Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🏵14. Istri Yu Lian🏵

Wo zai zheli, wo de qizi.

Sayup-sayup gelombang suara itu menyusup di liang telinga Dayu, menggetarkan gendang telinganya. Syaraf pendengarannya mengantarkan rangsangan bunyi kata per kata ke otak yang dipersepsikan bahwa dirinya tak sendiri. Walau Dayu tak tahu maknanya tetapi suara itu terdengar syahdu membangkitkan rasa tenang.

Dalam tidurnya, Dayu yang awalnya merasa berada dalam lorong gelap melihat tangan yang terulur dan menggapainya. Tangan itu menarik dan merengkuhnya dalam kehangatan. Saat berada dalam dekapannya, Dayu tak dapat melihat wajah orang itu karena cahaya yang menyilaukan muncul dari belakang tubuhnya. Namun perlahan wajah sang penolong kian mendekat dan bibirnya mendarat di bibir Dayu. Alam bawah sadar Dayu menangkap embusan napas itu. Sensasi hangat dan lembut di bibir, serta aroman manisnya terekam di otak Dayu.

Mas Yudha, kaukah itu?

Dayu membuka mata saat cahaya matahari membelai wajah. Sinar mentari dari sela-sela ventilasi mengganggu tidur nyenyak gadis itu. Mimpinya begitu indah dimana Dayu merasa Yudha merengkuhnya, membelai, dan menciumnya. Namun ketika bangun, badannya terasa berat. Sesuatu menindihnya.

Dayu meraup kesadarannya dan ketika menengok ke arah kanan, dilihatnya wajah Lian yang begitu dekat dengannya. Kaki kanan lelaki itu berada di atas pahanya, sementara tangan Lian merangkul perutnya. Mata Dayu membelalak seketika.

Apa-apaan ini? Dia pikir aku ini guling peluk?

Bola mata Dayu membesar. Gadis itu bergidik tak nyaman. Otak Dayu mengingat semalam mereka menikah. Malam pertama berlalu begitu saja dan gaya tidur Lian seolah dialah penguasa ranjang itu. Posisi pria itu saat ini membuatnya tak bisa bergerak. Pelan-pelan diangkatnya lengan yang berotot itu dari perut Dayu. Gerakan itu justru membuat Lian terbangun.

"Kamu sudah bangun." Tiba-tiba mata sipit anak sulung keluarga Yu terbuka.

Dayu terlonjak saat desahan napas berembus di pipinya. Dia mengerling, tetapi matanya disuguhi bibir merah Lian yang terlihat menggoda di pagi hari. Bagaimanapun Dayu adalah wanita tulen yang bisa mendeskripsikan definisi rupawan seorang laki-laki hanya dengan melihat. Dayu merasa tertekan, lelaki di sampingnya itu bahkan saat bangun tidur pun masih terlihat ... tampan.

Gadis itu spontan mendorong Lian berusaha menepis pikiran konyol yang baru saja terlintas. Lian hampir saja terjatuh dari ranjang karena dorongan kuat Dayu. Beruntung kakinya yang panjang berpijak di lantai mampu menumpu berat badannya sehingga mencegah tubuh kekar itu merosot ke lantai.

"Dayu, apa yang kamu lakukan?" Lian terdengar gusar.

"Apakah kamu mengira badanmu seringan kapas? Badanku sakit semua ditindih begitu!" Dayu protes dengan nyaring.

Lian akhirnya teringat apa yang terjadi semalam. Saat Dayu terisak dalam mimpinya, Lian ... menciumnya?

Ya Tuhan, apa yang aku lakukan semalam? Aku seperti pencuri. Pasti karena pengaruh arak! Gawat kalau Singa Betina ini tahu.

Lian mengerling tajam sambil menggigit sudut kiri bibirnya.

Sementara itu, Dayu menegakkan tubuh, beringsut ke belakang, lalu memojokkan diri. Tangannya mencengkeram kerah gaun tidur. Ia menggigit sudut bibir kirinya yang masih menyisakan rasa basah nan lembut. Ciuman dalam mimpinya terasa begitu nyata. Bahkan Dayu bisa mengingat aroma harum dan embusan napasnya. Tanpa Dayu sadari bola matanya mengarah ke bibir merah pria yang sudah menjadi suaminya.

Dayu, apa yang kamu pikirkan? Dayu mengutuki dirinya.

"Yu Lian," panggil gadis itu sermbari mengatur suara serak bangun tidurnya "Kamu tidak berbuat macam-macam kan semalam?" Mata Dayu memicing, mencoba menyelisik pria itu.

Lelaki itu bergegas menegakkan tubuh. Posisinya membelakangi Dayu untuk menyembunyikan ekspresinya yang memucat karena merasa bersalah mencuri sebuah ciuman dari Dayu. Lian tampak gugup seperti pencuri yang tertangkap basah. Dalam hati, ia bertanya apakah Dayu menyadarinya.

"Lian," panggil Dayu jengah karena tak dipedulikan.

"Haya, panggil aku Lian Gege atau Koko. Aku ini lebih tua 4 tahun darimu!" sergah Lian kasar. "Kamu sendiri memanggil Yudha memakai embel-embel 'Mas', masa dengan suamimu kamu hanya memanggil nama saja." Lian berusaha mengalihkan topik pembicaraan dan berhasil.

Dayu mencebik. Pagi-pagi lelaki itu sudah mengajak ribut. Namun perkataan Lian ada benarnya, membuat Dayu akhirnya mengalah.

"Ko-ko Lian." Dayu terkikik, membuat Lian berbalik menatap sebal.

"Kenapa malah terkikik?"

"Aneh," jawab Dayu.

"Dengar! Seaneh apapun kondisi di rumah ini, kamu harus bisa beradaptasi. Mengerti?"

Dayu hanya mengangguk.

"Ayo, bangun! Tidak enak dengan keluarga yang lain bila pengantin baru bangun terlambat."

Saat Lian hendak mengangkat pantatnya, tiba-tiba pergelangan lengannya dicengkeram oleh tangan kecil Dayu.

"Terima kasih, Ko Lian."

Lian menengok. Alisnya mengernyit, tak percaya pada mendengar apa yang diucap Dayu. Lelaki itu tak mampu menangkap bahasa wajah Dayu karena kepalanya tertunduk dengan rambut yang terjuntai ke bawah. Namun, ucapan sederhana itu membuat hati Lian sedikit bahagia. Rasanya tidak sia-sia dia menjemput Dayu dan memperistrinya. Lian berharap babak baru hidupnya bisa berjalan dengan mulus.

Sunggingan bibir menghias wajah Lian sebagai jawaban atas ucapan terima kasih Dayu. Lelaki itu mengacak rambut Dayu sebelum beranjak untuk bangun dan keluar dari kamar.

Dayu menyusul keluar setelah merapikan tempat tidur mereka. Begitu membuka pintu sambutan para tetua membuat pipinya memerah.

"Wah, pengantin baru kita kelelahan rupanya. Hampir saja lupa waktunya sarapan," goda Bibi Tan.

"Maaf, Ayi." Dayu tersenyum simpul. Pipinya merona tahu apa yang dipikirkan para tetua.

"Tidak masalah. Pagi pertama boleh bangun siang dan dimaklumi. Tapi besok pagi kamu harus melakukan tugasmu. Hari ini aku akan memberi tahu apa saja yang harus kamu kerjakan," ujar wanita itu panjang lebar.

"Dayu, mandilah dulu kemudian bergabung sarapan bersama kami. kami akan menunggumu." Baba Ji mengakhiri ocehan Bibi Tan. Ia kasihan melihat gadis itu hanya diam berdiri saja mendengarkan.

Dayu bergegas masuk lagi ke kamar mengambil baju ganti sebelum ke kamar mandi. Dalam hati Dayu berjanji tidak akan bangun terlambat lagi setelah menerima pandangan menyelidik para orang tua, yang membuatnya malu. Para sesepuh itu seolah menyelisik apa yang ia dan Lian lakukan semalam.

Dayu mengambil handuk dan baju yang kemarin dicuci. Mengetahui dirinya ditunggu dia buru-buru masuk ke kamar mandi. Gadis itu menarik kuat pintu kamar mandi dan pekikan menggema di seluruh rumah.

"Kyyaaa!!" Mata Dayu nanar melihat pemandangan yang ada di depannya. Seorang laki-laki tanpa sehelai benang pun sedang mengguyur badan.

Lian yang sedang asyik menggerojok tubuhnya dengan air dalam gayung batok kelapa terlonjak mendengar teriakan Dayu. Terlebih lelaki itu terkejut melihat Dayu yang berdiri mematung di ambang pintu sambil memberikan tatapan nanar.

Air yang menetes di wajah Lian mengenai matanya, membuat pria itu menyeka wajah dengan telapak tangan. Lian berbalik membelakangi Dayu. Pipinya memerah.

"Mau sampai kapan kamu disitu terus?" Pertanyaan Lian membuat Dayu tersadar dari kekagetannya.

Gadis itu lantas memundurkan langkah kakinya dan menutup pintu kamar mandi itu kembali.

"Ya Tuhan, apa yang kulihat??" Matanya membulat. Wajah Dayu merona seperti kepiting matang yang baru saja diangkat dari air rebusan. Merah dan panas. Harusnya Dayu sudah terbiasa dengan bagian tubuh manusia. Tapi disuguhi tubuh polos Lian membuat dirinya terpana. Dayu benar-benar seperti melihat karya agung pahatan seorang maestro masa lampau.

Entah kenapa otaknya memutar kembali bayangan lekukan otot di perut Lian yang mampu membuat kuduk Dayu meremang.

Bagaimana bisa perutnya terukir seperti itu? Hanya dengan mengingatnya saja, Dayu terasa lemas.

Dayu menepuk pipi dengan keras membuyarkan fantasi tak jelasnya. DIA meringkuk di depan pintu kamar mandi sambil berjongkok dengan memeluk kakinya. Suara cipratan air dari dalam menemaninya.

Pintu terbuka memperlihatkan sosok lelaki yang keluar dari kamar mandi hanya dengan melilit separuh tubuh bawahnya dengan handuk. Dada bidangnya yang belum sempurna kering terkuak.

Dayu mendongak. Dia meneguk ludahnya sendiri saat melihat butiran air yang menetes dari rambut Lian yang basah mengalir membelai tubuh melalui lekukan otot di bawah kulit langsatnya.

"Sedang apa kamu disitu?"

Dayu membelalak, mengangkat alis. Buru-buru dia berdiri dan segera masuk ke kamar mandi dengan tanpa sengaja menabrak bahu Lian.

Lian berbalik mendapati pintu tertutup kasar. Lelaki itu hanya mengangkat bahu sambil berlalu. Dia sudah terbiasa dengan sikap Dayu yang tidak jelas.

Sementara itu, di dalam kamar mandi, Dayu mencengkeram kuat kerah baju. Jantungnya berdetak kuat seolah hendak lepas dari rongga dada.

Menurut Dayu, menikah dengan Yu Lian memang tidak baik untuk kesehatan jantung. Berkali-kali pemuda sipit itu membuatnya jengkel dan sekarang Lian mulai tebar pesona.

Huh, aku tak akan termakan pancingannya.

Dayu segera mandi dan setelah berpoles sedikit, dia bergabung bersama keluarga barunya. Dayu duduk di sebelah Lian. Bibi Tan sudah mengeluarkan teori pembelajarannya: 'Cara praktis menjadi menantu keluarga Yu'.

Wanita bertubuh subur itu sudah berceloteh riang, tentang apa saja yang harus Dayu dikerjakan dari bangun tidur. Dia diwajibkan langsung menjamah dapur, memasak air untuk membuat teh, dan meracik makanan untuk sarapan.

"Jangan lupa Dayu, kamu juga harus menyiapkan makan siang bagi suami dan ayah mertuamu karena mereka seharian akan bekerja di toko herbal." Bibi Tan menunjuk Dayu dengan sumpitnya."Nanti kamu akan Bibi ajak ke sana serta supaya tahu tempatnya. Setiap siang kamu akan mengantarkan bekal."

Bibi Tan tampak berpikir sejenak, lalu melanjutkan kuliahnya. "Ehm, jangan lupa, kamu juga harus membersihkan rumah. Dua laki-laki ini jarang bersih-bersih bila bersama. Membuat rumah mereka seperti kandang tikus." BaBa Ji terkekeh membenarkan.

"Lantas, kamu juga harus mencuci baju dan jangan lupa menyetrikanya. Orang Jawa sini bilang 'Ajining diri ana ing lathi, ajining raga ana ing busana'. Kamu juga tahu kan?"

Dayu manggut-manggut mencerna informasi Bibi Tan yang seperti radio rusak tak mau berhenti.

"Jadi, kamu harus menyetrika baju suamimu dan ayahmu dengan licin. Orang akan mencibir Lian bila sudah punya istri tetap saja bajunya kusut, seperti tak diurus istrinya."

Sambil memasukkan makanan di mulutnya dengan sumpit, Dayu mencamkan semua perkataan Bibi Tan.

"Ehm, apa lagi?" Bibi Tan menggigit sudut kanan bibirnya karena takut ada yang terlupa. "Oh, ya, jangan lupa minta uang belanja setiap hari. Pasar letaknya tak jauh dari sini dan kau bisa ke sana pagi hari sesudah memasak. Atau sebelum berangkat mengantar makan siang."

"Sudah, sudah. Pelan-pelan! kamu memberondongnya dengan banyak informasi." Paman Tan menengahi.

"Kamu tidak tahu, begini inilah yang para istri kerjakan setiap hari, sepanjang tahun. Belum kalau malam kalian para suami, minta dilayani."

"Muqin (Ibu) ...." Jiayi malu mendengar perdebatan orangtuanya.

"Jiayi, segeralah menyusul menikah. Kamu sudah tidak muda lagi," ujar BaBa Ji.

"Belum ketemu yang pas, Shu. Coba saja Lian Gege belum menikah, dengan senang hati aku jadi istrinya."

Ucapan Jiayi itu disambung dengan tawa Baba Ji dan pelototan Bibi Tan. Dayu hanya diam mengamati. Sungguh aneh kelakar gadis itu di depannya dan Lian yang sudah resmi menikah. Tetap saja, Dayu tak enak hati dibuatnya.

"Sayangnya, kamu sudah seperti Meimei (adik perempuan) bagiku, Jiayi," ungkap Lian mengunyah sayuran yang dimasak setengah matang. Suara renyah terdengar saat pria itu menggiling makanannya.

Setelahnya Lian menengok ke arah istrinya. "Dayu, belajarlah pada Bibi Tan. Aku percaya kamu akan cepat mempelajarinya."

Dayu diam. Ya, dia harus mempelajari semuanya. Semua hal itu baru baginya, karena di rumah dia adalah tuan putri dan apa yang akan dipelajarinya adalah pekerjaan para emban yang bekerja di rumahnya.

Pekerjaan remeh yang terasa begitu sulit bagi Dayu.

💕Dee_ane💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro