Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 1a

Denting piano terdengar lembut, berbaur dengan gelak tawa anak-anak. Para wanita dengan pakaian terbaik mereka, berbaur di lantai satu bersama para laki-laki berjas atau bertuxedo. Rumah besar lantai dua itu, seakan penuh oleh orang-orang yang menguarkan wangi bunga dari tubuh mereka. Makanan dan cemilan disajikan di atas meja panjang dengan pelayan berkeliling membawa minuman di atas baki.

Di lantai atas, seorang perempuan cantik berdiri di depan cermin tinggi. Perempuan itu mengenakan gaun pengantin perak abu-abu dengan lengan pendek dan ekor gaun yang menjuntai hingga ke lantai. Rambut coklatnya disanggul dengan tiara kecil bertabur kristal. Beberapa orang mengerumuni, sibuk merapikan tudung, gaun, atau pun rambut sang pengantin. Ada buket bunga besar di samping cermin. Pengantin itu menatap bunga-bunga yang terangkai di sana dengan senyum terkembang. Ia mengusap kelopak bunga Peony merah jambu dengan lembut. Pengirim buket adalah Lukas dan laki-laki itu tahu kalau bunga Peony adalah kesukaannya.

Pintu membuka, masuk seorang perempuan setengah abad yang menghampiri pengantin dan berkata dengan suara serak.

"Gadisku yang cantik. Sungguh mama tidak menyangka hari ini kamu akan menikah."

Cleora menoleh, meraih tangan sang mama dan menggenggam penuh kasih. Dari semalam sang mama terus menerus menangis, membayangkan anak gadisnya akan menikah.

"Ma, aku masih tinggal di kota ini."

Kiyoko berusaha tersenyum, meski hatinya pedih karena akan kehilangan anak perempuannya. Ia tahu, Cleora tidak akan pindah ke kota lain, hanya saja rumah mereka yang besar akan sepi karena kehilangan satu orang penghuninya.

"Kamu memang tinggal di kota ini, tapi bukan dengan kami. Melainkan ikut keluarga Lukas."

"Tidak jauh, Ma."

"Aku tahu, Sayang. Biarkan Mama memainkan sedikit drama karena akan kehilangan kamu."

"Aaah, Mama."

Keduanya saling berpelukan dengan mata sembab. Cleora sendiri tidak dapat menahan isak karena akan berpisah dengan orang tuanya. Di rumah ini, ada dua anak gadis, dirinya dan sang kakak Carolina. Namun, sang kakak yang sepertinya menyukai hidup bebas, tidak tertarik dengan pernikahan.

Hari ini adalah momen penting dalam hidupnya tapi kakak laki-lakinya mengatakan tidak bisa datang karena sedang di luar kota. Dalam hati Cleora mengerti kalau istri sang kakak, memang tidak berniat datang. Semua orang tahu, perempuan itu membenci keluarga Cleora karena dianggap tidak cukup kaya dibanding mereka. Padahal, dengan jabatan sang papa sebagai anggota dewan mereka tergolong mampu. Tetap saja, itu tidak memuaskan bagi istri kakaknya, Clevin.

"Sayang sekali Clevin tidak bisa hadir," ucap Kiyoko sendu.

"Clevin ke luar kota, Ma."

"Tapi, Heana harusnya bisa datang membawa anak-anak."

"Mungkin besok."

Cleora tahu kalau kakaknya tidak mungkin datang di hari pernikahannya, tapi ia tidak ingin sang mama menangis. Sudah cukup mamanya bersedih karena akan berpisah dengannya, tidak perlu lagi ditambah oleh perasaan merana karena memikirkan anak laki-laki yang tidak mencintai mereka.

"Hei, kita mau ke acara pernikahan. Bukan berkabung untuk kematian. Kenapa kalian menangis?"

Kali ini, masuk seorang perempuan cantik berambut pirang madu, memakai gaun pengantin merah darah. Perempuan itu tersenyum pada Cleora dan memeluknya.

"Jangan nangis terus, riasanmu bisa hancur."

Cleora mengangguk, melepaskan diri dari pelukan sang kakak dan membiarkan seorang perias membantunya mengusap air mata serta memberikan sentuhan terakhir di wajahnya.

"Carolina, pakaianmu terlalu mencolok untuk ke pesta pernikahan ini, Sayang," tegur Kiyoko kritis. Ia menatap penampilan anaknya yang sangat berani dengan gaun merah sedengkul dan belahan nyaris mencapai pangkal paha.

Carolina tersenyum, mengecup pipi sang Mama. "Tenang, Mama. Ini pesta pernikahan adikku, tentu saja harus dirayakan dengan kegembiraan. Memangnya Mama mau aku pakai gaun abu-abu atau hitam yang membosankan? Sudah cukup kota kita yang berkabung, aku nggak mau."

Cleora tersenyum, setuju dengan ucapan kakaknya. "Kita layak gembira. Setelah peristiwa itu."

Kiyoko menghela napas panjang. "Semoga nggak ada kendala dalam pernikahanmu, Cleora. Mama berharap saat ini Drex Camaro sedang berada di bagian dunia lain. Tidak ada di kota ini untuk mengacau."

"Ma, belum tentu pelaku penembakan itu Drex," sangkal Carolina. "Banyak orang melakukan kejahatan dan menbawa-bawa nama Drex."

Kiyoko melotot. "Kamu manggil nama bajingan itu seolah kalian akrab. Aku peringatkan kamu, tidak ada satu pun orang di kota ini yang ingin berurusan dengan mafia itu!"

Cleora mendengarkan dalam diam, perdebatan sang mama dan kakaknya. Mengingat tentang peristiwa sadis yang terjadi dua minggu lalu. Terjadi penembakan yang mengakibatkan tiga orang meninggal. Para korban adalah anggota kepolisian. Banyak saksi mata yang mengatakan kalau mereka melihat Drex datang dengan mobil, masuk ke markas polisi. Menembaki mereka dan membunuh tiga orang. Namun, keterangan para saksi itu berubah-ubah, sedangkan CCTV juga rusak. Sampai sekarang, tidak ada yang tahu siapa pelaku sebenarnya.

Seorang pelayan datang memberitahu kalau mobil yang akan membawa mereka ke tempat pernikahan sudah siap. Digandeng oleh sang mama, Cleora melangkah anggun menyusuri lantai dan menuruni tangga. Ia tersenyum, melihat sang papa sudah menunggu di dasar tangga memakai tuxedo hitam.

"Anak gadisku cantik sekali. Rasanya tidak percaya kalau hari ini kamu akan menikah." Haman menyambut istri dan anaknya dengan wajah berseri-seri.

"Papa, tampan sekali hari ini."

"Di hari bahagiamu, papa ingin tampil yang terbaik."

Carolina mengerling sambil tersenyum manis. "Aku akan naik mobil lain. Sampai ketemu di tempat pesta."

Haman bersama Kiyoko mengapit anak gadis mereka menuju mobil yang sudah menunggu di teras. Meski dengan berat hati, mereka merelakan Cleora menikah dengan laki-laki pilihannya. Sebenarnya, umur Cleora terhitung cukup muda untuk menikah. Usia 23 tahun, bagi kebanyakan gadis adalah waktu untuk bersenang-senang dan menikmati hidup tapi karena cinta, Cleora ingin menikah secepatnya dengan sang tunangan. Haman tidak bisa melarang, karena di satu sisi ia menyukai calon suami anaknya yang menurutnya laki-laki muda yang baik dengan masa depan yang cerah.

Iring-iringan mobil meluncur perlahan meninggalkan rumah. Total ada tujuh mobil yang mendampinginya dan paling depan adalah mobil pengawal. Cleora duduk di samping sang mama, dengan papanya berada di depan bersama sopir. Sepanjang perjalanan, Cleora tidak dapat menahan debar di dada.

Akhirnya, setelah dua tahun menjalin hubungan, enam bulan lalu Lukas resmi melamarnya. Sang tunangan selalu mengatakan kalau setiap hari ingin bersamanya, itulah yang membuat Lukas ingin buru-buru menikahinya.

"Kamu terlalu cantik, Cleora. Banyak laki-laki menginginkanmu dan itu membuatku cemburu," ujar Lukas saat menawarkan pernikahan.

Sebenarnya, Cleora masih ingin melanjutkan kuliah dan bekerja. Menikmati masa muda dan meniti karir tapi rayuan Lukas untuk segera menikah, meluluhkan hatinya. Terlebih, mereka mendapatka dukungan penuh dari kedua orang tua masing-masing.

"Kamu tetap bisa bekerja atau kuliah meski kita sudah menikah. Yang aku inginkan hanya kita bisa bersama-sama setiap harinya."

Dulu, Cleora tidak pernah mengenal Lukas secara dekat. Ia hanya tahu kalau laki-laki itu adalah anak keluarga berada yang punya bisnis tambang. Hingga pertemuan mereka di suatu pesta, membuat Luka mengejarnya. Membutuhkan waktu selama enam bulan bagi Cleora untuk menerima cinta Luksa.

Keinginan untuk menikah diutarakan Lukas di bulan kedua mereka menjalin hubungan, saat itu Cleora menolak karena merasa belum mengenal secara baik pribadi masing-masing. Lalu, secara perlahan mereka saling mengenalkan diri keluarga masing-masing hingga akhirnya niat untuk serius semakin menguat. Ia masih tidak percaya, duduk di dalam mobil dan memakai gaun pengantin yang indah. Meninggalkan orang tua dan saudaranya untuk menikah dengan Lukas. Masa-masa lajangnya, akan berakhir dalam dua jam kedepan.

"Apa kamu gugup?" tanya sang mama meremas jemarinya.

"Sangat." Cleora berusaha tersenyum, untuk meredakan jantungnya yang berdetak tak karuan. Ia bisa merasakan debar dadanya yang menggila.

"Tarik napas, jangan terlalu banyak berpikir. Ingatlah, Lukas menunggumu di sana."

Cleora mengangguk, mengalihkan pandangan ke jalanan melalui jendela kaca. Menuruti saran mamanya, ia berusaha membayangkan wajah Lukas yang tampan. Laki-laki dalam balutan tuxedo abu-abu yang kini sedang menunggunya untuk mengikuti upacara pernikahan. Ia harus tenang, tidak boleh panik, apalagi ada keinginan untuk menghentikan kendaraan dan berlari pulang.

Cleora memaki dirinya sendiri, karena terpikir untuk lari. Lukas adalah tunangannya, untuk apa ia melarikan diri? Cleora memejam, mengembuskan napas panjang dan meraba dadanya yang berdebar keras. Semoga saja, pernikahannya berjalan lancar tanpa hambatan. Ia tetap memejam meski merasakan laju kendaraan melambat.

"Tuan, ada kendala di depan."

Cleora membuka mata saat mendengar sopirnya bicara. Ia menatap cemas ke arah depan, di mana kendaraan menumpuk tanpa ia tahu apa sebabnya.

"Bisakah kamu terobos? Mungkin sedang ada perbaikan jalan. Kita bisa minta mereka menyingkir," ucap Haman cemas.

"Saya usahakan, Tuan," jawab si sopir.

"Kenapa perbaikan harus siang hari? Harusnya dikerjakan saat malam jadi tidak mengganggu pengguna jalan," gerutu Kiyoko. "Coba, Pa. Kamu telepon kepala polisi dan tanya apa yang terjadi."

Haman mengangguk dan meraih ponsel di saku celana. Ia berniat menelepon kepala polisi dan berharap ada bantuan. Setidaknya, mereka bisa melewati kemacetan ini tanpa terlambat ke tempat acara. Empat pengawal yang berada di depan mereka, turun dari kendaraan dan mengatur lalu lintas agar mereka bisa terus melaju.

Dencitan ban beradu dengan aspal terdengar nyaring di samping kendaraan mereka, membuat Cleora kaget. Sebuah mobil berhenti di sembarang ruas jalan di depan mereka. Cleora terbeliak saat melihat beberapa orang keluar dari dalam mobil dengan senjata laras panjang.

**

Selamat datang di cerita lanjutan Tukar Jodoh. Kali ini menceritakan kisah hidup Drex Camaro, saudara dari Dante Camaro. Semoga kalian menyukainya.

Di Karyakarsa sudah ada bab 1-2

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro