Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Vol.2 Silent School - Part 4

"Dia sudah mengkhianati kita, seharusnya jika ia mengetahui sesuatu bilang dulu jangan pergi sendiri!" gerutu Wonwoo menyimpulkan tentang menghilangnya Woozi karena ia tahu apa yang harus diakuinya.

"Mungkinkah dia berkhianat pada kekasihnya juga..." Jeonghan menambahkan sembari melirik Saeron.

"Dia bukan pengkhianat." ucap Saeron dingin.

~ ~ ~ Happy reading ~ ~ ~

SILENT SCHOOL

Part 4

'Yang harus diakui'

"Kau baik-baik saja?" tanya Woozi pada Saeron yang sejak tadi hanya diam, mereka sudah berada di aula lagi karena angin sangat dingin di luar, terlebih lagi mereka tidak memakai jaket ataupun mantel.

"Aku rasa tidak, banyak yang sedang aku pikirkan... seperti otakku akan meledak saja," meski sulit Saeron menambahkan gurauan pada kalimatnya.

"Aigoo kasihan sekali kepala kecilmu ini," kata Woozi sembari mengacak-acak rambut Saeron, ia meneruskan disaat gadis itu merapihkan kembali rambutnya dengan wajah memerah. "Di sini kau adalah prioritas utama untuk dilindungi, lihatlah yang lain..." Saeron melihat Joshua dan Hoshi berkeliling di sekitar tempat duduk di aula.

Disisi lain Seokmin dan Jeonghan menaik-turunkan tirai di atas panggung yang digunakan pada saat teater seni dilaksanakan. Dialah satu-satunya wanita yang berada di sana.

Sebagian dari mereka masih berada di atap untuk mencari adakah cara untuk memanjat turun, mungkin dengan bantuan paralon di sisi gedung atau meloncat ke gedung yang lebih rendah. Tetapi Seungcheol, Jun, Mingyu dan Wonwoo masih belum menemukannya.

"Mereka semua bekerja sama dengan baik meski awalnya tak saling mengenal, aku juga memiliki kesempatan untuk berbicara lebih lama denganmu... kau selalu sibuk belajar dan menjalankan tugas ketua kelas, jadi jangan terlalu berpikir keras karena kau tidak harus bertanggung jawab atas kami," kata Woozi sambil menatap Saeron yang duduk di kursi sebelahnya, mereka berada di kursi paling depan penonton.

Saeron balas memandang Woozi setelah dirasa rona merah di pipinya telah tidak ada, untuk beberapa saat mereka hanya seperti itu tanpa berkata apa-apa. Dari balik panggung Seokmin dan Jeonghan keluar, mereka sudah selesai memeriksanya dan tak menemukan apa pun.

"Apa masih banyak yang kau pikirkan?" tanya Woozi melihat teman sekelasnya penuh perhatian, tak ada jawaban yang keluar dari mulut kecil Saeron. "Kalau begitu aku akan masuk dalam pikiranmu... aku masih menyukaimu, aku tak pernah menganggap hubungan kita sudah berakhir."

Mata Saeron berkedip, ia bukan orang yang mudah jatuh cinta tetapi saat ini dia dengan mudahnya kembali memekarkan perasaannya pada Woozi.

"Kau tahukan bahwa aku tidak pernah berpacaran kecuali denganmu," kata Woozi menatap dalam ke mata Saeron, lalu perlahan mendekatkan bibirnya ke kening gadis itu, mengecupnya lembut menyalurkan getaran hebat pada hatinya. "Itu agar otakmu lebih rileks,"

Tepukan tangan satu persatu terdengar semakin ramai ditambah siulan, mereka sangat malu mengetahui Jun, Hoshi, Jeonghan dan Seokmin sedang duduk berjejer di ujung panggung menggerak-gerakkan kaki heboh.

***

Lain hal-nya yang terjadi di atap, kehebohan terjadi diakibatkan Mingyu yang tidak terlalu hati-hati sehingga membuatnya menggantung di atap dengan satu tangannya dipegang erat oleh Wonwoo, Seungcheol membantu dengan melingkarkan tangannya pada tubuh Wonwoo begitu juga yang dilakukan Jun padanya.

"Mingyu-ya jangan melepas tanganku!" seru Wonwoo hampir menangis, mengingat mereka sudah berteman dekat sejak kecil.

"Terima kasih karena masih menganggapku sebagai teman, untuk terakhir kalinya tolong izinkan aku masuk dalam pertemananmu. Aku ingin menjadi anggota geng juga..." Mingyu sudah mengeluarkan air mata perpisahan.

"YA, bertahanlah kau akan aku terima jika melakukannya!" sahut Seungcheol menarik tubuh Wonwoo agar dapat membantu Mingyu naik, Jun juga dengan sekuat tenaga membantunya tanpa tahu keinginan laki-laki itu yang ingin bergabung dengan geng sekolah.

Tubuh Mingyu perlahan naik ke atap, sekali tarikan sudah membuatnya terjatuh di atap bersamaan dengan ketiga penyelamatnya. Angin berhembus kencang saat asap datang menyerbu mereka.

"Seungcheol apa kau masih di sini?" Jun bertanya di antara lebatnya asap putih.

"IYA!" balasnya mengulurkan tangan mencari-cari yang lain, "Wonwoo-ya!" panggil Seungcheol ketika berhasil mengenai tubuh seseorang.

"Aku di sini!" seru Wonwoo meraba-raba lantai atap.

Asap itu pun menghilang memberitahu bahwa Mingyu sudah tidak terbaring di lantai atap yang dingin dan keras. Seketika tangis Wonwoo pecah sembari memanggil-manggil nama Mingyu, memukul-mukul lantai menyesali kepergian sahabatnya. Usaha mereka serasa percuma saat Mingyu hilang begitu saja setelah diselamatkan.

"Tenangkan dirimu..." kata Seungcheol.

"Dia pasti baik-baik saja sekarang." tambah Jun meyakininya, karena ia juga ingin kembali bertemu dengan Shinbi dan mengatakan bahwa saat itu dia tidak sengaja menolak perasaannya.

Mereka juga harus kembali ke aula dengan hasil tak memuaskan, yang lain mengerti bahwa Mingyu sudah menghilang ketika hanya mendapati tiga laki-laki berjalan ke arah mereka. Seokmin mulai mengigiti kuku gelisah, dia bisa menghilang kapan saja dan yang ditakutkannya adalah tempat apakah yang akan dijumpainya nanti.

Tiba-tiba saja suara bel sekolah berbunyi, disusul dengan suara pemberitahuan dari pihak sekolah yang masih tak diketahui orangnya.

Jam pelajaran sudah usai, saatnya kalian pulang dan beristirahat kecuali murid yang ingin masuk ke universitas yang baik kelak. Oh untuk kalian yang tidak masuk kelas sampai akhir akan dinyatakan bolos hari ini. Sampai jumpa besok!

"Apa itu artinya kita akan tidur di sini? Ya ampun bagaimana ini!" Seokmin mondar-mandir cemas.

"Ayo kita pergi kelapangan," kata Jun.

"Di luar dingin." sambar Hoshi.

"Bukan lapangan yang itu, kita juga tidak bisa keluar." Jun cepat-cepat menjawab.

"Tapi aku lapar, kalian tahukan tadi hanya makan sebungkus roti." kata Joshua.

"Masih ada tiga bungkus ramen di sini." Woozi mengambil ramen dari dalam tasnya.

"Biar aku yang memasaknya." kata Saeron tersenyum cerah.

Hoshi berdehem. Mereka yang berada di aula tadi mengetahui disaat seperti ini ada cinta lama yang bersemi kembali. Menggeleng pada Jun yang menawarkan untuk mengantarnya ke dapur kantin, dia bilang Woozi yang akan pergi. Menggiring yang lain untuk segera pergi kelapangan dan menunggunya di sana.

"Ada apa sih kenapa membiarkan mereka pergi berdua saja?" kata Jun penasaran.

"Yang kita tahu mereka memutuskan untuk menjadi sepasang kekasih lagi," tukas Joshua sembari memainkan bola basket.

Lagi-lagi disaat seperti ini mereka berpikir untuk mengistirahatkan otak yang hampir mengeluarkan asap karena terlalu bekerja keras mencari jalan keluar. Melupakan sejenak apa yang sedang terjadi dan bermain bola basket, Jun menerima bola dari Joshua lalu mendriblenya.

"Aku saja belum pernah memiliki hubungan dengan seorang wanita saat bersekolah di sini, dia mengalahkanku..." kata Jun yang kemudian melempar bola pada ring dan berhasil masuk.

"Kalau begitu segeralah menyatakan cintamu pada Shinbi, ingat sebentar lagi kita akan lulus." Hoshi mengambil bola yang memantul.

Begitu mendengarnya Seungcheol teringat Kyulkyeong, mereka baru saja mengetahui perasaan masing-masing dan apakah setelahnya mereka resmi menjadi sepasang kekasih. Dia juga sudah tak memiliki banyak waktu karena berada di akhir tahun sekolahnya. Bola mengenai kepala Seungcheol dan Hoshi buru-buru minta maaf, dia bilang tak tahu kalau Seungcheol sedang melamun sehingga tak menangkap bolanya.

"Jika begitu jangan biarkan mereka berdua, bagaimana kalau terjadi sesuatu di luar dugaan seperti berciuman..." gelagap Seungcheol tersadar dengan apa yang akan dilakukannya tepat sebelum Kyulkyeong menghilang.

"Siapa yang berciuman?" tanya Wonwoo yang baru datang bersama Jeonghan dan Seokmin, mereka masing-masing menarik matras untuk dijadikan tempat tidur.

"Ouch si anak kecil Woozi mencium kening Saeron tadi," timpal Jeonghan yang mengerti dengan apa yang sedang dibicarakan.

"Ja, jadi tadi itu kalian sengaja membiarkan mereka pergi berdua!" kata Wonwoo menaruh matrasnya asal.

"Mungkin sekarang ini mereka sedang melakukan yang lebih panas." pekik Hoshi menjatuhkan tubuhnya pada matras yang dibawa Wonwoo.

"Eish mana mungkin tidak panas, merekakan sedang memasak ramen bersama jika tidak panas maka tidak akan matang." ucap polos Seokmin mendapat tatapan melongo dari teman-temannya, ia pun tertawa sendiri mendengar guyonannya.

***

Di dapur kantin Woozi dan Saeron masih belum bisa memasak ramennya karena kompor tak mau menyala juga, mereka mencoba menyalakan semua kompor yang ada tapi hasilnya tetap sama. Gasnya habis dan mereka tidak bisa menggantinya. Saeron ingat ada dispenser air panas di kantor guru.

"Kalau begitu ayo ke sana." ajak Woozi.

Langkah mereka yang hanya diterangi cahaya ponsel tak cukup membuat Saeron berani, dan Woozi yang tahu bahwa gadis itu ketakutan menggenggam tangannya erat memastikan untuk tak takut karena ada dia disisinya. Tanpa mereka ketahui di belakang ada sekelebat bayangan yang berjalan keluar dari pintu kelas menuju ke kelas di seberangnya.

"Ukh ada airnya," senang Saeron yang setelahnya menyadari kebodohannya, dispenser tidak akan menyala jika tidak ada listrik dan airnya tidak akan panas begitu saja. "Aish maaf..."

"Tidak apa-apa, kita juga belum minum jadi sebaiknya kita bawakan mereka air saja dan ramennya bisa langsung di makan tanpa dimasak dulu,"

Tak lagi tampak kekecewaan di wajah imut Saeron, dia mencari beberapa botol kosong tapi tak ada satu pun yang ditemukannya. Woozi sudah bersiap untuk ke lapangan dengan galon yang diangkatnya, Saeron cukup terpukau mengingat air yang hanya tersisa setengahnya membuat beban lebih ringan.

"Mereka datang..." kata Joshua melihat Woozi dan Saeron berjalan masuk.

"Aku membawa air untuk kalian!" ucap senang Woozi segera menaruh galon.

Melihat ramen yang masih terbungkus rapih membuat mereka mengerutkan dahi, tidak akan ada ramen yang dapat menghangatkan perut mereka.

"Kompornya tidak mau menyala dan dispensernya juga, jadi kami hanya bisa membawa kembali ramen dalam bentuk sebelumnya dan... tentunya kita membawa air," Saeron menjelaskan seraya menaruh tiga bungkus ramen di tengah-tengah mereka.

Dengan malas Jeonghan terbangun dari tidurannya meraih satu ramen kemudian meremasnya, membuka bungkusnya, "Dimakan begini juga enak." ia berkata sambil mengunyah mie renyahnya.

"Dimana Seokmin?" Woozi menjawab sendiri pertanyaannya, "Menghilang... kapan?"

"Baru saja dia mengeluh tentang betapa lamanya kau pergi dan setelah itu ia menghilang seperti asap," kata Wonwoo.

"Dipikir-pikir sangat menyeramkan jika kita hilang begitu saja seperti asap tanpa meninggalkan jejak," imbuh Jun dengan wajah suram.

"Jangan membuatku semakin takut" tegur Hoshi.

Joshua tak sependapat dengan Jun, ia berkata dengan tegas. "Kau tahu asap memiliki bau dan aku tidak suka itu ketika menempel di pakaianku."

"Yaaa... aku bilang jangan menakutiku!" sentak Hoshi memuncratkan sebagian makanan dari mulutnya pada Jeonghan.

"Apa kata-kataku menakutimu?" bingung Joshua.

"Kita akan segera kembali jadi hentikan obrolan kalian dan makanlah." kata Seungcheol menaruh ramen yang sudah diremas hingga menjadi bagian-bagian kecil, ia buka bungkusnya lebar-lebar, semua menurutinya dan memakan ramen seperti orang kelaparan.

***

Jarum jam yang lebih pendek menunjuk angka enam sedang satunya tepat pada angka dua belas, memberitahu mereka bahwa sekarang adalah waktunya untuk seseorang lagi menghilang. Masih di aula mereka kembali mendapati pandangan memburam setelah datangnya asap, cukup lama berada di dalamnya membuat mereka terbatuk.

Kalian tidak bisa kembali ke kelas hanya dengan berdiam diri di tempat, tanpa memikirkan apa pun...

Suara itu kembali terdengar disaat asap masih menghalangi pandangan, mereka tak tahu kenapa kali ini asap itu tidak langsung menghilang dan hanya berputar-putar di sekitar.

Mengakulah bahwa kalian menginginkan kebebasan dan berharap bisa lolos dari hukuman. Tapi aku tidak akan biarkan kalian pergi selama ada aku yang mengawasi kalian, ingat perkataanku baik-baik... kalianlah yang sedang menghilang dari sekolah, oh dia sudah mengakuinya maka aku akan membawanya...

Asap menghilang bersamaan dengan berakhirnya kalimat yang diucapkan oleh entah siapa. Saeron langsung menyadari bahwa Woozi tak ada di sebelahnya, laki-laki itu telah menghilang.

"Kalian dengar kita adalah orang yang menghilang, itu berarti Woozi dan yang lain telah kembali?" kata Hoshi buru-buru menambahkan. "Apa yang sudah Woozi akui? Lalu apa yang harus aku akui?"

"Dia sudah mengkhianati kita, seharusnya jika ia mengetahui sesuatu bilang dulu jangan pergi sendiri!" gerutu Wonwoo menyimpulkan tentang menghilangnya Woozi karena ia tahu apa yang harus diakuinya.

"Mungkinkah dia berkhianat pada kekasihnya juga..." Jeonghan menambahkan sembari melirik Saeron.

"Dia bukan pengkhianat." ucap Saeron dingin.

"Oh baiklah dia membela kekasihnya... apa mungkin kau mengetahui sesuatu?" tanya Wonwoo jutek, perasaannya sedang buruk. "Dari wajahmu saja kelihatan bahwa tahu pun tak akan memberitahu,"

"Wonwoo-ya, hentikan..." tegas Seungcheol.

"Aku juga ingin kembali Hyung!" bentak Wonwoo.

"YA, kenapa kau berteriak padaku!" sentak Saeungcheol tak terima mendapat tatapan kemarahan dari Wonwoo.

"Sadarlah bukan hanya kau yang ingin kembali," sewot Jun. "Sebaiknya kau jangan memperkeruh keadaan, bersikaplah tenang." tambahnya dengan suara lebih rendah.

Meski Wonwoo berhenti bicara tapi ia masih dalam suasana buruk, lalu memutuskan untuk pergi dari aula.

"Kau mau kemana?" teriak Seungcheol tak digubris oleh Wonwoo yang telah membanting pintu dan tak terjangkau lagi oleh pandangan. "Aku akan menyusulnya." ia berlari keluar dari aula.

Tinggal-lah Jeonghan, Jun, Hoshi, Joshua dan Saeron yang melanjutkan obrolan sebelum memutuskan apa yang akan dilakukan selanjutnya. Semenjak asap itu menghilang membawa Woozi, belum ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Joshua. Dia begitu fokus dan serius, entah apa yang sedang ia pikirkan.

"Kenapa kau diam saja?" tanya Jeonghan menyadarinya. "Joshua, Joshua Hong!" tambahnya ketika lelaki itu tetap bergeming.

Barulah ia tersentak ketika Jun yang berada di sebelahnya menyadarkannya dari lamunan dengan menepuk punggungnya cukup keras, sehingga membuat tubuhnya condong ke depan.

"Iya, iya..." seru Joshua tak mengerti apa pun. "Apa yang sedang kalian bicarakan?"

"Sesuatu yang harus kita akui, kau tahu itu apa?" Saeron berharap pada orang yang sepertinya telah berpikir keras.

"Pikirkanlah hal apa yang membuat kita terseret ke sisi sunyi sekolah, kenapa kita bisa berada di sini. Aku, Jeonghan dan Mingyu terlambat masuk kelas begitu pun dengan Jun, Hoshi dan Minghao..." kata Joshua melanjutkan, "Aku rasa itu adalah kesalahan kita, dari tadi aku telah mengakui kesalahanku tapi aku masih di sini, menurut kalian kenapa aku masih di sini?"

"Pengakuanmu tidak sepenuh hati,"

"Mungkin juga tidak tulus,"

"Lalu bagaimana denganku... aku tidak terlambat." elak Saeron.

Akhirnya mereka memilih untuk berjalan-jalan lagi di sekitar sekolah sebelum baterai ponsel mereka habis. Mencari dimana keberadaan Seungcheol dan Wonwoo, jika salah satu di antara mereka menghilang maka dia akan seorang diri, tentu mereka harus bersama-sama sampai akhir agar rasa takut berkurang.

Tiba-tiba saja ada sebuah suara di belakang mereka, bukan hanya langkah kaki tapi sesuatu yang diseret sehingga menghasilkan suara dari benda yang bergesekan dengan lantai.

"Apa itu?" Hoshi mendekat pada Jun, tangannya gemetar.

Karena penasaran Jeonghan memberanikan menoleh ke belakang, ia melihat sekelebat bayangan berjalan ke arahnya sambil menyeret penggaris sepanjang satu meter.

"WAAAAA!"

Saking takutnya Jeonghan sudah berlari kencang, otomatis Hoshi juga dibuatnya berlari disusul Joshua dan Jun yang sempat melihat sosok itu.

"HEI TUNGGU...!" Saeron berlari sekuat tenaga tetapi larinya tetap kalah dibanding para lelaki itu, ia menyerah dan sebuah tangan menyentuh pundaknya. "AAAAKH!"

***

To be continued,

Alesta Cho.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro