🏵2. Mencerna Kenyataan🏵
Tubuh gadis itu oleng. Badan Dayu mendadak lemas seperti tak bertulang. Sebelum tumbang, Lian spontan menangkap punggungnya, mencegah badan kecil itu jatuh menghantam lantai.
Secarik kertas lepas dari genggaman, melayang, dan terbang tersapu angin. Kabar dalam surat bahwa romonya telah berpulang, Mas Daru dan Mas Yudha–nya harus hidup dalam pelarian mengikis kesadaran Dayu. Setiap kabar itu bagai belati tajam menusuk jantung. Terlebih berita yang diterima membuat nasib Dayu berbalik seratus delapan derajat, di mana Dayu akan menjalani kehidupan asing yang tak pernah dia pikirkan sebelumnya. Membawa gadis itu ke dunia baru yang tak dikenal.
Sebuah kabar yang tertulis dalam lembaran kertas, berbunyi :
Dayu, adhiku sing tak tresnani, (1)
Menikahlah dengan Yu Lian, putra Baba Ji. Hanya ini cara Mas bisa menyelamatkanmu.
Dewandaru
Menikah? Dengan Yu Lian? Siapa Yu Lian? Kenapa bukan dengan Yudha Satria yang menjadi kekasihnya? Pertanyaan bertubi-tubi melintas di otak Dayu membentuk pusaran yang membuat kusut logika. Bagaimana bisa Daru menyuruhnya menikah dengan lelaki lain, sementara Yudha adalah kekasih adik dan sahabatnya. Itu artinya sang kakak mengkhianati sahabatnya sendiri.
Pergilah yang jauh dari Soerakarta. Bersama keluarga Yu. Hanya keluarga itu yang bisa melindungimu dari bahaya penjajahan ganas.
Setiap kata yang tertoreh menguliti harapannya hidup-hidup. Bagaimana bisa Daru, sang kakak, menentukan nasibnya? Dayu tidak ingin menjadi istri siapa pun selain istri Yudha. Dan, Dayu juga masih ingin mengabdikan ilmu yang sudah dipelajarinya agar berguna bagi masyarakat yang membutuhkan.
Rangkaian huruf tegak bersambung itu sungguh menghantam otak dan nalar bertubi-tubi. Membuat Dayu yang terkejut menjadi tak mampu mengendalikan reaksi tubuh. Gadis itu tumbang di lengan seorang lelaki tak dikenal yang ditakdirkan secara paksa menjadi suaminya.
Lian mengalungkan lengan kokohnya di bawah lutut kaki Dayu. Sedang lengan yang lain menyokong punggung gadis yang baru sekali ini dia jumpai. Dengan sekali tarikan napas, lelaki itu mengangkat badan Dayu yang sudah lemas.
"Tolong, carikan tempat yang nyaman untuk berbaring!" seru Lian pada seorang wisudawati yang ada di situ.
Wisudawati itu adalah Melati. Melati segera menyeruak kerumunan keluarga dan wisudawan, memberi jalan pada Lian yang membopong Dayu dengan wajah datarnya. Tanpa emosi.
Mereka memasuki sebuah ruangan yang ditebak oleh Lian adalah ruangan petinggi Ika Daigaku. Ruangan itu terletak di pojok, sedikit remang-remang tak tertembus cahaya matahari. Deretan foto lawas pemimpin STOVIA bertengger di sisi dinding. Ruangan itu kosong karena pemilik ruangan masih mengikuti rangkaian acara pelantikan dokter. Lian memandang berkeliling, mencari tempat yang pas membaringkan Dayu.
"Baringkan dia di sini," ujar Melati yang ikut tergopoh melihat temannya pingsan.
Perintah Melati itu dituruti oleh Lian, karena sofa yang ada di situ adalah tempat yang paling nyaman untuk membaringkan Dayu. Melati segera memperbaiki posisi Dayu begitu gadis itu dibaringkan.
Lian meletakkan tas ranselnya di bawah sofa. Dengan cepat, lelaki itu melucuti kancing kebaya kutu baru Dayu, membuat kutang cokelat muda sewarna dengan warna kulit paling terang Dayu terkuak.
"Hei! Apa yang Tuan lakukan?!" Melati membelalak mendapati Lian yang membuka baju Dayu.
"Apa yang kalian kenakan ini sehingga dia kesusahan bernapas?" Lian berusaha mengurai stagen yang membebat kekat pinggang Dayu. Stagen itu menghambat pernapasan Dayu.
Melati menahan tangan Lian sambil memberikan tatapan menuduh bahwa lelaki itu berbuat yang tidak sepantasnya. "Minggir! Biar saya—"
"Kalau kamu lamban begini, mana bisa menjadi dokter?" Melati semakin melebarkan mata, tidak terima dikatakan tidak kompeten. Dia sudah menjadi dokter. Beberapa menit yang lalu sumpah yang terucap mengukuhkan dirinya menjadi dokter Jawa. Gadis itu tak rela dikatakan tidak berkompeten. Mata Melati kini mendelik tak suka.
"Aku calon suami Dayu." Sambil berkata begitu, Lian masih berusaha melepaskan lilitan kain itu.
Melati melongo. Ia ingin protes merasa dibodohi karena dianggap tak mengenal siapa tunangan Dayu. Namun, gadis itu justru diam dengan mata melebar. Mulutnya semakin menganga menampakkan keterkejutan. Melati memperhatikan gerakan lelaki di depannya yang berlutut di samping sofa tempat Dayu berbaring.
Lian tak menggubris respon Melati. Menurutnya, memberikan pertolongan pertama bagi Dayu yang sedang tak sadarkan diri adalah yang utama.
Begitu lilitan stagen itu sudah mengendur, napas Dayu sedikit lega. Lian menepuk pipi Dayu, memanggil namanya agar kesadaran gadis itu kembali. Sebuah metode awal mengecek kesadaran. "Dayu, Dayu!"
Panggilan itu menarik gadis muda itu kembali ke alam sadar. Respon tubuhnya menggeliat walau napasnya masih kurang stabil.
"Lepaskan kaitan kutangnya!" titah Lian.
Melati terkesiap. Ia mengerjap mendengar perintah Lian. Di samping itu, Melati juga takjub dengan apa yang dilakukan lelaki itu yang terlihat cekatan. Caranya membebaskan jalan napas Dayu pasti tidak akan dipikirkan oleh orang awam.
"Ayo! Aku tidak ingin dibilang melakukan pelecehan!"
"Ah, iya, iya." Melati melakukan apa yang diinstruksikan Lian. Ia menyelipkan tangan di bawah punggung Dayu, mencari pengait tali surga temannya.
Sewaktu Melati melakukan perintahnya, Lian berdiri lalu melepas jas yang dikenakan. Rasa panas mendera karena ia mengangkat, menggendong, dan berlari untuk memberi pertolongan pertama pada Dayu. Ia melirik ke arah gadis yang sudah tak berbentuk pakaiannya. Melihat kutang yang mengendur, lelaki itu menutupi tubuh Dayu dengan jasnya.
Lian menurunkan tubuh, membuka ritsleting tas ransel dan mengeluarkan sebuah kertas.
"Kamu tidak apa-apa, Dayu?" tanya Melati dengan cemas saat melihat Dayu membuka mata perlahan.
Melati melambai-lambaikan ujung selendang untuk membuat angin. Lian mengulurkan kertas itu pada Melati. Gadis itu menerimanya, lantas mengipasi Dayu yang berkeringat.
Dayu berusaha mengumpulkan nalarnya. Mengingat apa yang terjadi baru saja.
Romo sedha, Mas Daru dan Mas Yudha dalam pelarian ... Menikah dengan putra keluarga Yu.
Informasi itu menyusup di otak, membuat Dayu mulai terisak. Setitik air menetes di pelipis, mengurai rasa sakit dalam hati. Dalam hitungan detik, kebahagiaannya terenggut begitu saja. Kedatangan secarik surat itu membuyarkan rencananya yang sudah tersusun rapi. Apa artinya gelar dokter, bila tidak bisa dipersembahkan kepada ayahanda yang selalu mendukung cita-citanya walaupun ia seorang perempuan?
STOVIA, yang kini berganti nama Ika Daigaku adalah sebuah sekolah dokter Jawa. Banyak anak kaum kawula alit yang bersekolah di situ. Sedang kaum bangsawan yang terbiasa dilayani, tidak pernah berpikir untuk menyekolahkan anak-anak mereka di sana.
"Jadi dokter tidak ada untungnya."
Itulah pemikiran kaum bangsawan. Mereka adalah golongan atas pribumi yang kaya dan sehari-hari biasa dilayani. Untuk apa susah-susah melayani ketika menjadi dokter. Namun itu tidak berlaku bagi keluarga Sastrodikromo. Wedana itu memperbolehkan anak gadisnya untuk menjadi seorang dokter, menentang pola pikir penguasa manja yang senang dilayani. Hanya Romo yang mengerti diri Dayu, di saat orang lain mencibir apa yang diinginkan. Ketika semua orang menganggap cita-citanya aneh. Ketika ia sering dikatakan "Perawan Tua".
"Tidak ada untungnya seorang perempuan menjadi dokter. Tetap saja anak gadis harus menjalankan kodratnya : menikah, melayani suami, merawat anak."
Dayu tidak menentang kodratnya. Romo berpesan, setinggi apapun pendidikan wanita, tetap saja dia seorang istri dan ibu bila di rumah. Dayu tahu itu.
Selain Romo, kangmasnya juga mendukung Dayu untuk mewujudkan apa yang diimpikannya. Daru membantunya mendaftar pendidikan dokter di GHS dan selalu menyemangati selama masa sekolahnya. Di sekolah ini, Dayu bertemu dan jatuh cinta dengan Yudha yang dijodohkan dengannya.
Lantas, semua sirna begitu saja.
Apakah dia harus melepaskan kekasihnya demi sebuah pesan yang ditulis sang kakak? Demi sebuah keselamatan yang didamba Dewandaru baginya? Dayu tak dapat menjawab. Otaknya terlalu penuh dijejali kabar mengejutkan.
Isakan Dayu semakin nyaring menggema di ruang dekan yang saat itu sedang kosong. Lolongan yang terasa menyedihkan dan membuat sesak bagi Lian ketika mendengarnya. Ratapan itu memutar otak Lian untuk mengingat kembali tangisan pilu sang istri yang diperkosa di depannya. Sementara itu, sebagai suami, Lian hanya bisa menjerit dan memaki di saat Kempetai menembak punggungnya hingga lelaki itu tak dapat menyelamatkan sang istri yang masih memakai baju pengantin merah.
Rahang Lian mengeras. Ratapan menyayat itu memekakkan telinga. Membuat hatinya tercabik dan dadanya terasa sesak. "Diam! Diam kataku!" Suara keras menggema di seluruh ruangan.
Dayu tersentak mendengar gemuruh suara yang menghardiknya. Siapa Yu Lian bagi Dayu sehingga berani membentaknya? Inikah sosok calon suami yang diberikan untuknya? Keterkejutan Dayu membuat tangisnya berhenti seketika. Ekspresi ngeri keluar dari wajah. Dan Lian mampu menangkap mimik itu.
"Diam! Hapus air matamu! Menangis sekencang apapun tak akan membalikkan keadaan. Romomu tetap sedha (2)! Masmu tetap buronan! Dan kamu tetap akan menikah denganku!" Mata sipit itu membulat dan telunjuk Lian mengetuk dadanya dengan keras.
"Siapa yang mau menikah dengan Tuan? Mimpi saja sendiri!" pekik Dayu tak kalah seru sambil melempar jas yang tadinya menutup tubuh. Separuh badan Dayu menegak tanpa tahu yang terjadi pada sandangannya yang sudah berantakan.
Jas Lian melayang di udara dan bersarang di kepala. Lelaki itu menarik jasnya, lalu menatap gadis yang badannya bergetar meredam emosi yang bergejolak. "Kamu ... Seperti ini keluargamu mengajar? Memperlihatkan tubuhmu di depan lelaki asing?"
Dayu tak mengerti. Sampai Melati yang baru menyadari kecerobohan Dayu, bergegas duduk menghadap sahabatnya dan menarik kutu baru ke arah sumbu tengah badan Dayu.
"Dayu, kebayamu berantakan," desis Melati dengan mata melotot.
Dayu menunduk mendapati kebayanya yang sudah tak berbentuk. Kancing terbuka memperlihatkan penyangga dada berwarna cokelat muda. Stagen pun sudah melilit sangat longgar di perutnya. "Kenapa aku seperti ini?" Dayu balas membesarkan mata kepada Melati dengan pandangan menyalahkan. Suaranya berdesis kesal.
"Dia yang melonggarkan semua. Kamu pingsan. Orang itu melonggarkan jalan napasmu. Dia seperti seorang dokter," bisik Melati sambil menggerakkan dagu menunjuk ke arah Lian yang kini berdiri sambil mengipasi wajahnya dengan telapak tangan.
Dayu mendengkus, menyadari kebodohannya. Bagaimana bisa ia marah-marah tak jelas dengan penampakan konyol seperti wong edan (4) pasar yang mengamuk. Pipinya terasa panas. Wajahnya memerah karena malu mendapati pemuda di depannya melihat bagian pribadi tubuhnya walau tidak semua.
Lian menarik bibir miring, memperhatikan sikap salah tingkah Dayu. Wajah datarnya seketika menguap karena merasa geli. Lelaki itu ingin tertawa tapi ditahannya karena tak ingin membuat gadis itu semakin tersinggung, mengingat Dayu sedang dirundung duka. Apalagi saat melihat Dayu yang berulang kali menepuk dahi sambil bergumam tak jelas. Sepertinya dia mengumpat tak bersuara dan Lian tak peduli. Misinya hanya satu : membawa pergi Dayu dari Djakarta dan bergegas ke Soerabaja, sebelum tentara Dai Nippon menemukan jejak adik sang pemberontak.
"Rapikan bajumu! Aku tunggu di luar. Setelah itu kita bicara," ucap Lian dengan suara berwibawa dan wajah minim ekspresi. Lian melangkah keluar dari ruangan, menunggu dua gadis yang masih ada di dalam.
Kepala Dayu pening. Dia kesal dengan temannya, yang sejak dia histeris hanya menonton saja. Dan sekarang, Dayu bertambah kesal saat Melati justru menginterograsinya.
"Jadi kamu akan menikah dengan pria itu? Bagaimana dengan Yudha? Ck, ck, ck, kamu beruntung sekali! Kamu dikelilingi dua laki-laki tampan. Eh, tapi calon suamimu yang ini lebih tampan. Lihat wajahnya. Rahangnya tegas, dengan lekukan tulang berbalut otot dan lemak yang pas. Kulit yang membungkusnya pun sangat bersih. Tulang rawan hidung yang menonjol apik membuat semakin mempesona," puji Melati bertubi-tubi.
Dayu berdeham. Ia memicingkan mata beloknya memberikan tatapan yang mengerikan seperti ingin menguliti Melati. "Kamu belajar anatomi? Sempat-sempatnya kamu memperhatikan setiap detail wajahnya? Dan ketahuilah, semuanya fana! Dia, kamu, dan aku pada akhirnya menjadi cranium (5) seperti yang ada di pajangan ruang anatomi!" jawab Dayu singkat.
"Aku tahu, tapi dia tetap cranium ganteng." Melati terkikik. Ia memang belum tahu duduk perkaranya kenapa Dayu bisa pingsan.
Dayu menjulurkan lidah mencemooh kata Melati yang tidak nalar. Gadis itu membetulkan stagen. Walau tak lagi erat yang penting bisa membelit tubuh. Setelah mengancingkan kembali benik di kutu baru, Dayu berdiri.
"Kamu sudah tidak apa-apa?" Dayu mencibir Melati yang selalu mudah teralihkan fokusnya.
"Tunggu." Melati merapikan sandangan Dayu. "Nah, ini baru cantik. Sana temui calon suamimu," goda Melati sedang Dayu semakin kesal dibuatnya.
Dayu keluar. Udara kompleks STOVIA yang berubah namanya menjadi GHS lalu Ika Daigaku itu menyapu wajah kuyunya. Angin kencang menerbangkan debu mengenai mata gadis itu. Dayu menunduk, menghalangi embusan bayu yang bertubi menyerang wajah. Matanya gatal dan mengganjal. Membuat Dayu menggosok mata bulatnya.
Begitu debu berhasil disingkirkan, Dayu mengedarkan mata ke segala arah, mendapati Lian duduk di serambi dengan kemeja tergulung separuh di lengannya. Beberapa kali lelaki itu mengibaskan kemeja di depan dada seraya meniupkan angin dari mulut membuat udara masuk ke bagian dalam tubuh.
Dayu tak menunjukkan respon apapun. Datar. Ia menjaga citranya yang sudah hancur lebur karena histerianya tadi. Ia melangkah dengan penuh percaya diri walau polesan dandanannya sudah memudar luntur karena keringat, anak rambut keluar dari sanggulan, dan sandangannya tak lagi rapi.
Ketika Dayu semakin mendekat, Lian menyadari kehadiran gadis Jawa Tengah itu. Mata sipitnya membulat dan detik kemudian tawanya menyembur.
1. Dayu, adikku yang aku sayangi
2. Meninggal
3. GHS atau Geneeskundige Hoogeschool te Batavia adalah nama setelah STOVIA, sebelum diubah menjadi Ika Daigaku saat masa penjajahan Jepang.
4. Orang gila
5. Tengkorak
💕Dee_ane💕
====PEONY====
Lian Dayu kembali lagi...
Rencana kisah mereka akan up lebih rajin..~semoga
Siapa sih author di balik Peony?
Kepoin akun wp Dee @Dee_ane
Dan ig @dee_ane84
Tagih aja kalau belum up sesuai jadwal..*geer, emang ada yang nungguin?
Ada donk, kamu, iya kamu reader sayangku😘
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro