Bagian ke Delapan
Rin menatap laki-laki di hadapannya tanpa ekpresi. Tidak tampak kemarahan, kesedihan, atau merasa dikhianati meski itu wajar. Membuat Kim semakin bersalah dan diliputi penyesalan.
Hal yang selalu dilakukan Rin, memesan tempat di dekat jendela agar ketika tidak ingin menatap objek di depan, dia bisa mengalihkannya ke luar. Dan setiap kafe-kafe atau restoran, tempat tersebut selalu memiliki banyak cerita. Entah itu jalanan yang ramai atau udara yang kosong. Ibra pernah mengajaknya ke kafe yang berada di salah satu gedung pencakar langit di Ibu Kota. Tentu saja dia sangat senang. Malam hari yang bertaburan cahaya dari lampu-lampu pada gedung lainnya, belum lagi pergerakan mobil-mobil di bawah yang menyerupai bintang pijar.
Memikirkan Ibra, Rin jadi tahu tujuan laki-laki itu membawanya pulang dari kampung halaman dua hari lalu. Dia memang tak berbicara banyak hal, cenderung menjadi pendiam malah. Hanya meminta agar menemui Kim segera. Tapi yang namanya bangkai, serapat apapun mereka menutupi tetap tercium juga baunya.
Di sinilah mereka, saling menatap, namun tidak ada yang membuka suara. Seminggu berlalu, dimana dia menunggu kabar laki-laki di hadapannya kini, padahal Rin tak putus berdo'a siang-malam demi keselamatan, meski kini dia tidak menampik tengah menahan gemuruh dalam dada. Ternyata inilah alasan yang membuatnya harus berhenti atau lebih tepat menyerah atas mimpi-mimpinya bersama Kim. Tunangannya tersebut merusak semua karena nafsu yang tidak dapat dikendalikan.
Kim sendiri terlihat kacau. Entah menyesal atau sedih? Lihatlah, rambut berantakan, jambang mulai ditumbuhi bulu-bulu, padahal biasanya dia laki-laki yang rapi dan modis. Tangannya terulur untuk merapikan anak rambut yang menghalangi mata, namun urung ketika rasa jijik merecoki kendali atas perasaannya. Rin buru-buru menariknya kembali.
Seharusnya Kim merasa cukup dengan kedatangan gadis itu, namun hatinya menginginkan lebih. Dia tidak ingin dibenci apalagi dipandang rendah oleh tunangannya tersebut. Tidak tahukah, hanya Rin satu-satunya yang diharapkan dalam sisa hidup, menua bersama.
"Aku mengembalikan ini," ucap Rin lirih, serupa gumaman. Tangannya meraih tangan laki-laki itu, menaruh benda kecil berbentuk lingkaran yang di sisi dalamnya terukir inisial nama mereka, K dan I.
Sesakit inikah?
Ketika tangan mereka bertemu, saat itu Rin dapat merasakan dingin yang tak terelakkan. Berapa lama? Berapa lama laki-laki itu menunggunya? Tapi seharusnya Kim memaklumi. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk menata dan mempersiapkan hati. Di sini, dialah korban. Bukan malah laki-laki itu yang memasang muka pesakitan.
"Tidak bisakah kita perbaiki?" Kim masih menyimpan harapan, meski sedikit untuk menyelamatkan hubungan mereka.
Rin menggeleng.
"Aku tidak mencintainya."
Gadis itu masih diam, menunggu dengan sabar hingga laki-laki tersebut bersedia untuk bercerita. Ini mungkin akan menjadi pertemuan terakhir mereka sebelum kembali ke kehidupan masing-masing. Menjadi orang asing lagi, seolah tidak ada kebersamaan selama setahun belakangan.
Rin hampir menangis, tapi dirinya tidak boleh terlihat kalah. Mereka harus berpisah untuk menyelamatkan dua nyawa. Dia bisa saja egois, tetap melanjutkan pernikahan.
Tidak ada yang bisa diperbaiki dari hubungan mereka, Kim tahu itu. Lalu kenapa laki-laki tersebut bisa bertanya dengan pertanyaan yang sama sekali tidak masuk dalam list jawaban yang telah dipersiapkannya? Rin ingin memakinya, memukuli, atau bila perlu menggunakan pisau kecil di hadapannya untuk ditusukkan ke jantung. Dirinya kesakitan menahan luapan emosi dan dia tidak bisa memperlihatkannya agar Rin tidak dianggap lemah.
Dia akan baik-baik saja meski awalnya akan sulit. Dia pasti baik-baik saja, batinya menguatkan diri.
"Aku tidak mencintainya,"
Brak...!
Rin juga tidak tahu kenapa dia tiba-tiba menggebrak meja dan berdiri. Dia merasa muak sekaligus jijik dengan laki-laki yang bertele-tele. Tidak bertanggung-jawab.
"Tidak cinta tapi ada bayi di perutnya!" Rin akhirnya mengeluarkan sesuatu yang membuat hatinya sesak. Ya, bagaimana bisa ada janin dalam perut wanita itu jika Kim tidak bermain api? Bukankah rentang kehamilannya berada dalam masa saat mereka menjalani hubungan? Berapa kali percintaan yang dilakukan keduanya?
Ya, Tuhan. Bagaimana bisa laki-laki itu memiliki nyali menjanjikan pernikahan sementara tubuhnya diberikan pada wanita lain?
Rin mendongak, menahan sekuat tenaga agar airmata sial*n itu tidak keluar. Sementara Kim menunduk makin dalam karena merasa amat menyesal. Dia ingin merengkuh gadis di hadapannya yang pasti membutuhkan dukungan, tapi dia tidak bisa. Dia sudah ditolak bahkan oleh sikap Rin yang tak mau menunjukkan kesakitannya. Rin membentengi dirinya sendiri dengan pura-pura tegar.
Pengunjung lain memperhatikan keduanya ingin tahu. Sebagian kecil tidak peduli. Drama percintaan yang menurut mereka basi, dimana pihak laki-laki menghamili perempuan yang bukan tunangannya. Kemudian tunangannya meminta putus namun pihak laki-laki menolak dengan alasan cinta.
Urusannya SELESAI, Rin meninggalkan meja, masih berusaha menahan tangis. Sejauh ini dia terlihat baik-baik saja meski perasaannya tidak. Siapa juga yang akan peduli, tidak ada. Orang-orang memiliki kesibukannya masing-masing, jadi untuk apa dia meluapkan kesakitan sementara tidak ada perhatian yang didapat?
Kim menatapnya penuh sesal. Kenapa dia tidak bisa mempertahankan perempuan sebaik Rin? Kenapa Tuhan tidak adil pada mereka? Atau lebih tepat pada dirinya?
.
Deandra menggeleng lemah, menatap putus asa pada teman-temannya. Berisyarat, panggilannya ditolak lagi.
"Jangan dihubungi lagi!" Ibra menangkap gerakan Deandra mendeail nomor yang sama dengan ke delapan panggilan sebelumnya.
"Kamu tidak khawatir?"
Ibra menggeleng, "yang dibutuhkannya adalah waktu untuk sendiri."
"Tapi," Deandra berniat memotong namun Alfa lebih dulu menggeleng. Menyetujui pernyataan Ibra, Rin butuh untuk sendiri, entah itu digunakan menangis atau meratapi nasib.
"Mau kemana?" kali ini Nugie yang bertanya, dia melihat Ibra beranjak dari duduk, bersiap pergi.
"Pulang," jawab Ibra acuh.
Mahendra yang dari tadi diam sudah bisa menebak kalau Ibra berbohong. Mana ada dalam kamus laki-laki itu mengabaikan Rin? Semua orang juga tahu seberapa perhatiannya dia pada gadis yang tengah patah hati tersebut.
"Kalian percaya?!" Nugie mendengus kesal. Tadi disuruh untuk membiarkan tapi dirinya sendiri menghampiri. Benar-benar egois.
Di antara para sahabat, Nugie-lah yang suka ceplas-ceplos, tak ragu mengutarakan pendapat. Alfa paling bijak, dan tentu saja Mahendra yang tidak suka ikut campur. Mengenai Deandra, dia orang baru yang menjadi adik kesayangan Alfa dan Ibra.
.
Ibra memilih berdiri di depan pintu. Menunggu tangis gadis itu reda, dia tidak bisa ditemui ketika keadaannya kacau dan Ibra tahu itu. Makanya ia memilih menunggu.
Lelah berdiri, Ibra duduk sembari meluruskan kaki, menimang apakah pantas jika dia pura-pura menanyakan kabar melalui sambungan telephone. Kemudian diurungkan. Tadi saja melarang semua orang, lalu sekarang dia sendiri hendak melakukan? Ibra menggeleng.
Ibra kembali berdiri setelah setengah jam menunggu dengan resah, sesekali isakan itu masih terdengar dan membuat urung dirinya untuk mengetuk pintu. Dan kini setelah dirasa agak lama, dia bersiap mengetuk.
Pintu terbuka ketika tangan Ibra belum mengetuk. Tampak sesosok manusia yang amat berantakan, rambut acak-acakan, mata sembab, hidung kemerahan, dan pipi yang masih basah. Jika dalam kondisi normal, dia pasti sudah meledek gadis itu. Namun hari ini tidak akan dilakukannya, Ibra memilih merengkuhnya erat. Tidak ada penolakan sama sekali.
Mereka berpelukan di depan pintu.
***
"Kau baik-baik saja?"
"Tidak. Aku tidak baik-baik saja. Ini menyakitkan, rasanya aku ingin mati." Rin tergugu
"Bukankah masih ada aku? Kau bisa berbagi denganku,"
"Aku sudah banyak merepotkanmu,"
"Dalam persahabatan tidak ada istilah merepotkan. Atau, kalau kau ingin membalasnya, terima cintaku,"
Rin tersenyum. Ibra memang pandai bercanda.
***
Tamat,
.
.
.
.
.
.
.
.
Tapi bo-ong 😄
Apa kabar? Masih ingat Ibra, Rin? Kuharap masih. Maaf ya, seminggu kemarin absen, nggak memungkinkan untuk update, banyak kendala 😄 tapi Insya Allah mulai teratur lagi.
Minggu depan kita akan mulai bab baru tentang mereka. Ini baru masa pengenalan, Kim mungkin tidak akan muncul lagi karena 'Penjaga Hati' aslinya bukan tentang dia, melainkan Ibra, Rin, dan Kak Nu 😉 jadi, tetep tungguin ya.
Dukung tulisan ini dengan tinggalkan notif.
Oke, selamat membaca.
Salam Loopies
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro