Perang Sepi
Perang Sepi
Angin berembus sepoi-sepoi di kawasan selatan negeri Wayberiak. Lapisan tipis awan berarak perlahan menghias langit siang itu. Kawasan lembah terlihat sunyi dan sepi. Tebing-tebing batu seolah berdiri tegak menjulang memamerkan kesombongannya.
"Aku tidak terima dengan ucapanmu tadi," kata-kata Lucas membahana dalam benak Fikri.
"Tapi itu nyata. Aku mengatakan yang sebenarnya," jawabnya juga lewat telepati.
Lucas mengeluarkan trisula dari kedua sisi pinggangnya. Sekilas, trisula itu bersinar. Dan Lucas sudah memasang kuda-kuda. "Pokoknya aku tidak suka!" Raut marah memancar jelas di wajahnya.
Fikri menarik pedang dari sarung di belakang punggungnya. Sekilas, pedang itu juga bercahaya. "Apa harus kita bertarung?" tanyanya lewat telepati.
"Ya!" Tatapan matanya tajam. Secepat kilat, Lucas menyerang Fikri.
Fikri menghindar. Juga berusaha menangkis setiap serangan Lucas. Pertarungan tak terelakkan. Tatapan tajam setiap pasang mata sama tajamnya dengan senjata mereka.
Anak panah melesat. Agi menyerang keduanya. "Hentikan! Tak ada gunanya kalian saling serang," kata-kata bijak Agi memenuhi benak keduanya.
Masih tetap bertarung, keduanya membalas telepati Agi. "Diamlah. Tak usah ikut campur urusan kami."
Agi melesatkan dua anak panah sekaligus. Fikri melompat mundur, menghindari anak panah. Lucas menjejakkan kakinya ke tanah dan mendorong tubuhnya ke atas. Dia kini melayang. Fikri melesat ke atas. Melanjutkan serangannya di udara.
Di atas tebing Anai, Lisha mengeluarkan alat musik kesayangannya dari saku. Kuriding dimainkan. Tanpa suara, tembang ciptaannya mengalun. Menggila, judul yang ia berikan. Siapa pun yang ada di dekatnya, seolah menjadi gila karena iramanya.
Pertarungan makin menjadi, Agi masih tetap melesatkan anak panahnya. Berusaha memisahkan keduanya.
Kilatan cahaya cambuk Wulan membelah denting pedang dan trisula yang beradu. Lucas dan Fikri melirik Wulan yang sudah melayang di sisi mereka.
"Nggak usah ikut campur urusan orang lain," maki Lucas bertelepati.
Wulan menatapnya jengkel. "Berhenti berkelahi. Kalian buang-buang energi percuma." Ikut bertelepati.
Lucas tidak peduli, dia lanjutkan pertarungannya. Menyerang Fikri kembali.
Di atas tebing lain, si kembar Ardiani dan Hani terkikik. Mereka saling pandang, lalu memberi kode. Seraya menikmati pertarungan dua saudara seperguruan, mereka keluarkan seruling perak kebanggaan. Dalam hening, mereka mainkan simfoni kematian gubahan mereka sendiri.
Lucas dan Fikri kian menggila. Wulan dan Agi berusaha memisahkan. Sementara Lisha dan si kembar beraksi dengan alat musik mereka. Jauh dalam lembah, di atas pohon, Baim duduk melayang sembari merapal mantra. Berharap perang berakhir. Telepati tetap berlanjut meski kilatan senjata terus beradu.
Tiba-tiba kilat menyambar. Tepat melintas antara Lucas dan Fikri. Wulan segera menyingkir, melayang menjauh. Fikri memucat. Lucas mulai gugup. Tak ada lagi yaang memainkan alat musiknya. Sepi semakin mencekam.
"Apa yang kalian lakukan di sini?" Gemuruh suaranya menggelegar.
Tak ada yang berani menjawab. Bersuara atau bertelepati. Senyap.
"Tutup alam khayal kalian. Kembali ke alam nyata!" perintahnya tanpa ampun.
Semua menurut. Alam khayalan ditutup. Negeri Wayberiak ditinggalkan. Kini semua murid sudah kembali pada tubuhnya masing-masing yang sedang duduk di kelas sihir bersama penyihir Elsa.
"Kenapa kalian masuk ke alam khayal? Sekarang kan kita sedang belajar ilmu sihir." Pandangannya tajam menatap muridnya satu per satu. "Jangan kira Saya tidak tahu apa yang kalian lakukan. Kalian pikir, telepati kalian tidak terdengar, ya? Jangan coba-coba mengelabui lagi," ancamnya keras.
**
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro