Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🦋 | Bab Sembilan

Bab Sembilan
~~~🦋~~~


Jalan di kota Surabaya memang agak macet jika hari menjelang sore seperti sekarang. Pilihan terbaik di saat seperti ini adalah menggunakan motor supaya bisa menyelinap di antara mobil-mobil itu.

"Nanti mau sekalian antar ke indekosmu?" tanya Raiden seraya menginjak rem mobil ketik berada di lampu lalu lintas yang sedang berwarna merah.

Nisa melirik pria itu. "Nggak ngerepotin, Mas?" tanyanya tidak enak hati.

"Nggak, kok," jawab Raiden santai sambil melirik sebentar wanita di sampingnya itu.

Akhirnya Nisa mengangguk patuh saja dengan ajakan Raiden. Lebih baik juga kan? Uangnya jadi tidak terpakai dan bisa ia berikan kepada adiknya itu.

Suasana di dalam mobil kembali hening. Daniel yang berada di dalam pelukan Nisa pun tidak bersuara karena sibuk dengan mainan di tangannya, kadang pun bersuara namun pelan.

Setelah melewati lautan kendaraan. Mereka akhirnya sampai di daerah keputih, di salah satu warung prasmanan yang ukurannya cukup besar. Di sebelah warung itu terdapat sebuah masjid besar yang sedang melantunkan azan magrib. Suasana di sana sangat ramai dengan motor yang berlalu lalang, atau pejalan kaki dan masih banyak lagi kegiatan di sana.

"Di sini?" tanya Raiden sambil memberhentikan mobil tepat di depan rumah makan prasmanan itu.

"Iya, Mas," jawabnya sambil berusaha melepaskan sabuk pengaman, namun karena Daniel ada di dalam pangkuannya, ia sedikit kesusahan.

Raiden yang peka, pun berniat untuk membantu Nisa membuka sabuk pengamannya. Tingkah impuls itu tanpa sadar membuat jarak di antara pria itu dan Nisa terkikis.

Jeda wajah Raiden hanya sejengkal dengan wanita di depannya itu. Nisa yang masih terkejut dengan apa yang dilakukan pria itu pun menahan napasnya dalam-dalam. Apalagi ketika mata mereka saling bertemu, lalu bertatapan hingga beberapa detik.

Segera Raiden melepaskan sabuk pengaman wanita itu sebelum menjauhkan tubuhnya dari Nisa.

Jangan tanyakan tentang keadaan jantung Nisa sekarang! Karena sungguh luar biasa dampak yang baru saja dilakukan pria itu kepadanya. Nisa yakin jika suasana di luar sana tidak hectic, sudah pasti detak jantungnya ini bisa didengar oleh pria itu.

Nisa berdehem canggung, berusaha menetralkan keadaan aneh yang baru saja terjadi. "Saya turun dulu, yah, Mas."

Setelah wanita bernetra cokelat tua itu keluar dari mobil bersama Daniel-karena anak itu tidak mau melepas pelukannya dari tubuh Nisa. Kemudian diikuti oleh ayahnya yang berjalan mengikuti babysitter anaknya itu masuk ke dalam warung. Namun karena terlalu ramai, Raiden akhirnya mengambil Daniel dari Nisa.

Langkah Nisa tertahan saat melihat sosok bertubuh tinggi yang sangat dikenalnya itu. Ia segera menghampirinya dan menepuk pelan pundak orang tersebut.

"Kak Nisa?" Pria itu menoleh ke belakang dan terkejut mengetahui ternyata orang yang belum ditemuinya selama beberapa hari ini tengah berdiri di depannya dengan seutas senyum yang sudah dirindukannya.

"Kamu lupa bawa ponselmu kan? Tadi ada bapak-bapak yang telpon bilang kamu tinggalin ponselmu di sini, makanya kakak ke sini mau ngambil," jelas Nisa, sedikit kesal dengan keteledoran Dimas.

Dimas menyengir seraya menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba gatal. "Kakak sama siapa?"

"Sam-"

"Eh? Selamat malam dokter," sapa Dimas memotong perkataan Nisa.

Raiden yang tadinya sempat kehilangan jejak Nisa pun menghampiri wanita bertubuh mungil itu Daniel di dekapannya.

"Loh? Dimas?" seru Raiden sama terkejutnya dengan Dimas. "Ini adikmu Nisa?" Lanjutnya bertanya kepada Nisa.

Kini Nisa yang kebingungan menatap wajah kedua pria berbeda generasi itu secara bergantian.

"Mas kenal adik saya?" tanya Nisa.

"Dokter senior aku kak di Rumah sakit," jawab Dimas dengan senyum lima jarinya.

Dunia memang hanya selebar daun kelor, batin Nisa tidak percaya.

Singkat pertemuan, Dimas telah mengambil kembali ponselnya dari si bapak pemilik rumah makan tersebut. Lalu mereka pun berpamitan pulang duluan dari adiknya Nisa itu karena hendak pergi ke toko swalayan yang letaknya tidak jauh dari sana.

"Saya nggak nyangka Dimas adikmu," akuh Raiden.

Nisa tersenyum kecil. Wajar saja jika orang beranggapan seperti itu. Dari segi wajah memang mereka tidak terlalu mirip, dan dari segi nasib, adiknya itu lebih beruntung karena bisa menempuh pendidikan setinggi ini dengan beasiswa.

"Dimas baik-baik aja kah Mas selama di RS?" tanya Nisa tiba-tiba penasaran.

Kepala Raiden mengangguk sambil memutar setir mobil ke arah kanan. "Baru tiga Minggu dia tugas di Stase Obgyn, baik anaknya. Selalu mengerjakan tugas dari seniornya, dan inhal sama refresh."

Nisa tersenyum senang mendengar jawaban Raiden yang terkesan positif kepada Dimas. Meskipun ia tidak paham apa itu inhal dan refresh yang dimaksud Raiden.

🦋🦋🦋

Nisa memegang perutnya yang terasa nyeri, juga punggungnya yang sakit. Biasanya jika seperti ini, tandanya wanita itu akan mengalami datang bulan, menstruasi.

Jam di dinding telah menunjukkan pukul satu malam saat itu. Betapa malangnya nasib wanita seperti Nisa yang harus terbangun karena nyeri perut dan punggung.

"Kamu belum tidur Nis?" seru pria itu, siapa lagi jika bukan Raiden.

Tangan gadis itu hampir saja melepaskan gelas yang ada digenggamnya saat mendengar seruan itu. Kaget!

"Eh, Mas. Belum, tiba-tiba haus banget," jelas Nisa.

Raiden duduk di kursi makan. "Bisa buatkan saya teh?" pinta Raiden.

Kini tatapan pria itu teralihkan dari ponsel di depannya ke arah Nisa, lebih tepatnya ke satu titik di tubuh wanita itu yang membuat Raiden merasa sedikit canggung, kini ia bingung ingin memberitahukannya atau tidak karena takut Nisa akan malu.

"Bisa, btw mas suka banget yah minum teh?" tanya Nisa penasaran. Pasalnya pria itu selalu memintanya untuk dibuatkan teh.

Bukannya menjawab pertanyaan Nisa. Raiden malah bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah wanita itu seraya melepaskan cardingan tipisnya yang menutupi kaos oblong berwarna hitamnya.

Nisa yang dihampiri secara mendadak oleh Raiden pun mulai panik sendiri dengan apa yang akan dilakukan orang itu.

"Eh Mas?" seru Nisa terkejut.

Raiden tiba-tiba memeluknya, ah bukan memeluk, lebih tepatnya melilitkan cardingan tadi di pinggang Nisa yang mungil.

"Nggak papa, nanti pas masuk coba liat cermin, ya di celana belakangmu, Nis," seru Raiden sambil mengambil teh buatan Nisa yang sudah jadi, lalu pergi dari sana sambil menyesap tehnya.

Ya Allah, ini orang kenapa suka bikin jantungan? Pekik Nisa dalam hatinya. Sudah dipastikan pipinya telah berubah warna menjadi tomat masak.

Wanita penyuka kentang rebus itu segera berjalan ke kamarnya. Lalu mengikuti interupsi yang dikatakan Raiden tadi.

"Nisa!!" seru wanita itu, malu bukan main saat melihat bercak berwarna merah yang tertinggal di belakang celananya. Apalagi warna yang dipakainya itu putih.

Di sisi lain, di kamar sebelah. Seorang pria sedang tersenyum geli mengingat tindakan tadi kepada Nisa. Raiden pun tidak menyangka bisa seperti tadi. Tangannya begerak mengusap rambut Daniel yang berada di sampingnya.

"Mau punya Bunda baru nggak nak?" celetuk Raiden tanpa sadar.

To be Continued

A.n:

Inhal: tambahan sehari buat bertugas. Misalnya kalau Dimas udah selesai tugas di Stase Obgyn, terus dapat libur, nah di hari libur itu doi bertugas sehari. Ada yang nyampe seminggu.

Refresh: kalo ini sama kayak inhal, cuma lama 😭 1 bulan. Ada yang nyampe 3 bulan. Atau ngulang Stase. :)

.....

Haluu, kawans halu. Eheheh.
Boleh tanya nggak? Dijawab yahhhh. 😭
Sejauh ini apakah cerita ini gimana menurut kalian? /Plak. Cuma itu aja sih, eh jangan lupa vote, komen juga yah, terus share cerita ini ke teman-teman kalian ya.
Kalo ada typo kasih tau aja, atau saran dan kritik? Kucukup bermental baja untuk menerima kritik yang sertakan dengan saran. ^^

P.s: selalu bersyukur. Bisa ada sampai detik ini krna kemurahan-Nya semata-mata. Kisseu. -3-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro