Part 5
'Dunia ini seluas daun kelor.'
Yup, perumpamaan itulah yang tepat untuk situasi seperti ini. Kak Joe mencintaiku, Ayah kak Joe, Om Hendra juga mantan mama yang kelihatannya masih menyimpan perasaan pada mama. Ayah sama anak seleranya nggak jauh beda, begitulah buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya.
Setelah om Hendra datang, Aku dan mama meminta izin pada kak Joe untuk pulang dan membersihkan diri. Tapi kalian tahu apa yang terjadi?
"Nggak boleh.." Jawab kak Joe mulai bertingkah.
"Kenapa nggak boleh?" Tanyaku balik pada kak Joe.
"Kamu harus nemenin aku."
"Kenapa harus aku? Papa kak Joe kan udah dateng." Kilahku dari permintaan kak Joe yang super manja tadi.
"Tapi aku pengennya sama kamu, TITIK! Kalo nggak dijagain kamu, aku nggak mau sembuh." Rajuknya. Tuh lihat! Kayak anak kecil, kan? Nggak malu ama badan yang super gede. Aku harus jawab apa kalau kak Joe udah ngancem kayak gitu.
"Sudah, Sudah. Jangan ribut. Kamu disini dulu aja Vin. Nanti mama ijinin ke sekolah." Mama mencoba menengahi atau bisa dibilang mama mendukung tingkah kekanak-kanakan kak Joe, Tapi aku ini capek dan ingin istirahat. Kemarin aja aku udah tidur sekitar pukul 2 pagi, Aku bisa-bisa pingsan di siang bolong jika tidak istirahat.
"Oke, nanti jam 11 aku kesini lagi. Aku mau istirahat kak Joe." Ujarku mencoba membujuk kak Joe untuk membiarkanku lepas darinya, meski hanya beberapa saat.
"Aku harus ngapain kalau nggak ada kamu disini Vin?" kak Joe memelas, menunjukkan wajah masha yang hobi mengganggu hidup bear. Sekarang aku sangat tahu bagaimana rasanya jadi bear, sungguh menyiksa. Disiksa oleh rasa sayang. *ehem*
"Joe.." panggil om hendra. "Kasihan Malvin. Dia udah capek dari kemarin nungguin kamu. Lihat matanya, ck ck ck.. udah kayak disengat tawon. Hahaha." Gelegar om Hendra.
"Papa! malvin orang nya! Yang Joe ceritain." Ujar kak Joe dengan antusias.
"Cerita apa?" Om Hendra nampak linglung dengan apa yang di maksud anak lelakinya tersebut.
"ASTAGA PAPA!" Kak Joe frustasi dan menggaruk kepalanya bingung. "Joe suka sama Malvin." Sahut kak Joe!
Aku sangat terkejut, sungguh! Kenapa kak Joe menceritakan hal tabu semacam ini pada om Hendra. Aku seketika tak berani menatap om Hendra, aduh malu banget! Kayaknya om Hendra lagi ngeliatin aku, aku harus gimana? Lari aja kali ya, ngumpet di toilet gitu? Namun sebelum hal-hal absurd diotakku ter-realisasikan..
"Malvin.." Irama menghakimi mengalun dari suara om Hendra. Aku tak berani menjawab, mama yang berada disampingku sedang cekikikan dengan riangnya. Aku lemparkan pandangan chidori pada kak Joe, Seketika mata kak Joe yang sebelah kiri berkedip genit jahil.
"Om...." aku menundukan kepalaku, mencoba jurus rengekan janda muda, semoga berhasil. "Malvin minta maaf. Tapi om harus yakin sama Malvin, Malvin nggak pake pelet kok." Aku mencoba sekuat tenaga mengeluarkan air mata buaya, dan berhasil. "Hiks.. hikss.."
"Hwahahhaahahahaha.." seisi ruangan teratawa. Ada yang lucu?
"Tiara... kamu setuju kan kalo Joe jadian sama malvin?" Tanya om hendra disela-sela tawanya. "Joe bener-bener pilih pacar yang tepat. Dia mirip banget sama Tiara dulu." Lanjutnya dengan gelak tawa.
"Tapi maaf.." aku bersuara di tengah-tengah keramaian tawa ini. seketika semua tawa bahagia berubah menjadi kebengongan penuh tanda tanya. Aku menatap kak Joe, dengan tubuh tinggi, besar, serta atletis sangat tidak pantas untuk merajuk, bukan?
"Ada apa Vin?" Tanya mama padaku.
"Malvin butuh waktu." Jawabku singkat. Sebenarnya, ada sesuatu yang mengganggu fikiranku. Ada sesuatu. Aku kembali menundukkan kepalaku, menarik nafas dan menghembuskannya penuh sesal.
"Malvin." Suara kak Joe memanggilku. Sungguh! Kak joe ini tipe ideal semua cewek. Bahkan suaranya itu cowok banget, AKU SUKA! "Aku nggak minta kamu untuk jawab sekarang, kan? Kamu belum pernah melihatku berjuang buat kamu, kamu belum melihat betapa besar cinta aku. Dan saat semua hal tentang perasaanku sudah kamu pahami. Kamu wajib jawab, dan aku nggak menerima penolakan. " Hal gila macam apa itu? Aku melirik ke arah mama dan om Hendra, mereka tampak berbinar seolah termakan bualan GOM-BAL dari mulut buaya itu. Meski sejujurnya, aku juga sedikit baper sih.
"Iya, iya.. terserah kamu." Jawabku seadanya. "Tapi ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengan om Hendra. Mari kita bicarakan diluar om." Aku segera berjalan keluar ruangan diikuti oleh om Hendra, mama juga mengikuti kami. Namun anak kucing (baca : JOE) itu mulai berulah lagi.
"Dilarang lama-lama. Cepetan balik kesini." Titahnya, dia fikir aku itu induknya apa? Kemana-mana harus ada aku.
"Oke, oke...." Jawabku malas.
Aku, mama, dan om hendra berada di depan ruang kak Joe kali ini. Aku harus segera menyelesaikan kasus yang super wajib segera diselesaikan. Dan aku harus mulai angkat bicara, "Om, aku ingat plat nomor pemilik sepeda motor yang menabrak kak Joe."
**
Aku sampai dirumah pukul 02 siang, setelah bernegoisasi dengan penuh kesulitan dengan kak Joe. Berkat bantuan om Hendra pula, aku bisa lari dari kak Joe. Ibaratnya, nidurin anak bayi yang lagi rewel. Menyenangkan tapi sangat menyebalkan.
Saat sampai di rumah, aku segera membersihkan diri dan mengganti baju. Kemudian bersiap untuk menyambut dunia mimpi yang sudah aku dambakan. Aku menarik selimut, namun satu hal lagi mengganggu pada saat-saat istirahatku yang berharga.
'Tok.. tok.. tok..' pintu kamarku diketuk oleh seseorang dari luar. Tidak bisakah takdir membuat hidupku tenang!?!?!?!? Sebentar saja.
"Siapa?" Teriakku kesal. Mau istirahat aja susah banget.
"Ini mama Vin, diluar ada Reno. Temuin gih!" ucap mama. Seseorang yang mengganggu fikiranku seharian ini datang ke rumahku. Tentu saja, aku sangat ingin bertemu kak Reno. Terakhir kali aku melihatnya, terdapat raut gusar di wajahnya.
"Aku capek ma. Kak Reno suruh ke kamar aja." Ucapku pada mama. Kemudian senyap terasa, mungkin rasa deg-deganku saja yang terlalu mendramatisir keadaan. Mungkin aku harus menyiapkan beberapa lagu india, jadi saat kak Reno masuk nanti aku akan berlypsing sembari menari-nari. *Stay Alay*
'Tok.. tok.. tok..'
Aku terserang debaran jantung mendadak!!!!
'Tok.. tok.. tok..'
Tolong, siapapun tolong!!! Sembunyi dalam selimut ah!!
"Den Malvin, ini makan siangnya." Hwaaaa!! Apaan sih bi Jum ini. Nggak lucu ih bercandanya. Kirain tadi yang gedor-gedor pintu kak Reno, padahal udah nyiapin obat tetes mata. Supaya momen melankonisnya kayak yang di drama-drama gitu.
"Iya bi Jum, masuk." Jawabku malas. Kemudian terdengar bi Jum membuka pintu, aku masih beringsut di dalam selimutku.
"Ini den, bibi bawain kesukaan den Malvin." Ujar bi Jum.
Aku segera membuka selimut yang menutupi tubuhku. Kemudian melihat makanan yang dibuat oleh bi Jum.
"Hai!" Sesuatu yang aku fikir makanan tadi menyapaku, tapi itu bukanlah makanan. Melainkan seorang ketua osis, kak Reno. Seketika aku terbangun, menyandarkan punggungku pada kepala dipan ini. "Makasih ya bi Jum." Lanjut kak Reno dengan senyum simpul pada bi Jum. Kemudian bi Jum berlalu dari kamarku.
"Ada apa kak Ren?" Aku memulai pembicaraan, mencoba memancing kak Reno untuk bicara.
Kak Reno memandangku dengan sepasang mata menelisik. Kemudian ia duduk di depanku. "Aku khawatir, sejak aku dengar Joe kecelakaan bersama kamu. Di fikiranku hanya ada keadaan kamu Vin. Kamu baik-baik aja, kan?" Ucap kak Joe penuh kerisauan. Mata yang sering mengatup saat tersenyum itu kini berkaca-kaca, bibir itu bergetar menahan rasa sakit di dadanya. "A-aku.." kak Reno seolah masih ingin menjelaskan sesuatu. Namun..
Setetes air mata menetes. Kesedihan tanpa suara itu kini menyelimuti diri kak Reno.
"Kak Reno, minta maaf." Parau suaraku tercekik rasa sedih. Sejenak, aku mengelus pundak cowok yang terbiasa memberiku kekuatan, diriku saat ini juga berkat kak Reno. Semua kekuatan menghadapi kenyataan sepahit dan semanis apapun, semua berawal dari pundak kak Reno, tempatku dulu sering menangis saat teman-temanku mengolok diriku, mencecar pedas terhadapku. Tapi kehangatan pundak kak Joe masih sama. Namun tanpa ku sadari kak Reno bergerak cepat menarik tanganku, menempatkan kepalaku di dadanya.
"Aku yang seharusnya minta maaf, kan? Bahkan di saat kamu harus menjaga Joe sendirian di rumah sakit, aku nggak datang." Suara itu mengalun pelan tertahan, rasa sedih kak Reno menjalar pada diriku menciptakan rasa tak ingin melepaskan satu sama lain. "Maaf untuk rasa egois ini, karena tak ingin kamu menangis untuk orang lain." Suara itu masih terdengar melankonis di telingaku. Membuat pelukanku semakin erat, menarik satu sama lain.
Rasa egois itu wajar dalam cinta, kan? "Kak Ren, aku nggak masalah. Aku juga nggak mau ngrepotin kamu, apalagi tugas kamu di osis udah banyak, kan?" Jawabku. Sebetulnya aku juga bingung harus bicara apa kali ini. bahkan pelukan kami masih belum terlepas, jujur! rasanya benar-benar nyaman.
"Aku.. dikeluarkan dari osis." Ujar kak Reno. Tapi, kenapa? "Aku nggak apa-apa sih, osis itu cuma merepotkan kok." Lanjut kak Reno. Kepalanya menunduk agak sendu. Mungkin sisi lain dari hatinya sedikit tidak rela.
"Tapi, kenapa kak Reno bisa di keluarin dari osis? Bukannya semua event osis sukses ditangan kak Reno?" Selorohku apa adanya. Bisa di akui, bahwa osis di sekolahku tahun ini sangat sukses dalam berbagai hal, tentunya berkat dedikasi kak Reno yang tinggi sebagai ketua-lah yang juga ikut andil dalam mewujudkan berbagai rencana kerja osis.
"Untuk hal itu, aku nggak bisa bilang ke kamu." Kak Reno mencoba tersenyum. "Kamu kapan mulai masuk sekolah?" Tanya kak Reno.
"Mungkin besok. Hari ini sebenernya aku capek banget, ini aja baru pulang." Jawabku. Aku menatap kak Reno sekali lagi. Terdapat beberapa rautan di dahinya, menandakan ia yang sedang banyak fikiran. Namun di saat-saat seperti ini pun, kak Reno masih tersenyum dihadapanku. Kak Reno selalu menjadi sosok yang dewasa saat bersamaku, bahkan meski terkadang dirinya sendiri terpuruk.
"Kak Reno mu ini boleh nemenin kamu disini, kan?" Pinta kak Reno. Apa-apaan sih? Emang udah berapa kali kak Reno main dan tidur di kamarku? Udah banyak banget! Nggak keitung bahkan.
"Boleeeh... nginep juga boleh kok." Jawabku. Kak Reno tersenyum lagi. Kemudian ia melepaskan sepatunya dan merebahkan tubuhnya disampingku. Tubuh kami terpisah oleh seonggok guling. Aku tidur menghadap kak Reno, kak Reno telentang dengan terpejam. Aku menatap setiap jengkal wajahnya. Aku iri? Tentu saja. Karena kak Reno itu cowok yang flawless gitu deh pokoknya.
Kak Reno tiba-tiba membuka mata dan menoleh kearahku. Aku sesegera mungkin mencoba terpejam. "Kamu dari tadi ngeliatin aku. Apa kamu udah punya jawaban buat aku?" Sialan, ternyata dari tadi kak Reno nggak tidur.
"Jawaban apa? Sorry, kalo jawaban ujian matematika aku nggak punya." Celotehku ngasal. Pertanyaan apa yang dimaksud kak Reno? Apa mungkin saat dia nembak aku dulu? Seandainya kalian di hadapkan diantara coklat atau es krim, kemudian diwajibkan memilih salah satu! Sedangkan kalian terlalu egois untuk itu, dan ingin keduanya! Begitulah aku saat ini. oh ya! Coklat dan es krim itu kudapan favorit aku.
"Bukan itu.." Jawab kak Reno singkat.
"Oh.. yang IPA? Tapi aku kan nggak sekelas kak Reno, lagi pula kak Reno kakak kelas aku, jadi...."
"Aku cinta kamu." Kata-kata itu sontak membuatku berhenti berkata-kata. Padahal sedari tadi aku hanya ingin mencoba melarikan diri dari kata-kata ini. tapi apa daya jika sudah terucap seperti ini? apalagi dengan posisi super ambigu kami saat ini yang saling berhadapan. Mata kak Reno menghujam tajam meminta kepastian.
"A-anu.. itu.." Aku mencoba mencari kilahan, atau sekedar berpura-pura tidak mendengarnya. Tapi apa itu mungkin? Apa bisa?
"Tapi, jika perasaan kamu berbeda dari aku. Aku nggak akan maksa kamu mencintai aku kok, Vin!" Ujar kak Reno tenang.
"Perasaan aku? Sungguh, sebenarnya hal seperti ini kadang bikin aku bingung. Ada kak Joe dan kak Reno yang udah berbuat banyak hal, dan aku nggak ingin kecewain kalian." Terbesit bayangan penolakan cinta di masa lalu, atau saat aku mencoba untuk pertama kalinya menyatakan cinta pada cewek. Aku tahu betapa sakitnya. "Jika aja aku bisa, mungkin aku ingin kalian bedua bahagia. Jika aja aku bisa, aku ingin kalian berdua bersamaku. Tapi itu mustahil" Aku mulai bersedih, frustasi tentang cinta. Kenapa harus ada cinta? Jika hanya membuat sesal.
Kak Reno hanya menatap nyalang ke atas, entahlah apa yang sedang ia bayangkan. "Aku udah mencintai kamu begitu lama, dan aku baru saja ingin bilang ke kamu. Tapi ..." kak Reno tercekat. Mungkin ada sesuatu yang mengganggu fikirannya kali ini untuk bicara. Ia tersenyum pahit.
"Kak Reno.."
"Tapi kenapa malah Joe yang disana waktu itu? kenapa dia harus ikut-ikutan ngasih bunga di loker kamu? Ahhhhh....." Kak Reno menggaruk rambutnya kesal. Aku sendiri saat itu juga terkejut dan speechless, kenapa harus dua pangeran ini? kenapa bukan cewek aja? Jelek-pun tak masalah.
"Kak Reno, maafin aku. Aku nggak bermakud bikin kak Reno kepikiran gini. Sebagai gantinya, aku traktir makan di wartegnya teh Ida deh." (Teh = Kakak) Hiburku sumringah. Itu adalah warteg kesukaanku dan kak Reno. Bahkan penjaga wartegnya hafal setiap kali aku dan kak Reno kesana.
"Kamu tuh Vin, ngajak kencan kok di warteg?" Seloroh kak Reno.
"Terserah deh."
Ah, bersama dengan kak Reno itu selalu membahagiakan.
**
"Kamu habis ini rencananya mau kemana?" Tanya kak Reno di sela perjalanan pulang dari warteg.
"Aku mau istirahat kak. Kemarin malam aku nggak punya waktu cukup buat istirahat." Jawabku pada kak Reno. Aku memang hanya tidur beberapa jam tadi malam, yang pasti itu semua karena ulah kak Joe.
"Oh gitu ya, nanti malem aku temenin deh." Sahut kak Reno.
"Boleh, tapi kak Reno harus janji."
"Janji apa?"
"Dilarang bertengkar di rumah sakit nanti." Itulah permintaanku, aku tak ingin melihat ada pertikaian di antara keduanya. Sesama pria memperebutkan pria lainnya. Bukankah itu lucu?
"Yah, kalo untuk itu aku akan berusaha." Kak Reno mendekatkan bibirnya di telingaku. "Demi Malvin." Lanjut kak Reno berbisik.
'DEG' Jantungku mulai menabuh genderangnya, menciptakan konvoi marching band penuh kebahagiaan dalam hatiku. Dan membuatku tersenyum membayangkan yang baru saja terjadi.
"Kapan-kapan kita kencan beneran yuk, Vin!" Ajak kak Reno. Entah apa yang sedang di fikiran kak Reno saat ini. Kencan? Sisi lain hatiku merasa bahagia karena ingin tahu rasanya kencan, namun sisi lain hatiku masih memikirkan kak Joe, apa kak Joe marah ya kalau aku kencan ama kak Reno?
"Aku nggak ngerti yang kayak gituan kak. Aku belum pernah kencan." Ujarku apa adanya. Wajahku terasa sedikit menghangat kali ini, jadi aku memalingkan wajah agar kak Reno tidak melihat semburat merah di wajahku.
"Kamu nggak perlu mikirin apa-apa, aku yang akan nyiapin semuanya." Kak Reno tampak begitu meyakinkan di mataku, memang seperti itulah dia. Membuat semua keraguanku sirna bersama senyumnya.
Aku berpaling, menjauh dari tatapan kak Reno. "Tapi bagaimana kita bisa berkencan? Kita juga bukan sepasang kekasih." Ucapku penuh keraguan. Kekasih? Apa itu kekasih?
"Kalau gitu, ayo kita jadi sepasang kekasih." Tawaran kak Reno begitu menggiurkan. "Kamu mau, kan?" kak Reno meyakinkan.
Otakku terus saja memproses dengan keras. Aku juga ingin merasakan memiliki pacar, meski pada akhirnya aku harus bersama seorang lelaki. Apa salahnya? Dari awal memang kak Reno yang lebih dulu mencintaiku. Itu akan jadi sesuatu yang tidak adil jika aku memilih kak Joe. Meski kadar perasaanku pada keduanya adalah sama.
"Gimana? Kamu mau, kan?" Kak Reno masih gigih untuk meyakinkan diriku. Jantungku sudah nggak karuan, pipiku bersemu merah malu-malu. Ini sangat indah. Perasaan ini harusnya sempurna.
Aku .... mengangguk.
Kak Reno memeluk erat tubuhku. Ini sangat membuatku bahagia untuk tahu, aku jatuh cinta pada temanku sendiri.
"Terima kasih Malvin, makasih karena udah mau nyoba buat menjalin hubungan sama aku. Aku akan berusaha jadi yang terbaik. Buat kamu. Aku cinta kamu." Lengan kak Reno bertengger di pinggangku, sedangkan aku dengan penuh rasa gugup mencoba menautkan lenganku pada leher kak Reno. Aku memeluk seorang cowok, di pinggir jalan.
"Kak Ren, bisa nggak peluknya nanti dulu di rumah?" Pintaku. Meski jalanan menuju rumahku cukup sepi, tapi tetap aja. Aku takut kalau satpam kompleks memergoki kami. itu akan jadi issu yang nggak elit buat aku dan kak Reno.
"Okay sayang, sesuai keinginan kamu." Tuh denge! Apa katanya? Sayang? Kok agak geli gitu ya dipanggil sayang untuk pertama kalinya. Kayak ada manis-manisnya gitu. "Aku boleh gendong kamu nggak?" kak Reno ini apa-apan sih?
"Kak Reno, aku malu!" Jawabku sembari melarikan diri, udah nggak kuat. Kak Reno bapernya udah overdosis.
"Malvin tunggu!" Teriak kak Reno mengejarku.
"Ayo masuk Vin." Pinta kak Reno saat aku sampai di rumahnya. Iya, kak Reno maksa aku buat main ke rumahnya, sekalian aku juga pengen ketemu tante Viona sih, mama kak Reno.
Tiba-tiba tante Viona keluar dan melihat keributan di depan pintu. "Ada apa Ren? Kamu kok ribut-ribut?" Ujar tante Viona saat melihat kak Reno memaksaku masuk ke dalam rumahnya, aku ragu! Fikiranku dipenuhi oleh fikiran kotor tentang apa yang akan terjadi jika aku masuk. Mungkin itunya kak Reno bakalan di pamer-pamerin di depanku. Iya, kak Reno punya play station keluaran baru, dia kan suka banget goda aku pake game dari dulu.
"Ini ma, Ada Malvin?" Ujar kak Reno pada tante Viona. Tante Viona melihat ke arahku dan tersenyum manis.
"Ayo Vin, masuk. Kok kamu Cuma di luar aja? Masuk." Ucap tante Viona padaku. Wajah kak Reno dan mamanya tidak begitu mirip, kalo menurutku sih lebih mirip ama om Wijaya. Mungkin, itu alasannya wajah kak Reno bisa ganteng dan tubuh yang tinggi maskulin, tolong gak usah banding-bandingin aku dengan kak Reno. Plisss..
"Iya Tante." namun saat aku hendak melangkahkan kakiku untuk masuk ke rumah kak Reno, Handphone di dalam saku celanaku berdering. "Bentar kak Ren. Aku mau angkat telepon dulu." Izinku.
Kak Reno hanya mengangguk dan tersenyum.
Aku pun berlalu, dan menatap layar handphone. 'Nomor siapa nih?' fikirku. Tanpa fikir panjang, aku segera mengangkat telepon dari nomor yang tidak aku kenal.
"Hallo Malvin." Suara yang di sebrang sana memanggil. Terdengar agak familir, namun sulit tuk diingat. Suaranya sih kayak mang Ujang, tukang cilok di kantin sekolah. Kemarin aku sempet ngutang cilok ke Mang Ujang. Meski Cuma 5000 tapi tetep aja ngutang.
"Maaf mang Ujang. Besok deh utangnya Malvin bayar. Hari ini malvin lagi istirahat di rumah, jadi nggak bisa masuk sekolah. Tapi mang Ujang dapat nomor Malvin dari siapa?" Ocehku di telpon.
"Kamu ngomong apa Vin? Ini om Hendra." Suara disebrang sana ternyata om hendra, oh om Hendra ya? Hehe. WHAT?!!! OM HENDRA? Duh malu banget. Kirain tadi mang Ujang. Udah gitu ngomongin utang segala lagi. Nggak elit!
"Hehehe... om Hendra? Ada apa om?" Aku cengengesan bodoh.
"Kamu bisa ke kantor polisi sekarang nggak? Penabrak motor yang nabrak Malvin udah ditemukan. Om harap kamu bisa datang, karena kamu saksi mata disana yang hafal plat nomor pelaku." Ucap om Hendra. Jadi, penabraknya udah ditemukan? Alhamdulillah.
"Oke om, Malvin segera kesana." Jawabku. Setelah itu telepon tertutup. Punya pacar baru, tapi belum bisa menikmati. AHHH! Kak Reno, aku akan coba mencintaimu dengan benih cinta ini.
Aku segera menghampiri kak Reno, meminta izin padanya an tante Viona untuk pergi karena ada urusan. Tapi kak Reno tetep keukeuh pingin ikut. Jadilah, kami pergi ke kantor polisi bersama.
**
Aku dan kak Reno sampai di kantor polisi. Saat sampai, kami mendapati om Hendra dan mamaku disana.
"Malvin." Mama memanggilku, ia melambaikan tangannya. Sekarang mama tengah berada di dalam kantor polisi. dan jantungku agak deg-degan, beda sensasinya saat didekat kak Reno atau kak Joe, ini lebih menakutkan. Aku nggak pernah berhadapan dengan polisi.
"Silahkan duduk." Bapak polisi itu mempersilahkan aku duduk. Setelah itu beliau mengajukan beberapa pertanyaan tentang kasus kecelakaan yang membuat kak Joe menjadi korban.
"Baik, terima kasih saudara Malvin atas informasinya. Kami juga telah mengumpulkan bukti serta menangkap pelaku. Barangkali anda mengenali pelaku ini." Ucap pak polisi itu padaku. Tak berapa lama, dua orang polisi membawa dua orang ke hadapanku, yang pastinya adalah pelaku dalam kecelakaan ini.
Aku dan kak Reno begitu terkejut saat melihat pelaku dari kecelakaan yang telah ditetapkan oleh pak polisi. Salah satu dari dua pelaku tersebut adalah pria yang tak aku kenal, namun satu yang lainnya adalah seorang wanita. Aku sangat mengenali wanita itu.
"RATNA!!!?"
Bersambung
Konbanwa minna? semoga cerita kali ini kalian suka ya. makasih buat yang udah comment, vote, dan yang cuma baca doang. maaf baru dapet kuota. kemarin kuota internet nya abis, di kampung mbah-ku susah banget nyari penjual pulsa atau konter dan sejenisnya, maaf ya.. ,maaaffff Yogi sayang kalian :v
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro