Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 12. Pillow Talk

Happy reading, Genks

.

.

.



"Sayang ... maafin aku. Please ... jangan diem kayak gini," ucap Gavin lirih.

Zinnia mengarahkan pandang ke jendela di sampingnya, rasa sesak dan amarah masih tersisa di dada. Berulang kali perempuan itu menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan. Sepanjang acara keluarga di rumah Gavin dia memilih menahan dirinya. Zi tidak mau mempermalukan laki-laki itu di tempat umum, terlebih di keluarganya sendiri. Dia tahu rasanya dipermalukan, dan ... itu sungguh menyakitkan.

"Zinnia ... Sayaaang ...." Gavin berusaha meraih tangan Zi dengan tangannya yang bebas. Dia membagi fokusnya, antara menyetir dan perempuan yang dicintainya.

Zinnia berpaling, berusaha melepas genggaman tangan Gavin. Wajahnya berubah sendu. "Kamu jebak aku di sana, Vin. Kamu janji kita di sana hanya sebagai teman. Kamu juga janji akan beri aku waktu untuk lamaran itu. Aku masih belum mau menikah ... sebaiknya aku kembalikan aja cincin itu," ucap Zi perlahan.

"Nooo!" seru Gavin panik, "Zi ... cincin itu buat kamu. Oke, aku akan berusaha bicara sama Mama biar enggak salah paham lagi." Gavin berucap sungguh-sungguh.

Zi hanya memandang Gavin tanpa kedip sebelum mengangguk perlahan. Sisa perjalanan mereka hanya ditemani suara merdu Tulus yang menguar di udara. Keduanya tenggelam dalam riuh pikiran masing-masing.

"Tengkyu, Vin." Zi menutup pintu mobil Gavin dan berbalik menuju kedai dengan langkah gontai.

Sampai di dalam suara Wina langsung menyambutnya. "Mbak Zi ... gimana rasanya ketemu calon mertua? Loh, Mbak ... Mbak Ziii!" Wina memanggil-manggil bosnya dengan bingung.

Zinnia mengabaikan pertanyaan Wina dan hanya melambaikan tangannya. Tujuaannya saat ini hanya satu. Aroma butter menguar menyambut kedatangan Zi. Perempuan itu langsung mengempaskan bokongnya di kursi dan menelungkupkan wajahnya di meja. "Aaarrgghh!"

"Makanlah."

Suara berat Aryo membuat Zi mengangkat wajahnya. Chef laki-laki itu menggeser satu porsi dessert beserta satu senok kecil ke hadapan Zi dan menyuap miliknya sendiri.

"Wow, eclair!" Manik Zi seketika berbinar. Dia langsung menyuap dengan antusias.

"Lebih baik?" tanya Aryo ketika dessert milik Zi tinggal sedikit. "Mau nambah?"

Zinnia menggeleng. Dia beranjak untuk mengambil air putih dan juga tisu. Tidak lupa Zi membawakan air minum untuk Aryo.

"Sejak kapan elo nyetok ginian, Yo?"

"Sejak sering kedatangan perempuan tukang galau suka ngerusuh di dapur. Masih banyak di kulkas. Ambil aja!" ucap Aryo santai.

"Sial, lo!" Zi melempar gumpalan tisu yang masih di genggamnya. Sementara Aryo hanya menarik bibirnya sekilas. Dengan penasaran Zi menuju lemari pendingin, begitu membuka pintunya dirinya dibuat takjub dengan aneka dessert di sana. "Itu buat gue semua? Makasih, Aryooo ... gue sayang banget sama elo! Terbaek emang elo, Yo!" Suara Zi girang bukan main seperti anak kecil yang mendapat mainan baru.

"Sekarang kalo mau cerita, cerita aja. Jangan ditahan, nanti jadi bisul!" ejek Aryo.

"Sial emang lo, tau banget kelemahan gue." Zi mendengkus keras, bibirnya lantas mengerucut. Namun hal itu tidak brtahan lama. Zinnia beringsut mendekati Aryo dan duduk di sampingnya. "Gue sebel banget sama Gavin. Jadi, tadi gue ...." Meluncurlah dari bibir Zinnia segala keluh kesah yang memenuhi dadanya sejak tadi. Dia menceritakan semua kejadian yang dia alami dan bagaimana perasaanya saat ini.

Aryo menyimak segala perkataan Zi dalam diam. Dia memperhatikan segala bentuk perubahan ekspresi di wajahnya dengan pikiran tidak fokus. Laki-laki itu berusaha mengendalikan diri dengan segala pikiran liarnya.

***

Waktu sudah hampir pertengahan malam saat Zinnia memasuki hunian miliknya. Dia disambut dengan keheningan. Beruntung lingkungan tempat tinggal Zi aman. Perempuan itu memang sengaja memilih komplek perumahan menengah yang mempunyai sistem keamanan yang baik, karena dia tinggal seorang diri. Rumah berukuran 70m² yang dibelinya dua tahun lalu dari hasil keringatnya bertahun-tahun. Hal yang sangat Zi syukuri meskipun bukan rumah yang mewah.

Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian rumah yang nyaman, Zi buru-buru merebahkan diri di ranjang. Pikiran dan tubuhnya sama-sama letih. Ingin rasanya dia segera terbang ke alam mimpi dan melupakan segala bebaan di hati. Namun, beberapa menit berlalu ... tubuhnya hanya bergerak dengan gelisah dengan mata terbuka. Zi mengehala napas, kemudian memilih bangkit dan bergerak menuju dapur.

Dengan secangkir cokelat hangat, Zinnia duduk seraya melipat kaki di kursi makan. Tangan kanannya memutar-mutar gelas sementara pandangannya meliar ke penjuru rumah yang hening. Rungu Zi menangkap rintik hujan yang mulai berjatuhan membasahi bumi. Entah kenapa, tiba-tiba hatinya menjadi melankolis. Dia merasa kesepian.

Zinnia menyesap cokelat miliknya, berharap gundah di dadanya bisa larut bersamaan rasa hangat yang menyelusup tenggorokan. "I'ts okay, Zi ... elo bahagia. Elo enggak sendirian. Elo punya Aryo, Wina, yang lain ... elo juga punya Peony Corner." Zi bergumam lirih berusaha mensugesti dirinya sendiri. Setelah berkali-kali bergumam tidak jelas demi menyemangati diri, dia merasa kelegaan menghampiri dada.

Zinia menyesap kembali minumannya dengan pikiran lebih jernih. Bayangan Gavin dan lamarannya kembali mengampiri. "Ya Allah ... haruskah aku terima? Apakah sudah waktunya?" bisiknya perlahan. Dia membiarkan kalimat tanya itu menggantung di udara dan melangkah kembali ke kamarnya.

Zinnia menarik selimutnya dan berpikir akan tidur lebih lama malam ini. Zi meraih ponsel dan mengirim pesan kepada Wina jika besok dia akan terlambat ke kedai. Ketika hendak menutup ruang percakapan, sebuah panggilan masuk. "Ngapain elo ganggu gue dini hari?"

Suara tawa laki-laki terdengar lirih. "Aku tahu kamu masih online dan enggak bisa tidur. Mau kutemani?"

"Ajisaka! Jangan mesum lo, ya! Jangan buat gue marah malem-malem. Gue capek!" bentak Zinnia.

Lagi-lagi terdengar suara Saka tertawa lirih. "Kenapa, sih, kamu selalu gagal paham? Kita bisa ngobrol Zi ... aku tahu kamu lagi banyak beban. Kita bisa ngobrol receh ... pillow talk mungkin?"

Zinnia membayangkan wajah tengil Saka saat mengatakan kalimat terakhir, serta senyuman lelaki itu lengkap dengan lesung pipinya. Sial! Zi menepuk keningnya saat menyadari pipinya memanas. "Emang elo mau ngajakin gue ngobrol apaan?" Zinnia sengaja berkata dengan datar setelah berusaha menormalkan ekspresi wajahnya.

"Aku VC, ya?"

"Ogah, wew! Gue sudah dalam selimut, males pake jilbab lagi."

"Oke. Kita ngobrol aja ... tentang kamu. Apa impian kamu, Zi?"

Zinnia terkikik. "Itu bukan obrolan receh, Saka." Lantas keduanya tertawa bersama. Zinnia meminta Saka yang bercerita dengan dalih capek. Malam ini dia hanya ingin menjadi pendengar yang baik.

Zinnia sedikit terkejut saat Saka megatakan dia lagi di negeri Jiran. Ketika Zi berusaha mengorek kegiatannya, Saka hanya mengatakan bahwa dia sedang menemani teman. "Cewek, ya?"

Tawa Saka kembali pecah, kali ini sedikit lebih keras. "Alhamdulillah, Ya Allah ... ada yang cemburu," ucap Saka riang.

"Gue enggak cemburu. Lagian ngapain gue mesti cemburu?"

"Karena sayang," sahut laki-laki di seberang telepon dengan cepat.

Spontan Zinnia langsung menutup panggilan. Dia menggeram dan memaki Saka dalam hati. Ponselnya kembali menyala, Saka mencoba menelepon kembali. Namun, Zi memilih mengabaikan. Tak lama sebuah notifiasi pesan menyala. Zinnia membaca pesan lewat pop up di layar ponsel.

[Aku ada proyek colab ama youtuber Malaysia. Cowok]

Setelah pesan yang masuk disusul sebuah foto. Zi penasaran akan gambar yang dikirim. Buru-buru perempuan itu membuka kembali ruang percakapan dengan nama Ajisaka. Tampak sebuah foto Saka sedang tertawa lepas seraya merangkul laki-laki berwajah Melayu dengan sebuah pesan dibawahnya.

[Masih ganteng aku, kan?]

Zinnia langsung membalas dengan emot marah dan seketika mematikan ponselnya. Dia berusaha memejam dan menutupi wajahnya dengan bantal, namun kenapa senyuman Saka di foto itu terus saja membayangi. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro