Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 3


https://youtu.be/KmxaY_OVvWA

PART 3

'Bruagg..!!' Pintu gudang itu terbuka dengan paksa, semua gadis iblis itu menoleh ke arah pintu. Itu bukan Reno! Joe... juga bukan. Di saat seperti ini, aku menemukan celah yang tepat untuk melawan. Aku menendang perut cewek sialan didepanku. Ia tersungkur mengaduh dan tubuhnya ditangkap oleh para cewek lain dibelakangnya, kira-kira ada 10 cewek iblis disini.

Orang yang mendobrak pintu itu masuk. 'Mungkin inilah takdirku, meninggal dengan nista seperti ini.' Pikirku pesimis. Aku bisa melihat orang yang mendobrak pintu itu adalah 4 orang cewek lagi, aku berfikir bahwa mereka adalah termasuk komplotan cewek sialan ini. Jadi, aku hanya menutup mataku dan menanti keajaiban.

Keajaiban terjadi..

"Pergi kalian! Atau Reno dan Joe akan segera tahu kelakuan bejat kalian." Ujar salah seorang cewek berambut gelombang sepunggung, yang tak lain adalah salah satu dari pendobrak pintu tadi. Aku membuka mataku, salah satu dari keempat cewek tersebut menenteng smartphone seolah bukti telah berada di tangannya, mungkin dia mengancam para iblis yang mengaku fans ini.

Para iblis -kita sebut saja begitu- itu saling menatap satu sama lain. "Kami nggak peduli, asalkan orang yang kami cintai nggak jadi homo sialan, homo laknat, homo harus enyah dari dunia ini!" Pekik cewek iblis bertompel di bawah hidung yang lebih terlihat seperti upil, Aku begidik ngeri mendengar apa yang dikatakan para iblis tersebut. Namun diluar dugaan.

'Plakk!' sebuah tamparan dari geng malaikat –itu gelar dariku untuk 4 orang yang berhati baik tadi, kita sebut saja malaikat-, kali ini dari cewek yang berambut pendek seperti Jessie-J. "Homo juga masih jauh lebih beradab dari kalian. Enyah! Atau aku sobek mulut kalian!" Cewek itu mengeluarkan pisau lipat, aku tak kuasa membayangkan ada hal yang berbau psikopat disini.

Para iblis itu mulai berfikir, dari raut wajahnya seperti terlihat ketakutan. Kemudian dengan setengah hati, mereka keluar dari gudang lusuh ini. Tikus-tikus gudang pun bersorak gembira.

Keempat cewek yangtelah menolongku tadi mendekatiku, aku menatapnya dengan seksama. Aku seperti tak pernah melihat mereka sebelumnya di sekolah ini.

"Kamu nggak apa-apa?" salah satu gadis berambut Jessie J itu mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Aku sangat bersyukur mereka datang tepat waktu, kalau tidak mungkin artikel 'Nenek Sihir Telah Terbunuh' akan benar-benar menjadi kenyataan. Aku menyambut uluran tangan itu.

Aku mengangguk canggung, bagaimana bisa mereka lebih kuat dari aku. Sebenarnya yang cowok disini siapa? Oh tidak! Mereka kan berempat, sedangkan aku sendirian. Sangat tidak pantas untuk dibandingkan! "Terima kasih kalian udah repot-repot nolong aku, Aku nggak tahu harus balas kebaikan kalian kayak gimana." Ucapku pada mereka.

"Jangan canggung gitu ah." Ucap salah seorang yang berambut blonde dengan kunciran kuda.

"Kami sangat senang melihat kedekatan kamu dengan Reno dan Joe!" Pekik cewek berambut Hitam lurus. Aku membelalakkan mata, what! Senang? Baru kali ini ada cewek senang melihat kedekatanku dengan para pageran sekolah, kan?

"Iya, apalagi adegan ciuman-ciuman kemarin, asupan banget tuh!" Timpal cewek berambut gelombang.

"Ya ampun, wajah nya ukeable abis dah! Imut!" Jerit cewek berambut blonde dengan histeris sembari mencubit pipi gembilku tanpa ampun.

"Cocok dah kalo di ena-ena ama Joe atau Reno. Wkwkwk" mereka tertawa serempak. Aku sedari tadi yang tidak mengerti apa yang mereka bicarakan pamit untuk kembali ke kelas.

"Wait! Kami anterin. Cewek-cewek itu bisa saja lebih beringas dari sebelumnya." Ujar cewek berambut Jessie J, dan disambut oleh anggukan teman-temannya yang lain. Jadilah aku keluar dengan para gadis malaikat. Namun saat kakiku hampir melangkah keluar dari tempat ini, salah satu dari pangeran berlari menemuiku.

"Kamu tuh ya, udah aku tungguin didepan rumah kamu! Kenapa kamu berangkat duluan?! Tuh kan, kamu jadi sasaran mereka." Ucap kak Reno sembari mengusap rambutku penuh kerisauan. Sikapnya dari dulu masih sama, Jiwa pelindungnya, kasih-sayangnya, sosok ke-bapak-an nya *heh?*, semua masih sama, benar-benar sosok pangeran. Hanya saja ia tak pernah menciumku sebelumnya. Ciuman yang saat itu, apa aku bisa melupakannya?

"Kak Reno tenang dulu aku-" Aku mencoba menjelaskan apa yang terjadi, namun ia malah memotongnya.

"Malvin!" Bentaknya. "Andai kamu tahu betapa khawatirnya aku tadi saat sampai dirumah kamu, kamu ternyata udah berangkat duluan." Kak Reno tersenyum getir, aku peka kok! Tapi aku nggak bermaksud gitu.

"Aku hari ini ada piket kak, jadi harus berangkat pagi. Maaf ya." Aku mengusap pipi Kak Reno, ia tersenyum tulus kali ini. Disaat seperti ini aku melihat cahaya flash dibelakang kami. 4 cewek tadi sibuk mengambil gambar diriku dengan kak Reno.

"Dewi! Gita! Ngapain kalian disini?" Sahut kak Reno saat ia melihat gerombolan perempuan dibelakangku. Jadi, Kak Reno mengenal dua diantara mereka?

Belum sempat Dewi atau Gita menjawab pertanyaan dari kak Reno, Seseorang telah berlarian memanggil namaku.

"Malvin! Malvin!" Suara kak Joe memburu, ia berlari cepat menuju gudang tempat dimana aku berada , dan dibelakang kak Joe telah ada konvoi dadakan yang berisi gadis-gadis yang tak lain adalah penggemarnya. Cewek-cewek disini emang ganas kok. Seketika, kak Joe masuk ke dalam gudang sembari memeluk erat piggangku dan meyembunyikan wajahnya dibalik tengkukku.

"Kalian pergi sana! Aku cintanya cuma sama Malvin." Teriak kak Joe pada gadis-gadis yang otaknya mulai dicuci iblis karena mengemis cinta di hari kamis hingga menangis *wualay*.

"Nggak! Kami nggak terima kak Joe jadi homo gara-gara cewek jadi-jadian ini." Apa dia bilang? Aku cewek jadi-jadian? Plissss! Tapi, disini aku tokoh nenek sihir, kan bagi mereka? Aku bisa saja memberikan mantra-mantra yang membuat mereka tidur hingga tak bangun lagi, kemudian mereka harus menunggu pangeran menciumnya, maksudku pageran iblis. seharusnya aku bisa! Tapi aku malas untuk menanggapinya, Jadi diam dan lihat saja.

"Rupanya disini ada yang perlu dikasih pelajaran, hah?" Ucap cewek berambut Jessie J yang sedari tadi jengah melihat kelakuan cewek disekolah ini, wait! Dia kan juga cewek sekolah ini? maksudku adalah mulai jegah melihat kelakuan penggemar kak Reno dan kak Joe yang semakin anarkis.

"Kalian berdua, bawa Malvin ke tempat yang aman. Biar kami yang selesaikan mereka." Titah cewek malaikat yang berambut lurus dan panjang kepada kak Reno dan kak Joe.

"Ayo Vin." Ajak kak Reno. Seketika kami berlari secepat mungkin. Entah kemana mereka berdua membawaku. Tapi, pandanganku telah melihat kejadian di belakang kami, dimana keempat cewek tadi melakukan aksi gila dengan menghajar para konvoyer yang sudah mulai anarkis itu, aku harus berterima-kasih pada mereka nanti.

Langkah kami bertiga telah berhenti didepan ruang kelasku, mungkin hanya disini tempat yang paling aman untukku. Para murid dikelasku tak pernah mau tahu tentang urusan orang lain atau hal-hal yang bersifat popularitas, karena diotak mereka hanya ada buku, buku, dan buku.

"Makasih kak Ren, kak Joe. Hampir aja tadi. Huh." Aku mengusap peluh yang ada di wajahku, akhir-akhir ini memang selalu begini, aku selalu jadi sasaran kemarahan para penggemar dua pangeran di sekolahku. Entah, apa lagi setelah ini. satu hal yang harus aku lakukan adalah tak usah peduli.

"Maaf Vin." Ucap mereka serempak. Mataku sekali lagi menangkap wajah murung mereka. Hey! aku sama sekali tak masalah dengan semua ini.

"Untuk?"

"Kamu jadi korban cewek-cewek itu pasti gara-gara kami. Kami minta maaf." Ucap kak Joe.

Aku memeluk tubuh keduanya. "Lupakan aja kak, aku sama sekali nggak peduli dengan cewek itu. Pacar? Aku juga nggak peduli. Buat aku kalian berdua lebih dari pacar, jadi ini udah lebih dari cukup." Ucapku dengan sangat yakin. Jangan paksa aku memilih! Mereka berdua itu spesial, datang kerumah malam-malam, bawa ini-itu. Apa seandainya aku punya cewek? Cewek itu akan melakukan hal semacam itu? Aku rasa tidak. Mereka membalas pelukanku, erat, sangat erat. Sekali lagi hatiku terasa.. Sesak. "Woy.. woy.. udahan!" aku meronta-ronta, tapi tak satupun dari mereka yang menurut.

"Aku jadi pengen nyium kamu." Ucap kak Joe.

'Cupp!' Kedua bibir itu mencium pipiku. Wajahku terasa menghangat, darahku berdesir. Aku sungguh merasa dicintai.

Semua mata menatap kami, aku melihat salah seorang dari mereka. Pingsan! Mimisan! Eh tapi, kok ada yang jingkrak-jingkrak kayak bahagia gitu ya? Sekolah ini memang absurd! I admit it.

***

Sejak kejadian tadi pagi, Kak Joe dan kak Ren semakin protektif saja. Mereka sungguh tak memberiku ruang untuk bersosialisasi ataupun berjalan dengan langkah kakiku sendiri. Mereka selalu berada disampingku sepanjang hari, aku bahkan tak tahu harus berkata apa lagi? Aku senang mereka selalu menemaniku, tapi pasti adakalanya juga untukku harus sendirian. Sebagai contoh!

"Untuk apa kalian masih disini? Kalian mau ikut ke toilet juga?" Tanyaku. Mereka hanya diam dan menatapku dengan aneh.

"Iya, aku mau ke toilet." Jawab mereka serempak. Baiklah, aku mulai jengkel dan melemparkan tatapan jengah pada mereka. Tak mau ambil pusing, aku segera masuk ke salah satu bilik toilet. Namun hal gila terjadi, kak Reno dan kak Joe masih mengekoriku seperti anak kucing yang ingin menyusui, jangan paksa aku untuk mengganti perumpaannya! Kami bertiga dalam satu bilik toilet yang sama saat ini.

"kalian mau liat aku buang air?" Pekikku di dalam kamar mandi. Kejengahan ini sudah membludak tak karuan didalam otakku, namun untuk menunjukkan ekspresi seperti itu didepan mereka sangat sulit, dan berakhir dengan diriku yang selalu mengalah. "Kalian jangan ngintip!" titahku. Mereka mengangguk dan berbalik.

Usai buang air, aku keluar dari bilik yang sesak ini secepat mungkin, bau pesing sudah membumbung mengisi paru-paruku, belum lagi satu bilik diisi bertiga?

"Uh capek." Keluhku, kakiku sudah nyut-nyut an akibat lari-lari nggak jelas yang sia-sia untuk menghindari para manusia absurd penuh kejutan didepanku ini.

"Sini naik." Kak Reno berlutut dalam keadaan siap gendong punggung didepanku. Namun kak Joe juga tidak mau kalah.

"Naik di punggungku aja Vin." Pinta cowok yang jelas bertubuh lebih besar dari kak Reno itu. kejutan apalagi ini? aku akan terlihat seperti putri kerajaan dengan para ksatria setelah ini, dan para iblis akan selalu tidak menyukai hal ini.

Aku sangat setuju dengan apa yang mereka lakukan, sebenarnya aku akan memilih tubuh kak Joe yang jelas akan lebih aman untuk acara bergendong-ria dengan mesra. Akhirnya aku langkahkan kakiku menuju punggung yang tak kalah tegap itu, Kak Reno.

Tubuh itu berdiri, menggendongku. Sedangkan tubuh lainnya hanya melihat dengan getir dan mengerti konsekuensi dari jatuh cinta, yaitu sakit hati. Tapi aku memilih kak Reno juga bukan tanpa alasan, sudah jelas kak Reno yang berlutut lebih dulu, kan?

Kak Reno mengantarku hingga depan ruang kelasku. "Kamu yang hati-hati ya, Jaga diri baik-baik. Aku mau ke ruang osis dulu." Ucap kak Reno padaku. Ia menggenggam tanganku sebelum pergi, sepertinya ada sesuatu. Ada masalah. Kak reno beranjak, punggung itu berjalan semakin jauh.

"Kak Reno!" Teriakku memanggilnya, Kak Reno menoleh. "Semangat!" lanjutku. Dulu kak Reno yang selalu menyemangati aku. Mungkin sekarang adalah giliranku untuk membuatnya tersenyum, meski aku tak tahu masalahnya. Kak Reno hanya tersenyum membalas, kemudian berlalu.

"Malvin." Suara kak Joe memanggilku. Aku menoleh ke belakang dan tepat dibelakangku kak Joe menatapku dengan wajah yang datar tanpa senyuman, aku tak merasa seperti kak Joe yang biasanya. Aku mendekat padanya, dan mata kami saling bertemu. Kedua tangannya menangkup pipiku. "Katakan Vin, apa yang bisa aku lakukan? Supaya kamu nerima aku?" Ucapnya tiba-tiba.

Aku mengerjapkan mataku dan sangat paham tentang apa yang dimaksud oleh kak Joe. "Kalo aku bayanginnya sih, kayak yang di film-film gitu kak. Cowoknya rela mati demi ceweknya hehehe." Aku memang sedang melantur, mencoba menghindari pertanyaan tadi. "Tapi aku bukan cewek kan? Dan ini bukan film. Ohh.. sayang sekali." Lanjutku.

"Aku faham sekarang. Aku akan berusaha Vin." Jawab kak Joe. Maksud kak Joe apa? Faham apanya? Aku itu tadi kan cuma bercanda. Seketika itu, kak Joe berbalik dan pergi tanpa pamit.

Aku menggenggam tangan itu sebelum tangan itu tak dapat aku raih. "Kak Joe jangan macam-macam. Ucapanku tadi nggak usah didengerin." Selorohku saat aku sendiri merasa diriku tak pernah memahami perasaanku sendiri. Aku sadar, aku hanya sibuk menggantungkan perasaan kak Joe dan kak Reno.

Kak Joe berbalik, matanya sungguh dipenuhi asa. "Aku nggak akan nyerah. Demi kamu, aku harap kamu akan segera faham perasaanku dan jadi orang yang pantas untuk kamu pilih." Jelasnya, kemudian pergi. Aku tak lagi dapat menghalanginya.

Jam pelajaran telah usai, aku tak menemukan batang hidung kak Reno ataupun kak Joe. Aku mencari ke ruang kelas kak Joe, Namun aku hanya menemukan segerombol siswa yang terlihat urakan. "Permisi, kak Joe ada dimana ya?" Tanyaku pada mereka.

Salah satu cowok menghampiriku dengan tawa mengejek, tubuhnya sama besar dengan kak Joe, hanya saja kak Joe lebih tampan dan lebih tinggi *ehem*. "Eh, cowok cantik! Abang boleh kenalan nggak?" Ucapnya sambil menoel pipiku genit. Aku melotot, tapi ia malah tertawa. "Kamu kesini pengen godain abang ya? Pake melotot segala, makin manis aja." Lanjutnya. Tangan itu hendak menoel pantatku. Namun aku segera menepis lengan kotor itu. Mungkin dia budeg, padahal kan aku nyari kak Joe.

"Aku cuma mau nyari kak Joe. kalo kalian nggak tahu nggak papa, aku mau pergi." Sahutku. Saat aku berbalik untuk pergi, salah satu lengan pria tadi menarik pinggangku dan memaksa tubuhku menempel padanya. Ia menggesek-gesekan selangkangannya pada tubuhku, teman-temannya yang di dalam pun mulai berjalan ke arah kami.

"WILDAN!!!" Teriak seorang cewek yang telah berada di lorong samping kami sambil melihat kami berdua penuh amarah, Ratna! Aku bisa melihat mata gadis itu sembab. 'Duh malu banget rasanya diliatin cewek.' Rutukku dalam hati. Ratna berlari dan semua mata tertuju pada gadis yang tengah berlari itu. Aku juga bisa merasakan cengkraman pada pinggangku agak melonggar. 'Saat yang tepat.' Pikirku.

Aku mendorong tubuh itu sekuat tenaga dan rubuh menimpa kawan-kawannya yang tidak siap menyambut tubuh dari cowok yang aku kira namanya adalah Wildan. Aku berlari secepat mungkin agar mereka tak dapat mengejarku.

"Woy! Jangan lari lu.!" Teriak Wildan. Namun aku terus saja berlari ke arah gerbang jalan keluar. Aku bisa melihat Wildan dan teman-temannya berlari mengejarku. "Kalo kena gua gangbang ampek lower tuh lubang, awas lu homo cantik!" Umpatnya. Aku sudah begidik jijik bercampur ngeri bayanginnya.

Secercah harapan muncul saat aku melihat kak Joe berdiri disamping gerbang. Aku menghampirinya, dan aku bisa melihat komplotan cowok tadi berhenti mengejarku dan bersembunyi. "Kak Joe." Pekikku sembari berlari seperti dikejar hantu.

Kak Joe menoleh dan tersenyum. "Kamu ngapain lari-lari? Nggak sabar ketemu kakak yang ganteng ini ya? Hhehe." Kekehnya dan apa yang dikatakan kak Joe itu benar sekali. "Pulangnya sama kakak aja ya, Reno lagi rapat osis." Ucapnya.

Aku mengangguk mengiyakan. Aku menoleh ke arah belakang tempat dimana komplotan itu sembunyi. Dan Wildan tengah menunjukkan bogemnya, pertanda ia akan membuat perhitungan. Aku sama sekali nggak peduli, asal ada kak Reno dan kak Joe.

Aku dan kak Joe melangkah keluar dari gerbang sekolah, tanpa aku sadari dari arah lain telah ada kendaraan bermotor yang melaju dengan kecepatan yang tinggi. Tiba-tiba saja, "Awas Malviiiiiiiinnnn!!" Teriak kak Joe.

Tubuhku telah terpelanting ke arah kanan jalan, pipi, lengan, dan kakiku sangat perih akibat lecet-lecet. Namun aku masih mampu untuk berdiri.

Jantungku seakan tertohok dan tak mampu lagi untuk berdetak saat melihat pemandangan lautan darah di depanku, Kak Joe telah terkapar besimbah darah di sekujur tubuhnya. Tadi ia sempat mendorong tubuhku dan pada akhirnya tubuhnya sendiri yang menjadi korban. Aku menatap motor yang menabrak kami sempat menoleh dan berhenti, aku melihat plat nomornya dan aku menghafalkannya. Seketika motor itu pergi.

Aku merangkak dan merengkuh tubuh kak Joe. "Tolong.. tolongg!!" Teriakku parau untuk meminta bantuan, mataku sudah sembab tak kuasa melihat orang yang begitu berharga bagiku terkapar seperti ini.

"Ma-malvin uhuk." Ucap kak Joe dengan darah yang mengucur dari mulutnya, Tuhan.. Selamatkan kak Joe.... "Apa aku udah pantas buat kamu?"

To be Continued.....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro