Pengikut Matahari | 3
Aku nulis apa sih😱
Yaudahlah. Tetep need krisan😅
Bagian 3 |
Happy reading🌞🌞🌞🌞
***
Adisty baru tahu kalau pulang sekolah bisa semenyenangkan ini. Meraka pulang lewat jalan taman. Kata Ellio, bunda menunggu di depan gang sana, di dekat toko kue. Jadi merak harus berjalan dulu dan baru pulang bersama-sama dengan bunda.
Kata Kak Nina, ini sudah bulan ke empat Adisty bersama mereka. Walaupun gadis kecil itu tidak tahu seberapa lama empat bulan itu, tapi dia merasa senang.
"Hey! Ellio bodoh."
Tuk!
"Aw!" Ellio menengok ke belakang. Aris, teman sekelas yang tadi mengejeknya di sekolah berdiri di belakangnya dengan beberapa temannya.
Mereka membawa botol-botol bekas dan melemparkannya ke arah Ellio dan anak-anak panti.
"Aaaaaa!"
Yang lain berteriak dan lari berhamburan.
Adisty geram. Dia lalu mengambil botol yang ada di dekat kakinya dan melemparnya balik. Botol itu tepat mengenai kepala Aris. "Jangan ganggu Ellio."
Aris terlihat marah. "Lempar anak perempuan itu juga. Dia teman si bodoh Ellio." setelahnya belasan botol melayang ke arah Adisty. Gadis itu tidak bisa mengelak.
"Jangan ganggu temanku!" teriak Ellio kemudian mendorong Aris sampai terjatuh. Tidak ada yang boleh mengganggu Adis, mereka teman sepernamaan. Adis sahabatnya.
"Anak bodoh berani melawan ya." Aris bangkit dan balas mendorong Ellio. Ellio yang notabene memiliki tubuh jauh lebih kecil langsung tersungkur.
Meski lututnya terasa perih, Ellio tidak menyerah. Bunda bilang harus mereka harus saling menjaga. Tidak ada yang boleh mengganggu temannya.
"Jangan ganggu temanku! Kamu jahat!" Ellio kembali menubrukkan tubuhnya ke arah Aris hingga mereka berdua tersungkur.
Adisty mematung menyaksikannya.
"Jangan ganggu temanku!" Ellio kembali berteriak.
Baik Ellio ataupun Aris sama-sama tidak mau mengalah. Terlebih lagi Ellio yang jadi tidak terkendali. Dia terus memukul Aris. Aris melayangkan apa aja ke wajah Ellio agar anak itu melepaskannya.
"Tolong!"
Teriakan Adisty menggundang beberapa orang yang akhirnya memisahkan keduanya.
Ellio masih meronta-ronta, berusaha kembali menyerang Aris. Aris sendiri nampak ketakutan.
Adisty menatap Ellio. Ke mana perginya wajah ramah itu?
Ellio seperti kehilangan bukan dirinya. Seorang bapak-bapak yang memeganginya sampai kewalahan.
"Dasar Ellio bodoh!"
"Aris jahat! Jangan ganggu temanku."
"Memang apa salahnya kalau Ellio bodoh? Dia masih berusaha belajar." Adisty tidak tahan melihatnya. "Seseorang tidak perlu belajar menjadi pintar untuk menjadi orang baik. Terkadang justru sebaliknya, mereka yang pintar sering berlaku tidak baik."
"Elli? Kenapa, Nak?" bunda datang bersama beberapa anak-anak. Ternyata mereka memanggil bunda.
"Elli dengar bunda sayang. Tenang ya, tenang." bunda langsung menghampiri Ellio, memeluknya, berusaha menenangkannya.
"Jangan ganggu temanku!" Ellio masih berteriak.
"Elli tenang ya, ini bunda, Nak. Nggak ada yang akan ganggu temanmu." bunda menangis sambil memeluk Ellio erat.
Dari jauh Adisty memandang bingung. Ellio kenapa?
***
"Kak Nina...."
"Nggak papa Adis, Ellio ada di dalam."
Gadis kecil itu ketakutan. Meski Nina kini memeluknya, rasa takut saat melihat Ellio yang seperti itu rasanya tidak juga hilang.
"Bunda." Adisty langsung berlari menghampiri bunda Aryn yang baru saja keluar bersama dokter. Mereka membawa Ellio ke rumah sakit.
"Bunda, Ellio kenapa? Apa benar ada masalah sama kepalanya?"
Bunda berjongkok, memeluk Adisty yang nampak begitu sedih. "Ellio memang punya masalah sama kepalanya, Autis."
"Autis itu apa bunda?"
Bunda tersenyum. "Nanti kalau sudah besar Adis bakal ngerti. Sekarang jangan nangis ya, Ellio nggak apa-apa kok."
Bahkan setelah beberapa minggu bunda mengatakan kalau Ellio baik-baik saja, Adisty mulai tidak mempercayainya.
Sudah sebulan ini Adisty menolak keluar kamar. Dia menolak makan dan menolak bicara bahkan kepada bunda.
Ada rasa bersalah pada dirinya mengingat kejadian itu terjadi karena Ellio membelanya.
"Adis udah jangan nangia, sebentar lagi Ellio pulang kok." Nina berusaha meredakan tangisan gadis kecil itu.
"Nggak apa-apa mama nggak jemput aku di sini. Aku cuma mau Ellio kak, Ellio."
Nina makin tidak tega. Adisty terus menangis. Gadis kecil itu kelihatan begitu terluka.
"Adis?"
Gadis kecil itu reflek menoleh. "Elli."
"Matahari sudah pulang, Adis jangan sedih lagi."
Sekali lagi, Adisty menangis sambil memeluk Ellio. Bunda dan Nina turut menahan tangis.
"Elli jangan pergi lagi."
Ellio mengeluarkan senyum cerah andalannya. "Aku nggak akan pergi jauh dari Adis. Kita kan teman sepernamaan."
"Waktu itu aku bilang lihat matahari di waktu mendung kan? Sebenernya matahari itu nggak ada di langit, dia ada di sini."
Mama, jangan khawatir. Aku sekarang punya matahari dan bunda. Aku akan baik-biak aja di sini selama ada mereka.
Tanpa sadar, Edisty selalu mengikuti Ellio, mataharinya. Tidak apa-apa tidak ada Mama, di sini ada Ellio dan Bunda.
Gadis kecil itu tidak ingin ditinggalkan lagi.
****
Lega.
Akhirnya selesai🌞🌞🌞🌞
Makasih buat siapapun yang menyempatkan waktunya untuk baca cerita ini💕
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro