Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 1. Kutukan Cinta

Assalamualaikum ....

Yeay, selamat tahun baru Genks❤️
Semoga tahun ini semua harapan dan kebahagiaan menyapa kita semua. Aamiin🤲

Maafkeun yang tadi sempet baca prolog, aku hapus setelah melalui pertimbangan🙏

Happy reading 😍

🌷🌷🌷

Bab 1. Kutukan Cinta



Zinnia mengayunkan langkah menuju bangunan dua lantai berwarna putih. Tulisan berwarna putih "Peony Corner" yang menempel di jendela menyambut siapa pun yang datang. Perempuan berkerudung pasmina itu mendorong pelan pintu kaca hingga terdengar suara bel berdenting. "Assalamualaikum. Annyeoung¹." Suara perempuan itu menyapa ruangan kafe yang masih sepi. Aroma kue yang lagi di oven menguar, menyambut kedatangan pemilik kafe.

"Waalaikumsalam. Joeun achimimnida, Eonni²." Suara cempreng Wina-admin merangkap kasir-langsung menyapa gendang telinga. Gadis itu muncul dari arah dapur dengan membawa dua nampan cup cake. Dengan cekatan, dia menata kue-kue bertoping cantik itu dalam etalase kaca. "Bos Cantik udah dateng, eh, itu kenapa muka udah kayak papan dilipet, Mbak?" Wina menjeda aktivitasnya menatap Zi yang duduk di meja bar dengan wajah lesu.

Peony corner adalah kedai kopi sekaligus toko kue. Zinnia merintis usaha ini lima tahun yang lalu. Saat itu, Zi merintis usaha toko kue yang hanya menjual aneka cup cake. Wina adalah pegawai pertama yang menemani Zi berjuang, hingga kedai ini berkembang sampai sekarang.

"Bete, Gue. Pagi-pagi udah dapet siraman rohani dari Emak gue. Zi kapan nikah? Mama udah kangen momong cucu. Inget umur udah berapa? En the bla bla bla ...." Zinnia memonyongkan bibirnya dan berlagak menirukan gaya emak-emak nyinyir. Sesaat kemudian dia menelungkupkan wajahnya di meja bar. "Aaarghh!" Zinnia memekik keras berusaha menghilangkan kejengkelannya.

"Wis, sabar, Mbak. Jenenge ibuk iku yo ngono. Itu tandanya Mama sayang sama Mbak Zi," ucap gadis dua puluh lima tahun itu dengan logat Malangnya. Dia sekarang sedang mengecek uang di kasir karena beberapa jam lagi waktunya kedai buka.

"Gampang emang kalo orang nasehatin." Zi berdecak. Dia kemudian beranjak dari kursi. "Win, gue mau ke dapur bentar buat ngecek pesenan pagi. Setengah jam lagi tolong bawain kopi sama sarapan ke atas, ya!"

"Joh-ayo³!" seru Wina sambil mengepalkan tangan dan menekuk sikunya.

Perempuan berkerudung pasmina berwarna navy segera bergerak ke dapur. Meskipun mood-nya sedikit berantakan akibat ceramah sang mama via telepon, Zi harus bersikap profesional.

Peony Corner memiliki dua area dapur. Yang pertama dapur kering-memproduksi aneka kue-dengan Aryo sebagai penguasanya. Sedangkan yang kedua adalah dapur basah-mengolah aneka masakan Korea-yang dipimpinnoleh Salwa sebagai chef utama. Setelah memastikan kesiapan dapur, Zi menuju ruang kerjanya di lantai dua.

Tak lama kemudian, Wina datang dan mengantar sarapan pesanannya plus kopi hitam tanpa gula. Gadis berseragam biru muda itu langsung berpamitan turun karena setengah jam lagi kedai akan mulai buka.

Setelah menuntaskan sarapan, Zi segera larut dengan laporan keuangan. Seperti biasa, akhir bulan memang lebih sibuk dengan aneka laporan. Ditambah lagi, Zinnia berencana membuka cabang baru dalam waktu dekat. Senyum tercetak dari bibir Zi saat menyelesaikan perhitungan neraca keuangan. Persentase laba bulan ini mengalami kenaikan sepuluh persen. Hal tersebut membuatnya semakin bersemangat merencanakan tentang cabang baru kedainya.

Menjelang siang, Zi bermaksud ke bawah untuk mengecek kondisi kedai. Namun ponsel di tangannya berdering hingga Zi memutuskan untuk duduk kembali. Profil pria berkacamata bernama Gavin memenuhi layar. "Iya, Vin. Sori, gue enggak bisa kalo siang. Biasa ... weekend lumayan rame. Gimana kalo besok alam aja kamu ke sini. Sesuai janjian kita. Oke?" Zinnia bisa menangkap desah kekecewaan lelaki di seberang, namun dia memilih mengabaikannya. Setelah menutup telepon, Zi bergegas ke bawah bergabung bersama Wina di balik meja kasir.

"Udah lo fokus layanin customer dulu deh. Kasir biar gue yang handle," ucap Zi saat melihat Wina kewalahan melayani pembeli. Menjelang makan siang kedai cukup ramai, apalagi ini akhir pekan. Hampir semua meja terisi.

Tampak Wina mengeluarkan satu buah Korean cake dari etalase kaca dan menyerahkan kepada Gita, pramusaji. Beberapa saat kemudian keriuhan terjadi, beberapa tamu terlihat bertepuk tangan dan memberi ucapan selamat. Manik Zi memicing menatap ke arah sumber suara. Tampak seorang perempuan terharu dan memeluk seorang laki-laki berkaca mata.

Perhatian Zi tersedot mengamati peristiwa di hadapannya. Hatinya ikut merasa haru saat perempuan itu memeluk sang kekasih dengan wajah basah. Tampak berkali-kali tamu perempuan itu menatap cincin di jemarinya dan menyeka sudut matanya yang basah.

Acara lamaran dadakan itu berjalan sukses. Sepertinya perempuan berambut panjang itu tidak menyangka akan dilamar. Baju yang dikenakan terlihat biasa, hanya celana pendek dengan kaos biru kebesaran. Hal yang tidak biasa mengingat sekarang siang hari dan mereka tidak sedang makan malam romantis.

"Selamat, ya, Kak," ucap Zi saat pasangan tadi hendak membayar.

"Makasih, Mbak. Beneran kaget saya, dia tadi cuma bilang mau ngajak makan siang bareng," jawab perempuan sambil melirik laki-laki berkaca mata di sisinya. Wajahnya berbinar dengan senyum terkembang. Tangannya bergelayut manja di lengan kekar kekasihnya.

"Sebagai ucapan selamat dari kami, kakak berdua tidak usah bayar untuk bill-nya. Mudah-mudahan lancar sampai pernikahan,ya, Kak. Ini ada bingkisan dari kami. Chuka hamnida⁴!" ucap Zi ramah. Dia meminta Wina menyerahkan sekotak cake kepada pasangan di hadapannya.

Sepasang kekasih itu tak henti mengucapkan terima kasih. Mereka berjanji akan mempromosikan Peony Corner di media sosial milik mereka.

Zi hanya tersenyum dan menatap sepasang kekasih yang menghilang di balik pintu kaca dengan hati sendu. Dari lubuk hati terdalam dia selalu merindukan momen seperti itu, namun segera ditepisnya. Lamaran dan pernikahan adalah hal yang sangat didambakan setiap perempuan, termasuk Zi.

Langit berubah kemerahan. Menjelang senja seperti ini warna angkasa terlihat sangat cantik. Zinnia suka sekali menikmati sore hari seperti ini seraya melepas penat setelah kesibukan dari pagi yang tiada henti.

Zi menggeser kursi hingga mendekati jendela. Pandangannya mengarah ke luar. Menatap langit yang begitu luas dan tak bertepi selalu bisa membuat hati Zinnia tenang. Sesaat kemudian suara ketukan pintu terdengar. Dia pun berpaling.

Wina datang dengan membawa satu nampan berisi makanan dan minuman. "Mbak Zi, ayo, makan dulu. Wina perhatikan dari tadi siang belum makan," ucap Wina seraya meletakkan galbitang yang masih mengepul dan cokelat panas. Wina sengaja meminta tolong Salwa untuk menyiapkan galbitang-sup yang ternuat dari rebusa iga sapi-kesukaan Zi. Ketika Wina hendak berbalik dan melanjutkan pekerjaannya bawah, namun Zi menahannya.

"Duduk, Win. Temenin gue, bentar."


Wina pun duduk dengan mendekap nampan di tubuhnya. Gadis itu memilih diam dan menunggu Zi bercerita.

"Gue iri banget lihat kejadian tadi siang. Gue jadi baper seharian," keluh Zi. Dia mengembuskan napas panjang.

"Kejadian apa, sih, Mbak?" Wina berusaha mengingat kejadian penting di kedai. Wajahnya berubah cerah. "Oh, yang lamaran itu, ya. Ish, so sweet banget ...."

Zinnia mengangguk-angguk menyetujui pendapat Wina, kejadian tadi memang sangat romantis. Semua yang melihat pasti meleleh. Hal itu membuatnya baper seharian dan membuat Zi kesal sendiri. Sesaat kemudian pikirannya menerawang dan sebuah kegelisahan terlintas di kepalanya.

"Gue kena kutukan cinta, deh, kayaknya." Manik Zi menatap tajam ke arah Wina. Wajahnya terlihat sangat serius.

"Hmmmmppp ...." Wina menutup mukanya menggunakan nampan yang dipegangnya. Tak lama kemudian tawanya pecah seketika. "Aduh ma-af, Mbak Zi." Gadis itu mengangkat telunjuk dan jari tengah bersamaan membentuk simbol perdamaian.

"Sumpah, lu, ya!" Suara Zi sedikit meninggi dan bibirnya mengerucut, menahan jengkel. "Gue serius, nih! Emak gue masih nama bagus banget. Zinnia Galiena Peony. Lu tahu? Bunga Peony itu bunga simbol pernikahan di China. Artinya dalam nama gue, ada doa biar pernikahan gue langgeng, samawa ... tapi, yang terjadi malah sebaliknya. Jodoh gue entah nyelip dimana?" Zinnia tertunduk lesu.


Menginjak usianya yang sudah tiga puluh dua tahun, terkadang kecemasan itu hadir menyapa hati Zi. Meskipun dia selalu menepisnya dan berkata pada diri sendiri bahwa semua baik-baik saja. Dia selalu menyembunyikan dengan rapat hatinya sehingga tidak ada yang tahu. Hanya kepada Wina, gadis yang Zi anggap seperti saudara dia merasa bebas berkeluh kesah.

Wina sebenarnya merasa geli mendengar teori kutukan cinta ala Zinnia. Akan tetapi, melihat wajah Zi, dia ikut merasa sedih dan tidak tega. Selama lima tahun kebersamaan mereka, Zi sudah seperti kakak perempuan baginya. Wina tahu, banyak laki-laki yang mengejar Zi. Jadi, bukan karena perempuan itu tidak laku, tetapi Zi terlalu sulit membuka hatinya.

"Oiya, Mbak Zi pisces 'kan. Mo denger ramalan gak? Semalem waktu Wina baca sekilas kayaknya ada kabar baik deh. Tunggu ...." Wina segera mengambil ponsel dia kantong apron yang dikenakannya. Gadis berparas manis itu selalu menyukai ramalan bintang. Baginya yang jomlo, membaca ramalan seperti itu menjadi mood boster tersendiri. Wina sibuk menggulirkan layar mencari artikel yang dibacanya semalam. "Nah ini ketemu! Pisces ... siapkan hatimu karena jodoh terbaik akan datang. Keuangan ...."

"Ah, gue enggak percaya ramalan gituan," tukas Zi memotong omongan Wina. "Semua omong kosong," gerutu Zi.

"Ya sudah, kalo enggak percaya. Kejadian beneran baru tahu rasa!" dengkus Wina dengan bibir mengerucut. Wina menyimpan kembali ponsel dengan casing BTS berwarna pink miliknya di saku apron.

Zinnia menyesap cokelat hangat sambil menatap Wina. Sebenernya dia ingin membaca ramalan zodiac tadi, namun gengsi dan ingatan masa lalu menyeruak. Sudah lama sekali Zi tidak lagi mempercayai hal itu.


"Wes, terserah Mbak Zi kalo enggak percaya." Gadis itu pura-pura ngambek. Sesaat kemudian, Wina menatap Zi. "Daripada mikirin Abang Jodoh, Mbak Zi fokus ke usaha aja. Mbak Zi harus bersyukur, Peony Corner bisa berkembang seperti sekarang. Katanya rencana mo buka cabang? Lagian Babang Gavin mo dikemanain?" ucap Zi menaik turunkan alisnya.

"Dih, gue enggak pacaran sama Gavin. Dia cuma te-men." Zinnia menekankan nada bicaranya.

"Iya, ya, Wina tau, kok. Te-men," ucap Wina sambil meleletkan lidah. Tak lama, gadis itu memilih lari meninggalkan ruangan sebelum bosnya itu berteriak.

"Winaaa!" pekik Zinnia. Hening sebentar. Tak lama kemudian terdengar suara Zinnia dari ruangannya. "Ya Allah, kirimkanlah jodoh terbaik buatku. Aamiin."

"Aamiin " seru Wina dari luar ruangan Zi. Sambil terkikik, Wina menuruni tangga dengan cepat. Sesekali Wina menoleh ke belakang, takut jika Zi tiba-tiba khilaf menimpuknya dari belakang. Dia terus saja menahan tawa saat mengingat kutukan cinta ala Zi barusan.



***


¹. Annyeoung : hai/halo


². Joeun achim imnida, Eonni : selamat pagi, Kakak (perempuan)


³. Joh-ayo: semangat


⁴ Chuka hamnida: selamat



.
.
.
.
.
.



Makasih sudah mampir di work aku, jangan lupa follow dan masukkan ke library kalian agar ada notif update.

Seperti janji Askina kemarin, per tanggal 1 Januari 2023 akan update cerita baru. Insya Allah Peony Coner akan tayang dua hari sekali, jadi seminggu tiga kali tayang. Hari Minggu off, ya, Genks.

So ... Zi akan menyapa setiap Senin, Rabu dan Jumat. Kecuali hari ini karena peraturan harus tayang serentak. See you😘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro