Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🏵6. Terlambat🏵

Setelah beberapa kali mencoba, Dayu akhirnya bisa menjepit sebuah wortel dan memasukkannya ke dalam mulut. Mata Dayu berbinar. Senyum mengembang di wajah bulat telurnya. Menurut Dayu hal itu adalah pencapaian yang luar biasa. Sebuah ketrampilan baru yang Dayu kuasai. 

"Kamu sudah bisa." Lian menegakkan badan. Lelaki itu kembali menjepit makanan dan memasukkan ke mulut dengan tenang. Ia tidak ikut merasakan euforia keberhasilan Dayu.

Dayu merasa canggung dengan suasana tenang ini. Sementara ia terlihat heboh sendirian. Namun ia tidak ambil pusing. Kini gadis itu sudah sibuk memperagakan hasil latihan sekejapnya. Ia menjepit dan memasukkan makanan ke dalam mulut, sehingga jemarinya lama-kelamaan menjadi terbiasa.

Denting mangkok yang beradu dengan permukaan meja memecah sunyi. Suara kunyahan Dayu terdengar memenuhi ruangan. Selembut apapun Dayu mengunyah, tetapi suara sayur setengah matang itu terdengar renyah menggema di kamar. Sementara itu, Lian menatap puas piring-piring yang kini kosong. Ia menepuk perutnya yang penuh.

"Jadi, apa rencanamu selanjutnya?" tanya Lian tiba-tiba. 

Dayu yang masih sibuk memasukkan makanan dalam mulutnya, menurunkan mangkok.

Dayu mengendikkan bahu. Otaknya tidak mampu lagi mencerna apapun itu. Banyak hal yang terjadi hari ini, membuatnya lelah dan penat. 

"Mandilah dahulu. Kamar mandi ada di ujung lorong lantai ini," kata Lian yang melihat wajah kuyu Dayu.

Dayu tidak menjawab. Dia melanjutkan makannya sampai butir nasi terakhir masuk dalam mulutnya.

Lian pun tidak mengharapkan reaksi dari gadis yang wataknya menyusahkan. Namun melihat Dayu bangun dan berjongkok membuka koper, Lian tahu bahwa Dayu memperhatikan ucapannya. 

Koper yang bersamak kulit terbuka, membuat semua yang ada di dalamnya terkuak. Pakaian luar dalam dan buku-buku, bertumpuk menjadi satu. Tak beraturan. Setelah memperoleh pakaian ganti dari dalam koper, Dayu keluar. 

Sedangkan Lian hanya memandang tubuh ringkih yang gaunnya kotor itu berjalan meninggalkan kamar. Lelaki itu sedikit iba saat melihat penampakan berantakan Dayu. Sanggul sederhana yang tadi pagi tersemat rapi pun sudah tidak karuan. Anak rambutnya keluar membuat kusut penampilannya.

Ingatan Lian tertuju pada Ke Yi Jie, mendiang istrinya. Penampilan Dayu berbeda dengan Yi Jie yang selalu rapi. Kepribadian mereka pun bertolak belakang. Perempuan itu menikah dengannya 8 tahun lalu. Namun menyibak kerundung pengantinnya saja Lian belum sempat, karena Dai Nippon sudah membombardir tubuhnya dengan peluru. Suatu keajaiban dia bisa selamat. Luka fisiknya memang sembuh, tapi luka batinnya masih menganga lebar. Tepat di hari pernikahannya, gelar duda tersandang pada dirinya.

Lian tidak pernah membayangkan akan menikah lagi. Apalagi menikahi seorang perempuan pribumi yang sangat keras. Apalagi menikahi Dayu bukanlah perkara mudah. Menyembunyikan keluarga buronan pemberontak juga bisa membuat keluarganya terancam. Namun melihat Daru yang memohon dengan sangat, Lian tidak sampai hati. 

***

Dayu berjalan menyusuri lorong diiringi kikikan gadis penghibur yang berpapasan dengannya. Namun, gadis itu tidak peduli. Langkahnya masih tertuju pada ruangan kecil di ujung lorong. 

Begitu memasuki sebuah kamar mandi kecil yang sederhana, Dayu segera melucuti pakaiannya dan menyisakan dirinya tanpa helaian benang. Ia membongkar sanggul dari rambutnya, membuat helaiannya tergerai di punggung.

Airnya yang bening meluap dari bak. Dayu mengambil satu gayung penuh air untuk menggerojok tubuhnya dari atas hingga kaki. Dayu meringis tatkala air membelai lukanya. Lengannya berdenyut. Dayu mencengkeram bibir bak mandi dengan jemari rampingnya. Buliran air membasahi wajahnya menyatu dengan air yang keluar dari pelupuk mata.

Dayu terisak. 

Rasa perih di raga itu ternyata tak bisa menyamarkan penat hatinya. Haruskah dia mengkhianati Yudha demi keselamatannya? Dayu meras terlalu menakutkan hidup dalam pelarian tanpa tujuan. Di sisi lain, nalarnya mengatakan agar selamat dia harus menanggalkan gelar dokter yang sudah tersemat dalam namanya. 

Tidak mungkin dia memproklamirkan diri sebagai 'dokter Dewi Andayu', sementara dirinya diburu untuk dijadikan umpan ikan besar yang lain. Perjuangan 8 tahun yang berat itu terasa sia-sia.

Dayu menggosok cepat semua badannya. Sepertinya air sudah menjernihkan pikiran. Menerima tawaran Lian adalah pilihan yang terbaik untuk saat ini. 

Dayu bergegas menyelesaikan mandinya. Setelah mengeringkan badan dan rambutnya, Dayu membebat rambut sebahu dengan handuk untuk menghindari tetesan air di baju. Dia bergegas mengenakan baju dan keluar mendapati Lian.

Gadis itu membuka pintu dengan kasar saat Lian membaca surat kabar hari itu di dalam kamar. Suara derik pintu terbuka mengagetkan Lian. Lelaki itu menatap Dayu yang napasnya kembang kempis.

"Aku ...." Alis Lian terangkat, menunggu kelanjutan kalimat Dayu. "Aku mau ikut denganmu!"

Lian mengernyit. 

"Aku mau ikut ..." Dayu memutus kalimatnya. "Bukan! Aku mau jadi istrimu!"

Lian masih bergeming dengan wajah tanpa ekspresi. Dalam hati lelaki itu tidak menduga, Si Gadis Keras Kepala, menyetujui saran kakaknya. Lian pikir Dayu akan melarikan diri, karena sifat arogan yang seolah tak butuh bantuan. Namun rupanya nalar Dayu masih sedikit bekerja, pikir Lian. 

Lelaki itu melipat surat kabar, lalu meletakkan di atas meja.

"Kenapa?" Lian menatap Dayu dengan tajam.

"Ke–kenapa?" Dayu gagu. "Karena ... karena ... ehm, aku mengikuti saran Mas Daru. Mungkin menikah denganmu adalah ide yang ... tidak lah buruk." Dayu berkata begitu dengan nada yang seolah tak membutuhkan bantuan. Seperti Lian yang memaksa, padahal kalau semisal Lian meninggalkan dirinya, Dayu akan lari terbirit-birit mencari lelaki itu.

"Baiklah. Itu yang kamu mau. Bersiaplah, besok kita akan ke Soerabaja." Lian berdiri. "Istirahatlah. Kamu pasti lelah." 

"Kamu mau kemana?"

"Main mahyong. Siapa tahu hari ini aku beruntung," ucapnya sambil meninggalkan Dayu sendiri di kamar.

Dayu duduk di tepi kasur. Dia menyisir rambut basahnya yang disampirkan di bahu kirinya. Rambut itu menjuntai di depan dada mempermudah Dayu menyisir rambut yang kusut.

Dalam hati Dayu berdoa, semoga ini memang yang terbaik bagi dirinya. Menjadi istri Yu Lian dan menantu keluarga Yu. 

Perut yang kenyang, badan yang telah segar membuat Dayu mengantuk. Dia merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk. 

Setidaknya, hari ini Dayu bisa tidur di bawah atap dan kasur empuk. Bagi Dayu itu sudah cukup.

Yu Lian mencoba peruntungan di meja judi. Baru kali ini dia bermain mahyong. Namun dewi fortuna berpihak padanya membuatnya beberapa kali memperoleh kemenangan. 

"Ha ya, Yu Shao Ye (Tuan Muda Yu), cukup bermainnya. Pergilah istirahat. Kalau begini kami bisa bangkrut," ujar Paman Son.

"Sebentar Shu shu (paman), aku tidak pernah bermain. Dan sepertinya permainan ini menarik bila dimainkan sampai pagi," ujar Lian. Matanya masih terpaku pada bongkahan mahyong di depannya.

"Hei, bukannya kamu membawa gadis. Sudah bersenang-senanglah dengan gadismu! Sepertinya dia masih perawan!" Seorang lelaki paruh baya menimpali.

"Aku tidak akan mungkin menjamah gadis itu. Aku..." Lian menghirup napas panjang, sambil berpikir kata yang tepat. "Dia bukan seleraku."

Semburan tawa pecah di ruang judi lantai dua. Perkataan itu terucap tanpa Lian tahu bahwa gadis yang dimaksud mendengarnya.

***

Dayu terbangun di tengah malam. Dayu cukup lega karena Lian tidak bermain-main dengan ucapannya, terbukti saat Dayu ketiduran, Lian tidak memanfaatkan kesempatan.

Dayu menegakkan tubuh. Kandung kemihnya terasa penuh karena terlalu banyak minum sehingga ia harus bergegas ke kamar kecil. 

Saat melewati sebuah ruangan, keinginan Dayu untuk mengosongkan kemihnya urung dilakukan karena mendengar nama Lian disebut. Dayu penasaran dan bermaksud mengintip. Namun justru suara Lian yang membuat jawaban, membuat telinganya panas.

Bukan seleraku? Memangnya aku mau sama kamu Yu Lian! Kalau aku tidak terpaksa, aku juga tidak akan terjebak bersamamu!

Dayu jengkel karena dianggap bukan selera calon suaminya. Otaknya berputar, mencari apa yang kurang dari dirinya? Wajahnya tidak jelek amat. Orang bilang dia hitam manis, khas perempuan Jawa. Otaknya bisa dibilang cerdas. Keluarganya pun ningrat dan pernah menjadi penguasa kawedanan. 

Apanya yang kurang coba? Dasar!

Sekali lagi Dayu berpikir, akan jadi apa pernikahannya nanti. Dayu memang tidak mencintai Lian. Namun Dayu merasa Lian adalah sosok yang cukup mumpuni untuk melindunginya. Dan kata-kata itu membuat Dayu menyimpulkan perjodohan tanpa cinta ini akan seperti neraka baginya. Saat seperti ini, Dayu berharap Yudha datang menjemputnya.

Pagi telah menjelang. Matahari yang sudah menampakan diri mengusir gelap di permukaan bumi. Suara berat membangunkan Dayu. Gadis itu tersentak karena di kamarnya ada suara laki-laki.

"Melati kenapa ada—" Dayu buru-buru bangun dengan setengah kesadarannya. Kebiasaan setiap paginya bersama Melati selama 8 tahun membuatnya lupa bahwa Dayu tak lagi ada di mess.

"Ayo, bersiaplah. Satu jam lagi kita berangkat ke stasiun." 

Dayu mengumpulkan nalar dan mengembalikan nyawa di raganya. Lelaki sipit itu, baru dikenalnya kemarin. Dan hari ini dia hendak membawa Dayu ke kota yang jauh dari Soerakarta.

Dayu tak sempat mandi. Dia hanya menggosok gigi, mencuci muka serta mengganti bajunya. Wajahnya dipoles bedak dan gincu tipis melapisi bibir. Begitu siap, Dayu keluar dengan menenteng kopernya.

Lian sudah turun. Paman Son, pemilik rumah bordil itu menjamu sarapan. Lelaki itu adalah teman sang ayah. Ia hijrah ke Hindia Belanda lima belas tahun lalu. Lebih lama dari keluarga Yu beremigrasi dari China.

Lian menoleh saat Dayu menemukannya. Lelaki itu mengamati penampilan Dayu dari atas sampai bawah. Si gadis pun menjadi canggung dan hanya menyibakkan rambut ke belakang telinga, karena lelaki itu hanya diam.

"Sini, Cah Ayu. Makan dulu. Masih ada waktu," ujar Paman Son menyambut Dayu dan menuntunnya ke kursi. 

Dayu bergabung mengelilingi meja bulat. Gadis itu hanya diam selama makan. Bahasa mereka tidak dipahami Dayu karena menggunakan bahasa China. Kadang bila berbahasa Melayu pun, logatnya terdengar aneh. 

Selesai makan, mereka berpamitan dan berangkat ke stasiun. Perjalanan dengan becak menempuh waktu 30 menit. Sesampainya di peron, Dayu hanya mengikuti ke mana Lian melangkah. 

Tak beberapa lama peluit tanda kedatangan kerata api datang telah bersiul nyaring. Lian berdiri, menenteng koper Dayu dan menggendong tas punggung di bahu kirinya.

***
Yudha dan Melati datang di menit terakhir. Yudha yang hendak menjemput Dayu di Ika Daigaku, mendapat kabar mengejutkan dari Melati. Mereka pun bersama-sama pergi ke stasiun kota.  

Suasana di peron sudah ramai dengan penumpang yang hendak naik ke gerbong. Begitu melihat sosok yang dikasih naik ke gerbong, mata Yudha membeliak.

Dayu! Dayyuu!" Suara itu memecah keramaian orang-orang yang akan naik ke kereta api. 

Namun gadis itu tak mendengar teriakan keduanya. Suara begitu berisik. 

Sementara itu, Dayu dan Lian berjejalan masuk ke dalam gerbong kereta api. Mereka mencari tempat duduk sesuai dengan nomor yang tertera pada tiket. 

"Dayu! Dayu! Keluar! Ini aku. Yudha!" Dayu menoleh. Matanya membulat kala melihat lelaki berkemeja putih yang menggedor keras jendela gerbong kereta. Walau suaranya teredam, Dayu bisa memastikan itu adalah tunangannya.

Dayu berdiri hendak menarik kopernya yang sedang diletakkan Lian di rak kabin gerbong kereta. Namun ia urungkan niatnya mengambil koper. Dia menerobos kerumunan berusaha keluar. 

Mata Lian membeliak mendapati gerakan gesit Dayu. Dia lantas mengejar gadis itu. "Kamu mau kemana Dayu?" Pergelangan tangan Dayu dicekal begitu saja oleh Lian. 

"Lepaskan! Mas Yudha sudah datang. Dia menjemputku!" Dayu berontak. Rombongan manusia yang hendak masuk membuat cengkeraman Lian terputus. Memberi kesempatan Dayu untuk lari.

"Sial!" sungut Lian.

Lian mengejar gadis yang telah turun. Dengan gerakan cepat, Lian melompat turun mendapati Dayu. Ditariknya badan kecil itu memaksa untuk masuk ke dalam gerbong. 

Peluit sudah berbunyi. Lokomotif kereta sudah menyembulkan uapnya dan roda kereta sudah berjalan lambat di atas rel. Lian susah payah menarik Dayu yang meronta minta dilepaskan. 

Melihat kekasihnya ditarik paksa oleh orang asing, membuat Yudha berlari mendekat. Lian lebih cepat gerakannya dan dengan sekali hentakan dia bisa menaikkan Dayu ke gerbong. Dayu ingin melompat turun tapi terhalang oleh tubuh kekar Lian yang menghalangi. Lian berlari mengejar pergerakan kereta yang mulai maju meninggalkan stasiun dan dengan pertimbangan matang, dia melompatkan tubuhnya ke atas gerbong. 

"Dayu!!" Yudha berlari dan terus berlari. Dayu berusaha mencari jalan lain. Dia berlari menuju pintu belakang gerbong. Namun, Lian masih berusaha mencegahnya melakukan tindakan bodoh.

Dayu hampir mendapati tangan Yudha yang terulur. Beberapa detik bila Lian terlambat menahan lengan atasnya, gadis itu akan melompat. Lelaki itu menggelengkan kepala dengan mata melotot tajam, memberi tanda jangan melompat.

Gerbong berjalan. Lebih kencang dan tak bisa dikejar. Dayu melolong meneriakkan nama Yudha dan saat melongokkan kepala dari luar gerbong, dentuman keras terdengar memecah keramaian stasiun. 

Semprotan cairan merah menyembur dari balik punggung Yudha. Sebuah bola timah panas merobek punggung kekasihnya. Membuat hatinya tercabik saat melihat mata kekasihnya membelalak menahan perih teramat sangat.

"Mas Yudha!!" 

Dayu berontak tatkala menyaksikan kekasihnya tumbang pada tembakan peluru yang kedua. Tangan Yudha hanya terangkat ke depan berusaha mengejar sang kekasih. Hati Dayu sudah lebur. Tak ada harapan Yudha akan kembali menjemputnya.

💕Dee_ane💕💕

====PEONY====

Hi...Dayu - Lian Kai lagi rajin up..
Sedih banget bayanginnya pas bikin scene nih..semoga feelnya nyampe ya sodara..

Yuk..rajin vote n komen..biar rajin juga dee nulis n update lanjutan ceritanya..

Keep reading ya pembaca setiaku😊

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro