Part 2
Sejak insiden diriku yang tertangkap basah sedang bergenit-ria bersama sang kapten basket itu diketahui oleh sang ketua osis, tapi yang genit bukan aku-nya. tiba-tiba saja mading sekolah dipenuhi oleh artikel LGBT, dan siapa yang LGBT disini sebenernya woy!
Hari dimana Kak Reno membawa bunga di hari itu, saat dimana ia mulai membangun tembok bertuliskan 'Anti Malvin' dalam hidupnya, dan aku sangat yakin dengan itu. kak Reno sama sekali tak lagi menepuk bahuku dan membuat lelucon garing yang dapat menghilangkan pedasnya ocehan makhluk yang menyebut dirinya 'gadis' tersebut. Aku juga sering mencoba menemui dirinya di ruang osis, dan berakhir dengan diriku yang babak belur dihajar oleh para gadis iblis yang beralasan ingin melindungi sang pangeran, hello boo! I am not a witch.
Kali ini aku melihat kak Reno yang tengah duduk sendirian di bangku taman, aku menatapnya dari kejauhan. kak Reno masih saja sibuk menolak para gadis berwajah manis yang berperilaku sadis tersebut untuk duduk bersamanya. Saat aku ingin menghampirinya, sebuah suara menghentikan langkahku dengan memanggil namaku.
"Malvin. Heh heh heh.." Nafas kak Joe terengah-engah saat menghampiri diriku. Aku menoleh pada Kak Reno, namun saat ia mengetahui aku sedang memperhatikannya, Kak Reno menarik lengan seorang gadis untuk duduk bersamanya. 'Lihat saja, aku juga bisa lebih dari kamu Kak Reno!' rutukku dalam hati.
Aku menggandeng lengan Kak Joe, menelan rasa takut akan tubuh berotot. sebenarnya aku agak takut sih melihat anak SMA dengan otot yang sudah seperti binaraga begini, kulitnya coklat manis, dan keringat yang berkilauan disetiap jengkal tubuhnya, hanya saja bau asemnya anak basket seusai berjemur di lapangan sedikit tercium pada hidungku.
"Kak Joe capek nih pasti, minum dulu gih." Aku menyodorkan sebotol air mineral yang belum sempat aku buka, karena rencananya aku pingin lemparin ke kepala Kak Reno supaya dia menoleh saat aku memanggil namanya. Tapi, di minum oleh Kak Joe juga tak masalah kok.
Ingat tidak? Insiden dimana kak Joe menyatakan cinta? Waktu itu aku telah menolak Kak Joe dan berkata, "Aku belum siap jadi gay kak." Kak Joe tanpa diduga menjawab kalau dia tak akan pernah menyerah untuk mendapatkan yang dia mau, beginilah makin lengket yang ada.
"Makasih ya, kamu perhatian banget." Tangan besar kak Joe mengelus rambutku dengan lembut. "Kamu nggak merasa risih atau takut gitu, kalau ternyata cowok didekat kamu ini gay?" Tanya kak Joe sembari membawaku menjauh dari taman. aku sibuk menoleh pada Kak Reno, namun ia begitu apatis untuk membalas tatapnku.
Kak Joe membawaku menuju ke tribun lapangan basket yang sudah mulai sepi. Aku juga tak lagi dapat melihat kemesraan Kak Reno dengan cewek yang ia tarik lengannya tadi, namun pagar lapangan basket seolah menjadi tabir untukku melihat Kak Reno.
"Nggak juga, aku tahu kak Joe itu straight, normal, suka cewek, dan aku juga yakin nggak lama lagi kak Joe malah merasa jijik sama aku. Aku tahu kak, tampangku ini emang kayak cewek, makanya Kak Joe bisa suka sama aku." Aku tumpahkan perasaanku, aku katakan padanya. Dan tak lama kemudian sebuah bola basket mengenai kepalaku dengan sempurna. aku seketika tersungkur di tribun penonton, bergulung-gulung nestapa tubuh ini pada tribun kosong berundak yang telah sepi.
'Kenapa hal seperti ini selalu terjadi padaku?'
'Kenapa hidupku ini dipenuhi kesialan?'
'Aku rasa, ini sudah cukup sampai disini.'
"Malvin, Malvin ... " Kak Joe terus saja memanggil namaku dan mengejar tubuhku yang membentur keras sisi bawah tembok lapangan.
'Sakit..' aku memendam ke-mewek-an ini dalam hati, dan mataku mulai menggelap seketika.
Saat aku membuka mataku, hari sudah mulai gelap. Aku menangkap sosok berotot siang tadi tengah tidur disampingku, di ranjang UKS, dengan tangan memeluk atau lebih tepanya menindih perutku, tubuh kak Joe kali ini sudah terlihat segar, ia sudah mengganti kostum basket tadi siang dengan seragam putih abu-abu yang khas dengan anak SMA. Aku menggeser tangannya agar aku bisa kabur, tapi apalah daya, tindihan tangannya kuat sekali, amat kuat hingga aku tak dapat menggesernya sedikitpun.
"Kamu mau kemana?" Kak Joe mulai bersuara, aku menatap wajahnya yang berada diatas kepalaku. Jadi, dia cuman tidur boongan?
"Aku mau kabur.." jawabku.
"Kenapa kamu mau kabur?"
"Biar nggak kena sial, terkadang menjadi cantik dan menjadi gebetan cowok-cowok cakep di sekolah itu dua hal yang cukup menyiksa."
"Makanya Vin, jangan pernah jauh-jauh dari aku. Supaya aku bisa ngelindungin kamu." Ucap Kak Joe sumringah, teduh, wajahnya sangat teduh seteduh pohon beringin, kok kesannya horror ya.
"Tapi cewek-cewek bakal makin benci sama aku, terus aku kapan punya pacar kalau mereka benci sama aku?"
"Apa itu penting? Apa buat kamu aku ini aja nggak cukup?" Pertanyaan itu dengan sukses membungkam bibir ini. "Aku bakal jawab pertanyaan kamu siang tadi, aku akui awalnya aku emang straight dan aku kirain kamu adalah cewek. Tapi seiring waktu, aku cinta kamu apa-adanya Vin, aku rasa hati adalah alasan yang cukup buat kamu milih aku." Lanjutnya, tadi itu omelan yang paling bikin baper, aku merasa hati ini mulai hangat, aku merasa detak jantungku berdetak tak beraturan, dan aku merasa sangat bahagia.
"Kak Joe, aku butuh waktu untuk sendirian." Pintaku pada cowok kekar yang berada disampingku saat ini.
Kak Joe mengangguk.
"Inget ya Vin, Kalau kamu bingung untuk cari peganggan, pegang tanganku. Kalau kamu tersesat dalam gelap, panggil namaku. Aku akan lindungi kamu." Ucap Kak Joe kemudian aku mendengar pintu UKS ditutup dari luar.
Kak Joe, sangat romantis. Andai aku cewek? apa aku akan jatuh cinta sama dia? Ah, aku ini mikir apa sih.
Sudah agak larut, tapi sekolah masih cukup ramai. Aku melangkahkan kaki keluar dari UKS dan aku menemukan sosok yang sangat ingin aku temui selama ini, Kak Reno. Ia berdiri dengan tertunduk, kedua telapak tangannya mengepal. namun saat kak Reno melihatku keluar dari ruang UKS, ia berjalan ke arahku dan memelukku. "Aku khawatir sama kamu Vin, gimana keadaan kamu?"
"Aku baik-baik aja kok. Kak Reno nggak usah khawatir." Jawabku, aku merasa sangat bahagia bisa merasakan pelukan ini lagi. Tangan kak Reno dari dulu memang yang terbaik, anti deh ama yang namanya kapalan atau apalah.
"Gimana aku nggak khawatir? Kamu habis kena lemparan bola fans-nya si Joe itu kan?" Kak Reno tahu hal itu? astaga, dia kan ketua Osis, wajar saja berita seperti ini cepat tersebar luas dengan judul 'Nenek Sihir Telah Terbunuh', aku benar-benar menjadi tokoh antagonisnya kali ini.
"Hah? Fans?" Pantesan, sudah kuduga.
"Iya, kamu tahu Adrian kan? Anak IPA 1? Dia ternyata Gay dan suka ama Joe. Dia yang udah lempar bola basket ke arah kamu." Ucap si ketua osis didepanku ini. "By the way, Joe ngapain tadi peluk-peluk kamu segala, emm.. aku nggak suka." Lanjutnya dengan malu-malu, lihat saja rona pipinya.
Wait! Jadi selain dibenci cewek, aku juga dibenci para Gay! Ayolah, ini bukan salahku. "Iya kak Ren, Kak Joe romantis banget tau nggak? Dia pegang tanganku sambil ngucapin kata-kata romantis gitu, keren ya!" Selorohku dengan seringaian licik dalam hati, aku harus sukses bikin panas-panas kak Reno. Biar dia merjuangin aku dikit gitu, sedih tau nggak liat kak Reno tiba-tiba ngejauhin aku. Meski fakta akan kak Reno itu Gay adalah sangat diragukan.
'Cupp..' Bibir itu, menempel pada bibirku rasanya lembut. Jadi ini apa? Otakku masih loading... cowok nyium cowok, oke ini namanya FIRST KISS! Yup, ini ciuman pertamaku.
Tanpa kusadari, Kak Joe sedari tadi memperhatikan kami dari kejauhan. Ia berjalan menuju kami berdua dan-
'BUG!!' Sebuah pukulan sukses mendarat pada pipi kak Reno, bibir itu? Hidung mancung itu? berdarah.
"Maksud lu apa hah? Jangan mentang-mentang lu kira gue pulang! lu bisa seenaknya nyium dia." Kak Joe terlihat sangat marah, tangannya mengepal, otot bisepnya benar-benar membesar menunjukkan otot yang sungguh bikin begidik. Namun, lengan itu merengkuh diriku. Perasaan kalut beberapa saat yang lalu mulai mereda. Aku hanya diam diperlakukan apapun oleh Kak Joe ataupun Kak Reno, karena buatku sesama cowok melakukan hal seperti ini bukan masalah, atau mungkin aku telah menganggap hal seperti ini wajar.
Namun kemudian, kak Reno menarik lengan kak Joe dan memaksanya melepas pelukan itu. "lu sendiri siapa? Sadar diri dikit napa, gue ini sahabatnya mulai kecil, yang malvin tahu dan yang boleh dia tahu Cuma gue, mamanya juga nyerahin dia buat gue jaga, termasuk JAGA DARI ORANG KAYAK LU!" Sahut kak Reno penuh amarah, 'BUG!' Pukulan kak Reno tak kalah kuat. Mereka saling serang satu sama lain. Aku tak mungkin kan jika hanya menonton seperti ini, harusnya aku beli popcorn *NGACO!*.
Aku mencoba melerai keduanya, mereka berdua akhirnya berhenti bertengkar dan saat yang tepat bagiku untuk angkat bicara. "Kalian ngapain sih? Nggak malu? Kita diliatin banyak siswa siswi sekarang ini." ya, semua member ekskul yang tengah melakukan aktivitasnya berhenti dan menonton kami dari kejauhan, aku juga mendengar para gadis-gadis itu mulai membicarakan aku.
"kalian adalah orang yang pantas buat dicintai, tapi orang sepertiku nggak pantas untuk dapat cinta kalian. Kalian terlalu berharga." Hanya itu yang dapat aku katakan, aku nggak mau mereka berdua semakin bermusuhan lebih jauh satu sama lain. Kemudian, aku berlari menjauh dari mereka berdua dan tak ingin lagi mendengar hal gila semakin jauh, aku berlari sekencang mungkin agar mereka tak dapat mengejarku. Hal yang sangat lebih gila, bukan? Mereka mengejarku sampai didepan rumah. Aku segera masuk rumah dan mengunci gerbang. Saat didalam rumah aku melihat mereka berdua masih berusaha menungguku, namun tak berapa lama kemudian, Kak Reno dan Kak Joe menyerah dan pulang ke rumah mereka masing-masing.
Aku akhirnya bisa mandi dengan nyaman, beristirahat dengan layak, bernafas dengan lega, dan makan dengan kenyang, aku melihat jam pada layar smartphone yang menunjukkan pukul 19.33.
'Tok..tok.. tok..' pintu kamarku diketuk oleh seseoang dari luar.
"Malvin sayang, dicariin temen kamu tuh. Katanya mau kerja kelompok." Suara yang tak lain adalah mamaku. Kerja Kelompok? Perasaan aku nggak ada tugas kelompok kayak gitu deh. Akhirnya, aku keluar kamar untuk melihat anggota kelompok seperti apa yang mama maksud. Dan aku menemukan dua iblis berhati malaikat disana, seperti yang sudah kalian tebak. Tak lain dan tidak bukan adalah Kak Reno dan Kak Joe. Aku harus bagaimana? Merasa bahagia atau merasa kesal? Aku sungguh capek untuk hari ini.
"Hai." Sapa kak Joe dan Kak Reno bersama-sama. Mereka lebih damai kali ini, tak ada pertikaian atau cekcok mulut yang terlihat, namun mata mereka benar-benar menunjukkan tak ada perdamaian.
"Hai juga, ada apa kalian kesini? Hari ini belum cukup? Aku capek Kak Ren, Kak Joe!" ucapku pada mereka berdua. Mereka berdua hanya menundukkan kepalanya merasa bersalah.
"Maaf Vin." Ucap mereka berdua 'terlihat' menyesal. Menyesal? Aku nggak yakin.
"Aku maafin kalau ada Coklat." Sahutku begitu saja, tanpa diduga kak Reno mengeluarkan seonggok coklat kesukaanku, ah! Kak Reno selalu ngertiin aku. Namun malang nasib kak Joe, ia tak membawa apapun. Kak Joe tiba-tiba permisi untuk pergi beli coklat.
"Awas! Kalau kamu berani macam-macam sama Malvin!" Ancam Kak Joe sembari keluar mencari coklat, mereka ini benar-benar tak ada habisnya untuk menjadi tom & jerry.
"Mau duduk disini?" Tawar Kak Reno sembari menepuk bangku kosong disampingnya. Aku hanya tersenyum dan menurutinya.
"kok bisa barengan kesininya?" tanyaku pada kak Reno yang dari tadi senyum-senyum sendiri.
"Oh itu, tadi Joe datang duluan kok. Tapi dia bingung kayaknya, akhirnya aku panggil aja Tante Tiara dan bilang kami mau kerja kelompok." Ujar kak Reno padaku. Aku memang sudah mengenal kak Reno mulai kecil, ia selalu membelaku, berdiri didepanku untuk melindungiku dari dulu bahkan sampai sekarang. Dia selalu berbuat baik dan tak pernah menyimpan dendam, termasuk pada Kak Joe.
Aku kagum pada sosok di depanku ini, ia selalu menjadi sosok kakak tiada duanya. "Luka kamu tadi gimana kak? Udah diobati?" aku menyentuh bibirnya, ia hanya tersenyum dan memegang tanganku.
"Obatnya cuma satu Vin dan aku nggak punya itu." ia mendekatkan bibirnya pada telingaku, aku benar-benar sangat gugup sekaligus salah tingkah. "Ciuman dari kamu." Bisik kak Reno di telingaku, aku mendorong tubuhnya dan bergeser tempat duduk.
"Ih, kak Reno kok jadi binal gini sih?" Tanyaku.
"Kamu tahu nggak Vin? Orang yang dulu kita bicarain suka sama kamu, waktu kamu ditolak Ratna?" kak Reno mengingatkanku akan kenangan dulu dimana kami senang berkejar-kejaran saat pulang sekolah. Aku sangat bahagia saat itu, sebelum kak Reno berubah menjadi sosok yang menghindariku.
"Aku ingat kak, siapa yang sebenarnya suka sama aku?"
Kak Reno tersenyum, "Aku, Reno Dwiki Alfiansyah. Aku suka sama kamu Malvin Akahiko." Ucapan itu terdengar mengalun lembut ditelingaku. Aku menyukai sensasinya, kak Reno memang satu-satunya orang yang tahu dan mengerti diriku.
"Nah ini minumnya, silahkan di minum." Mama keluar sembari membawa nampan berisi minuman. "Reno, kamu kan kakak kelasnya Malvin? Kok kebetulan banget bisa kerja kelompok bareng? Oh ya, temen kamu satunya tadi mana?" Serang mamaku dengan berbagai pertanyaan pada Kak Reno.
"Iya ma, soalnya ini tadi kepala jurusan minta kakak kelas buat ngajarin adiknya yang satu jurusan." Aku membantu menjawab kak Reno menjawab pertanyaan dari mama. Dan tak lama kemudian Kak Joe datang, dan dimulailah saat menegangkan saat mama mulai pergi. Pada akhirnya, aku menyodorkan permainan monopoli yang sering aku mainkan bersama kak Reno saat kami kecil dulu. Mereka berdua akhirnya pulang saat jam menunjukkan pukul 11 malam.
Aku akan tidur dengan tenang.
Keesokan harinya, aku melangkahkan kaki memasuki gerbang sekolah. Semua mata gadis menatapku menghakimi. Aku percepat langkah kaki ini, namun salah satu lengan cewek menarikku menuju salah satu gudang yang kosong. Mereka membenturkan tubuhku ke tembok, menarikku kembali dan mencengkram pipiku.
"Jangan berani-berani deketin pangeran kami lagi!" Ucap gadis sialan itu. gadis yang lain mengeluarkan alat pemukul dari balik tubuhnya. Aku harus gimana ini? Kak Joe! Kak Reno! Tolongin aku.
"Serang!" ucap gadis iblis yang tadi, dan gadis yang lainnya bergerak. Malang nasib salah seorang gadis, saat sedang berlari kakinya tersandung, ngakak liatnya tau nggak.
Aduhh, nggak ada kesempatan buat lari nih. Aku hanya bisa memanggil kak Reno & kak Joe untuk menyelamatkanku. Karena mereka bilang selalu siap melindungiku. Aku mohon...
BERSAMBUNG..
Kyaaa.. ini apa coba? part 2 nya cuma berisi hal-hal yang absurd.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro