalimat berakhir Kekehan yang malah terdengar menyakitkan menyapu pendengaran Harlan. Harlan memaksa Telinga nya semakin menajam seolah tak ingin satu kata pun dari mulut shani, ia lewatkan.

"Shani gagal Jaga hati Gracia hanya untuk shani"

Harlan menutup mata sejenak, feeling nya benar. Semua masalah ini berawal dari putri kesayangan nya. Tapi apa yang terjadi pada mereka ? Harlan bahkan masih ingat dengan jelas, ketika beberapa hari yang lalu mereka masih bercengkrama di depan nya saat makan siang, saling melempar ejekan yang berakhir tawa. Seolah tak ada satu hal pun yang harus Harlan kawatirkan.

Tak ingin terlihat begitu cemas, dengan satu kali gerakan, kaki harlan melangkah maju.
Mengundang gerakan tangan kanan shani yang terangkat ke depan, membuat tanda untuk Harlan berhenti di tempat nya.

Tak ingin memaksakan kehendak nya, Harlan diam di zona yang shani kehendaki.  Jarak satu meter menjadi satu-satunya pemisah antara shani dan Harlan kini.

Dengan tetap mempertahankan sikap sebagai seorang Lelaki dewasa, Harlan masih menampilkan sikap tenang di balik kegusaran nya.
"Maksud kamu apa sayang jelasin ke papa" 

Satu kalimat Harlan membuat shani kembali menarik nafas panjang sebelum
Bibir nya kembali terbuka untuk berucap.

"Shani sibuk menata Masa depan, sementara shani lupa bahwa putri papa membutuhkan perhatian bahkan lebih dari apa yang shani berikan"

"Shani lupa bahwa putri papa tidak seperti shani yang menjatuhkan diri sejatuh-jatuh nya hanya untuk putri papa"

"Shani lengah karena membiarkan putri papa membuka hatinya untuk hati baru, yang tanpa dia sadari malah menyakiti dua hati"

Bahu yang tak lagi kokoh itu semakin bergetar, Bibir nya dengan lancar mengeluarkan semua beban yang ia tanggung di pundak nya sendiri. Rentetan kalimat itu keluar dengan lancar tanpa intonasi, menjadi alunan yang penuh emosi ketika sampai di indra pendengaran Harlan.

Senyum miris tak pernah hilang setiap bibir shani selesai mengeluarkan bait-bait penuh kesakitan. Membuat gadis di pelukan ibunya semakin mengeluarkan cairan bening yang tak terhitung Volume nya.

"Shani lupa jika putri papah Juga manusia biasa yang hatinya bisa berubah secepat putaran jarum jam"

"Shani bahkan tidak sadar Jika kepercayaan yang shani berikan sepenuhnya, mungkin hanya dianggap bumbu pemanis sebuah hubungan yang membuat putri papa muak mendengarnya"

"Kesalahan terbesar shani adalah membiarkan putri papah bermain dengan ego nya, bermain dengan logika nya, seolah lupa bahwa ada perasaan yang harus ia jaga.  Sementara ia lupa bahwa Cinta dan perasaan seseorang itu bukan Eksperimen yang bisa dia coba kapan saja"

"Harus nya dari awal shani tau pah, bahwa Tuhan tidak memberikan manusia bakat untuk setia. Karena kesetiaan itu dilatih, dan shani gagal melatih putri papa"

Rentetan kalimat shani berkali-kali menghantam gadis di pelukan ibunya, tangan nya semakin meremas kuat baju ibunya seiring dengan masuk nya kalimat shani ke indra pendengaran nya.

Setiap kalimat yang keluar dari mulut shani, seolah menjadi Virus yang merasuk ke setiap syaraf tubuh gracia, perlahan tapi pasti melemahkan setiap indra di tubuhnya. Bahkan indra yang bertugas untuk berucap seolah kehilangan kemampuan nya. Hanya isak tangis yang terus terdengar membuat sang ibu semakin mendekap nya erat.

Shani mengatup rahang nya sekuat tenaga, mencegah keluar nya cairan bening di sudut matanya. Mencengkram kuat kepalan tangan nya. Bahkan tak sadar ia menggigit bibir bawahnya, hingga mengeluarkan darah yang kini terasa anyir di indra pengecap nya.

Shani mencoba untuk tetap berdiri kokoh sebelum Kembali berucap dengan lirih,
"Apa Dosa shani selain mencintai Putri papah pah?"

Shani menatap Harlan penuh tanya, menuntut agar Harlan mengucap sesuatu untuk menjawab kalimat tanya nya. Namun Harlan hanya diam.

"Jika mencintai gracia adalah dosa, Shani ikhlas menjadi pendosa seumur hidup shani"

"Bilang sama Shani apa yang harus shani lakukan lagi supaya putri papah mengerti bahwa shani sudah menyerahkan seluruh hidup shani untuk nya. Bahkan nyawa shani sekalipun"

"Seumur hidup shani, shani hanya takut dua hal pah, Yang pertama Tuhan. Dan yang kedua kehilangan orang yang shani sayangi termasuk putri papa"

Cairan bening yang shani Tahan sejak tadi akhirnya mengalir, seiring luruh nya tubuh kurus itu di lantai. Lutut nya ia jadikan tumpuan, bahkan sakit di lutut akibat benturan keras dengan lantai tidak terasa sama sekali. Lebih sakit sesuatu tak kasat mata yang kini perlahan merobek hatinya.
Melemahkan fungsi Hati yang menjadi salah satu sumber perasa terbesar dalam hal mencinta.

"Hikss.. BILANG SAMA SHANI PAH"

Satu isakan di selingi teriakan satu tarikan nafas menggema, kembali menusuk indra pendengaran Harlan. Tapi rasanya semakin menyakitkan. Harlan tak sanggup lagi untuk berkata. Matanya menutup, seiring hatinya memerintahkan otak nya untuk berfikir maksimal.

Satu kata yang terdiri dari 6 huruf, G.R.A.C.I.A gracia. Yang biasa menjadi obat penenang bagi shani, kini tak mampu menjadi obat lagi bagi shani. Bahkan kata itu tak lagi menjadi mantra ajaib yang bisa membuat hati shani membaik.
Ribuan kali kata itu di ucap, tak satu pun yang berhasil mengembalikan Fungsi hati shani.

Bayangan bagaimana tangan gracia di genggam oleh orang lain, bayangan bagaimana senyum gracia mengembang yang penyebab nya bukan shani. Kini Menjadi peluru yang siap menembus jantung shani hingga menembus punggung kokoh nya.

Bayangan bagaimana tubuh mungil itu di dekap orang lain selain shani, memenuhi otak shani yang kini hampir kehilangan fungsi. Bayangan orang yang mencumbu bibir manis kekasihnya tanpa seizin shani, bahkan tanpa penolakan dari pemilik nya. Membuat gumpalan daging yang menjadi salah satu organ penting di tubuh shani melemah, organ yang selalu menghangat ketika melihat senyum gracia. Organ yang di sebut dengan hati,  perlahan sekarat lalu mati.

Bahu tubuh yang hampir luruh itu kembali bergetar, isak tangis pilu mulai terdengar.
Untuk pertama kalinya, Seorang  Shani Indira Natio menangis pilu dihadapan orang lain. Pemandangan itu membuat Harlan kembali memaksa fungsi otak nya untuk berfikir, memaksa dengan kuat bibir nya untuk berucap sekalipun hanya satu kata.

"Shani....

Kata itu lolos dari mulut laki-laki yang tubuhnya kini ikut bergetar, membayangkan bagaimana rasa sakit yang di tanggung gadis di depan nya. Yang lebih sakit adalah penyebab gadis itu sakit adalah putri nya sendiri.

"Shani bukan berhenti mencintai putri papa, karena itu adalah hal paling mustahil yang shani bisa lakukan"

"Shani hanya butuh istirahat sebentar pah,  tapi entah untuk berapa lama. Ada hati yang harus shani selamatkan saat ini. Hati shani pah, hati shani!"

"Papa gak harus menjemput putri kecil papa lagi pah, karena shani sendiri yang mengantarkan nya ke hadapan papah"

Gracia mendongak seketika, menggeleng lemah ketika mendengar kalimat terakhir shani yang sarat akan perpisahan.

"Maaf karena shani tidak mengembalikan putri papah seperti saat pertama kali shani meminta nya"

"Maaf karena shani tidak mampu menepati janji shani pada papah. Tapi shani pastikan, Shani akan menebus nya di hadapan Tuhan nanti"

"Shani kembalikan putri papah"

Kepala shani menunduk, membuat air matanya semakin terjun dengan bebas di pipi nya. Sesekali shani menarik nafas kasar dari hidung, guna menghambat cairan yang mungkin bisa keluar saat ia menatap lantai keramik di bawahnya.

"Shaniii..hiksss..  enggak shani. Kamu gak boleh kaya gini shani hiksss .. kamu gak boleh ninggalin aku hiksss shaniii"

Kalimat gracia seolah hanya angin lalu bagi shani. Jangan lupa bahwa seluruh organ tubuh shani sekarang seperti kehilangan fungsi. Shani menulikan indra pendengaran nya, sekeras apapun tangis gracia. Air mata yang selalu shani tahan mati-matian kehadirannya, kini ia biarkan mengalir dengan bebas di pipi gracia. Silahkan saja.

Shani membutakan indra penglihatan nya, serapuh apapun tubuh kecil yang kini tak berdaya di pelukan ibunya. Tubuh yang selalu shani dekap dengan hangat, kini ia biarkan tanpa kehangatan dari nya. Biarkan ia dingin, sedingin lantai keramik yang ia pijak.

Shani mendongak, menghapus kasar air matanya, menyeka bibir nya yang sejak tadi mengeluarkan cairan warna merah.

"Pah, Jika suatu saat ada yang meminta putri papah dan pasti itu bukan shani. Tolong katakan padanya, jaga gracia melebihi apa yang shani usahakan selama ini. Tolong katakan bahwa jika dia menyakiti gracia, shani sendiri yang akan datang untuk mengantarnya pada sang Pencipta"

"Bilang juga padanya, bahwa putri papa sangat suka makan sushi. Suka boneka anjing, dan jangan lupa bahwa putri papa sangat suka warna ungu"

"Bilang juga bahwa putri papa tidak bisa makan sesuatu yang mengandung kacang, dia bisa gatal-gatal nanti"

Kalimat itu mempertegas apa yang shani patri dalam dirinya, semua hal yang gracia sukai, semua hal yang gracia tak suka. Semua hal tentang gracia, shani sudah khatam akan hal itu. Semua sudah berada di luar kepala shani.

Jika ada Ujian yang materinya berkaitan dengan gracia, sudah pasti shani mendapat nilai yang sempurna.

Bahkan Jika ada seseorang yang bisa membuat sebuah biografi paling lengkap tentang gracia, sudah pasti shani lah orang nya.

Perlahan tubuh kurus itu menggerakan kaki kanan nya, menumpu dengan kuat lalu berdiri dengan sisa tenaga yang dia punya.
Tubuhnya sempat tak seimbang, karena energi nya terkuras habis, membuatnya merasa seperti melayang.

Tubuh shani mulai melemah, energi nya terkuras habis, hanya detak jantung nya yang masih kuat dan semakin memompa cepat. Nafas nya tersengal, terdengar sesak dan sangat memilukan. Semua beban yang ia keluarkan hari ini, seolah menjadi akhir dari perjuangan seorang shani.

Satu kalimat penutup dari shani, menjadi sebuah belati yang kini mengoyak hati gracia. Membuat nya semakin menekan dada nya dengan kuat. Sesekali memukul dada nya karena sesak yang baru pertama kali ia rasakan seumur hidup nya.

Kalimat terakhir shani, sekaligus menjadi penutup dari sekian banyak perjuangan shani. Membuat semua hal yang pernah shani dan gracia lewati seolah tak lagi berarti. Semua rasa itu perlahan sekarat. Lalu mati. seiring dengan kembali terlintas nya ucapan tanpa nada dari bibir manis seorang shani indira natio di kepala gracia.

"Pah, Shani menyerah !"

Perlahan tubuh lemah itu berbalik. Memaksakan kakinya melangkah untuk menutup pintu tuan rumah dari luar. Rumah yang mungkin entah kapan akan shani kunjungi lagi, atau bahkan mungkin tidak akan pernah.

Sebuah senyuman terakhir terbit di wajah shani, seiring muncul nya dua sosok yang selalu membuat shani menjadi sekuat ini.
Langkah nya pelan tapi pasti, menghampiri sosok diambang pintu yang kini menatap penuh kehangatan. Siap mendekap tubuh ringkih itu dengan hangat, siap menjadi sandaran yang kuat. Siap menjadi tempat untuk shani menumpah kan semua beban hidup yang dia jalani selama ini.

Perlahan shani menubrukkan tubuhnya kepelukan laki-laki yang selalu menjadi panutan di hidup shani. Mendekap erat tubuh tegap itu. Seraya berucap..

"Papah, Shani Pulang"




= Tbc =



-Semanis Gracia, selembut Shani-



Sabar itu tidak memiliki batas. Tapi jangan lupa bahwa seorang manusia biasa punya kapasitas.

Mencintai dan dicintai itu bukan jaminan bahagia, karena kita tidak pernah tau masa depan seperti apa.

Setiap manusia memiliki pilihan, bertahan atau tinggalkan.

Percayakan percaya mu pada seseorang yang memang mampu menjaganya, bukan hanya mampu menerima nya.

Karena percaya itu pilihan, dan setia itu prinsip.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro