🦋 | Bab Dua Puluh Tujuh
Bab Dua Puluh Tujuh
~~~🦋~~~
Nisa sudah kembali ke kosan bersama dengan Dimas beberapa jam yang lalu. Patah tulang di kaki kiri Nisa membuat ia harus menggunakan gips.
Gips biasanya akan dilepas dalam waktu yang cukup singkat untuk remaja yaitu dua sampai tiga Minggu, namun karena Nisa sudah termasuk ke kategori orang tua, gips yang ada di kakinya kemungkinan akan terpasang satu samapi tiga bulan.
Kini Nisa sendirian di kos-kosan, seperti biasa, Dimas masih berada di RS. Wanita itu begerak dengan alat bantu, tongkat elbow menuju ke arah dapur karena ia kehausan. Setelah meminum dan mengisi lagi air ke dalam gelas, la kembali bersama gelas di tangan kirinya dan memegang tongkat di sebelah kanan.
Setibanya di kamar, Nisa meletakkan gelas itu di atas nakas di samping tempat tidur, dan kembali membaringkan tubuhnya di sana.
Tentang hubungannya dengan Raiden. Seperti yang telah diketahui, semua masalah sudah terselesaikan dengan baik, dan Nisa pun kini menjadi lebih bahagia dari sebelum-sebelumnya karena pria bernama Raiden itu jadi lebih sering menyatakan perasaannya. Seperti ..., I love you, Nisa, dan beberapa kalimat lainnya yang terkesan menggelikan jika dilihat orang lain.
[ By Google ]
Tok ... Tok ... Tok.
Pintu kos-kosan Nisa diketuk beberapa kali. Nisa bangun dari kasur, dan mengambil tongkatnya dan berdiri dari ranjang, wanita berpakaian baju tidur itu sedikit kesusahan saat berdiri, namun ia tetap bisa bangun dan berjalan pelan-pelan ke arah pintu kosnya.
Perlahan wanita itu membuka kenop pintu dan melihat siapa yang berkunjung sore-sore begini ke tempat tinggal Nisa.
”Bundaaaah!” pekikan itu menjadi sapaan yang membuat Nisa tersenyum lebar melihat kedatangan si kecil Daniel.
Spontan Nisa melepaskan pegangan wanita itu pada alat bantu berjalannya, hingga tubuhnya hampir tumbang ke lantai, namun dengan cepat Raiden melingkarkan tangannya di pinggang Nisa, menahan tubuh wanita yang memekik tertahan itu, dan Raiden mengangkat Nisa dengan satu tangan, sedangkan tangan lainnya memeluk Daniel.
“Hati-hati lain kali, jangan kayak tadi, dear,” tegur Raiden sambil membantu Nisa duduk di atas kursi kayu di dalam kosan wanita itu.
Nisa menyengir tanpa berdosa. “Maaf.”
Mata bulat dari Nisa pun memandang Daniel yang hampir satu bulan tidak saling bertemu. “Danieeell?”
Raiden pun menurunkan Daniel dari gendongannya. “Aunti masih sakit, Daniel jangan minta gendong dulu, ya?” peringat si ayah.
Mata Nisa menatap Raiden dengan kesal. Nggak papa mas, ini juga cuma duduk kan sambil digendong?”
“Kaki kamu kan lagi dalam proses penyembuhan, Dear.”
Jika seperti ini, Nisa tidak bisa membantah lagi perkataan Raiden yang diikuti dengan tatapan tajamnya.
Raiden pun duduk di kursi yang berada tepat di samping Nisa sambil menatap interaksi antara Nisa yang selalu care dan menyayangi Daniel dan, anaknya itu yang selalu menempel bagaikan lem dan perangko.
Setelah pulang dari RS, Raiden lalu menjemput Daniel seperti beberapa waktu terkahir ini, lalu membawa anaknya itu ke sini, karena Raiden tahu, Daniel sudah sangat merindukan Nisa, dan sebaliknya, terlebih dari itu, tentu saja Raiden ingin bertemu dengan orang yang dicintainya, Nisa.
“Mas mau apa gitu?” tawar Nisa setelah beberapa saat bermain dengan Daniel dan tidak memperhatikan Raiden.
Sekarang Daniel sedang berjalan-jalan mengelilingi kos-kosan Nisa dengan tas kecil bergambar Superman yang masih melekat di pundaknya.
Raiden menggeleng. “Nggak usah, kamu istirahat aja,” tolaknya sambil tersenyum.
“Nggak papa, Mas. Tangan aku nggak papa kok,” kekeuh Nisa.
“Mas pesan online aja kalo gitu, gimana?”
Nisa menatap sedih Raiden.“Nggak papa, Mas?”
“Iya nggak papa, Dear.” Raiden membuka ponselnya dan melihat-lihat aplikasi berwarna hijau yang memiliki banyak menu dan cemilan di dalam sana. “Kamu mau apa? Biar mas pesan sekalian.”
“Nggak ada, Mas aja udah cukup.” Tidak ada angin, tidak ada guntur atau pun hujan, namun perkataan Nisa yang terkesan menggoda Raiden membuat pria itu salah tingkah.
“Mas serius, mau pesan apa?” Sekali lagi Raiden menawarkan untuk Nisa.
Nisa mengangguk mantap. “Iya, mau Mas.”
Tangan Raiden kini berpindah ke pipinya yang memanas. ASTAGA! Nisa sebenarnya sedang kemasukan apa?
“Bundaaaaa!” Daniel berlari kecil ke arah Nisa dan menunjukkan sesuatu dari dalam tasnya.
Sebuah gambar yang sangat sederhana, khas gambaran anak kecil yang terdiri dari tiga orang, sepasang orang dewasa dan seorang anak laki-laki yang berdiri di tengah mereka.
Melihat gambaran itu membuat hati Nisa menghangat. “Ini Daniel yang gambar? Pintar banget, nak.”
“Niel ..., Aya ..., Bundaaaa!” tunjuk Daniel asal-asalan di atas kertas sambil memekik kencang ketika menyebut kata ‘bunda.’
Nisa menarik Daniel dalam dekapannya lalu memeluk tubuh anak itu erat. “Makasih, sayang.”
“Mas nggak dipeluk nih?” tanya Raiden yang sedari tadi hanya melihat mereka.
Daniel menggeleng kuat-kuat kepalanya seakan mengartikan perkataan Raiden sebagai bentuk jika si ayah hendak membawa Nisa darinya. “Bundaaa!”
Tawa Nisa tak bisa ditahan lagi ketika wajah Raiden yang berubah menjadi datar dan kesal, walaupun ia tahun Raiden hanya bercanda dengan mimiknya itu.
“Sini-sini, kita pelukan bareng,” seru Nisa sambil merentangkan kedua tangannya menyambut pelukan dari dua lelaki itu dengan senang hati.
Pelukan pertama kalinya datang dari Daniel yang langsung melingkarkan tangannya pinggang Nisa. Lalu diikuti dengan Raiden yang berdiri dari bangkunya dan memeluk wanita itu.
Raiden menatap lekat Nisa saat ia sedikit melonggarkan pelukannya. Tidak bisa dipungkiri bahwa hati pria itu berdebar kencang di dalam sana, ada euforia di dalam dada yang membuat Raiden ingin terbang ke langit.
Hingga Nisa yang merasakan tatapan Raiden pun menoleh ke arah pria itu. Mata keduanya saling bertemu pada satu titik yang sama. Nisa hendak memalingkan wajah namun ditahan oleh Raiden, dalam detik berikut, Raiden sudah mengecup bibir wanita itu dengan cepat.
Raiden kemudian menjauhkan tubuhnya dari Nisa dan kembali duduk dii bangku dan tersenyum lebar melihat ekspresi kekesalan Nisa.
“Daniel kalo liat gimana?” tanya Nisa tak habis pikir.
“Tapi kan Daniel nggak liat, Dear,” elak Raiden.
“Tapi tetap aja, lain kali jangan gitu, lagi.”
Raiden mengangguk paham sambil mengelus-elus pelan kepala Nisa. Perhatian Raiden teralihkan dari wajah wanita cantik itu dan melihat ke arah ponselnya yang menampilkan maps. Lebih tepatnya Abang ojek online yang membawa pesanan mereka tadi.
“Mas keluar dulu. Abang ojolnya udah di depan.”
Langkah pria itu melangkah lebar keluar dari sana, dan membawa pesanannya itu kembali ke kosan dengan cepat. Terdapat dua kantong plastik yang di dalamnya terdapat banyak sekali makanan, minuman, dan juga cemilan.
“Banyak banget mas?” seru Nisa, berdecak tanpa sadar melihat apa yang dibeli Raiden.
Raiden meletakkan makan itu di atas meja yang ada di ruang tamu yang tidak terlalu luas itu, hanya terdapat dua jendela di depan, dan juga beberapa kursi dan meja kayu di sana.
“Kan ada Dimas juga, sekalian dia makan, dikit lagi pasti udah pulang,” jawab Raiden.
Nisa tetap menggeleng. “Ini tetap banyak, Mas.”
“Kan ada malam, kalo bisa disimpan sampai malam kan bisa dimakan, dear.”
To Be Continued
A.n:
Yey, double update!
Jangan lupa untuk vote komen dan share cerita ini ke teman-teman kalian ya.
Kalo ada salah kata atau typo atau apalah itu? Komens aja Beb. ^^
P.s: hmmm. Apa yah? Ada yang pengen kalian utarakan?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro