Bab 11b
"Kamu mau minum sesuatu?" bisik Drex.
Cleora menggeleng. "Aku gugup."
"Wajar itu. Santai saja."
Cleora tidak bisa santai tentu saja. Bagaimana ia bisa tenang menghadapi orang-orang kota yang mengira dirinya sudah mati? Semua yang ada di sini terbelalak memandangnya. Ia mengenali beberapa di antara mereka dan pandangannya tertuju pada Lukas dan Carolina yang berdiri bersebelahan.
"Cleora, i-ini kamuu?"
Lukas maju, meninggalkan Carolina dan menatap Cleora dengan terbelalak.
"Ini kamuuu?"
Saat laki-laki itu hendak menyentuh Cleora, Janitra bertindak cepat dengan maju beberapa langkah dan memblokir Lukas.
"Mundur!" desisnya tajam.
Lukas menatap Janitra lalu meneguk ludah. Ingin menyingkirkan laki-laki berambut perak itu tapi sadar ada banyak orang yang menatapnya.
"Kamu yang minggir. Aku ingin bicara dengan Cleora!"
Carolina maju, mengusap punggung Lukas dan menggeleng pelan. "Sabar."
Lukas menghela napas panjang, menunjuk Cleora. "Kamu tahu itu siapa bukan?"
"Iya, Cleora."
"Dan kami masih bisa memintaku sabar?"
Carolina berdecak keras. "Tahan dirimu!"
Lukas menyugar rambut dan mundur seperti yang dikatakan Carolina. Ia membiarkan perempuan itu yang bicara. Carolina menatap adiknya yang sedari tadi terdiam dalam genggaman Drex.
"Cleora, kamu masih hidup?"
Cleora tersenyum tipis. "Iya, kakakku sayang. Kenapa? Kaget?"
Suara Cleora terdengar nyaring di ruang pesta. Orang-orang bertukar pandang dan kekagetan mereka terpecahkan saat dari kerumuman terdengar rintihan.
"Anakku, Sayang, kamu ma-masih hidup?"
Kiyoko muncul di antara pengunjung pesta yang kebingungan. Perempuan tua itu membekap mulut dan menghampiri Cleora dengan langkah pelan.
"Ka-kamu masih hidup, Cleora?"
Hati Cleora tergetar saat mendengar suara sang mama. Ingin rasanya ia berlari dan memeluk perempuan yang melahirkannya itu. Pasti nyaman sekali bisa berbagi kehangatan dan pelukan setelah sekian lama terpisah. Namun, bayangan rumah besar dengan deretan papan bunga cita membuat niatnya tertahan.
"Si-sini, Nak. Peluk mama."
Kali ini Jenggala yang maju dan tersenyum tenang di depan Kiyoko. "Maaf, Nyonya. Tapi, Anda dilarang menyentuh Nona kami tanpa seijin Tuan Drex."
Mendengar nama Drex disebut, orang-orang kini memandang laki-laki tampan bermata abu-abu yang menggandeng Cleora. Keterkejutan melanda mereka sekali lagi karena pertama kali melihat wajah Drex. Tidak ada yang menyangka kalau Drex yang terkenal sebagai penjahat ternyata berwajah rupawan.
Di sudut ruangan, Madhavi menyesap minuman dalam gelas, tersenyum dengan pertunjukan di depannya. Keasyikan mengamati keramaian, tidak menyadari ada sepasang mata yang mengawasinya. Carolina terpesona, saat mengamati wajah Drex. Sama seperti tamu yang lain, ia tidak tahu kalau laki-laki yang dianggap paling kejam itu ternyata sangat rupawan. Ia berganti menatap Cleora yang sedari tadi berdiri diam.
"Aku mamanya, ada hak apa kamu melarangku memeluk Cleora. Aku tidak peduli tuan kalian itu siapa!" Suara Cleora memecah keheningan.
Jenggala menelengkan kepala, menaikkan sebelah alis. "Aku pun sama, Nyonya. Tidak peduli kamu siapa."
Kiyoko melotot, menatap laki-laki pirang di hadapannya dengan penuh kebencian tapi Jenggal tidak peduli.
"Cleora, jangan kasar begitu. Kami ini keluargamu," ucap Carolina. Mulutnya mengucapkan nama sang adik tapi matanya menatap Drex.
"Cleora, kamu masih mengingatku?" tanya Lukas.
Cleora kali ini tersenyum. "Tentu saja. Kamu calon suamiku yang terlihat bahagia. Bagaimana? Senang bisa mengencani kakak beradik?"
Lukas ternganga lalu berucap gugup. "Bu-bukan begitu."
"Cintamu sangat tulus, Lukas. Jasadku belum dikubur, kamu sudah bermesraan dengan kakakku. Hebat sekali."
Carolina menggeleng. "Bukan begitu. Kamu salah paham."
"Jelaskan!"
"Aku, kami—"
"Cleora, jaga bicaramu!"
Suara Haman terdengar berat. Laki-laki itu kini maju dan berdiri di samping istrinya. Sama sekali tidak ada kegembiraan tersirat di wajahnya saat melihat anak perempuan yang dikira mati ternyata masih hidup.
"Kamu tahu ini di mana? Di tempat umum dan kamu mempermalukan keluargamu?"
Tubuh Cleora menegang, jarinya meremas jemari Drex dengan keras tanpa sadar. Tersenyum pahit dalam hati karena ternyata sang papa bersikap sama brengseknya dengan keluarganya yang lain. Ia ingin menyingkir dari tempat ini, seandainya bukan Drex yang mengajak. Kenapa ia harus mengalami cobaa yang begini besar? Diculik tanpa tahu alasannya. Kekasihnya berpacaran dengan kakaknya sendiri dan papanya bersuka cita atas kematiannya.
"Cleora, apakah kita bisa bicara?" Lukas memberanikan diri bicara. "Di tempat yang tertutup, di sini menganggu orang-orang. Please."
Cleora memandang Drex dan meminta pendapat laki-laki itu. "Menurut Tuan bagaimana?"
Drex menatap Cleora tajam lalu mata abu-abunya mengedip dan mengangguk. "Boleh, jangan lama-lama. Janitra akan menemanimu."
"Terima kasih."
Cleora menatap Lukas dan semua keluarganya. "Tunjukkan padaku, di mana tempatnya."
Lukas menunjuk ruang belakang. Drex melepas genggamannya dan membiarkan Cleora menghilang di antara kerumunan dan masuk ke sebuah ruangan. Janitra mengikutinya. Gadis itu harus meluruskan banyak hal dengan kelaurganya, ia tidak akan ikut campur.
"Apa kabar Tuan Drex."
Seorang laki-laki gemuk yang dikenali sebagai walikota menghampiri Drex. Laki-laki itu mengulurkan tangan dan Drex mengacuhkannya.
"Walikota, apa kabarmu?"
"Baik. Senang melihatmu."
"Benarkah? Aku merasa tidak demikian dengan orang-orang di sini." Drex melakukan pemindaian menyeluruh dan mulai menyapa nama-nama yang dikenalnya. "Kepala polisi, Vilkar. Selamat atas promosi Anda. Bagaimana kabar tentang kantor yang kami rusak?"
Orang yang disebut hanya mengepalkan tangan, Drex melanjutkan sapaannya.
"Dario, pengusaha tambang. Apakah pernikahan anakmu yang gagal mempengaruhi sahammu?"
Ayah Lukas menggeleng kesal, mendengar sapaan Drex.
"Anton, Boni, Juno, dan banyak lagi pengusaha yang datang ke sini. Pesta yang hebat."
Drex menyapa tanpa senyum. Pandangannya seolah membius dan membuat gentar orang yang menatapnya. Nama-nama yang disebutkan terlihat gelisah dan ia tidak peduli.
"Apa kamu untuk mengembalikan calon menantuku?" Suara Dario terdengar lantang.
Drexmenatapnya lalu mengangkat bahu. "Cleora punya hak sendiri atas dirinya. Maukembali atau , itu urusannya."
"Tapi, kamu menculiknya. Bajingan sepertimu menculik gadis yang tidak mengerti apa pun!"
Teriakan Dario membuka Drex mendengkus. "Jangan sok suci di depanku Dario. Nggak pantas!"
Dario adalah salah satu laki-laki yang terkenal paling kaya di kota, dimaki begitu saja oleh Drex. Tentu saja masyarakat awam bingung kenapa tidak ada yang berani menangkap Drex? Bukankah laki-laki itu membuat banyak masalah dan juga biang kejahatan? Rupanya, reputasi Drex sebagai pencabut nyawa dan suka membuat orang menderita bukan isapan jempol.
**
Extra
Jenggala menyenggol lengan saudaranya saat mereka turun dari mobil dan melangkah ke ruangan pesta. "Lihat Tuan Drex dan Miss Cleora, pasangan serasi."
Janitra mengikuti arah pandangan saudaranya tapi tidak mengatakan apa apa.
"Kapan kita punya pasangan juga?
Janitra meninggalkan Jenggala yang masih menggumam. "Aku juga ingin punya pacar."
"Tutup mulut!"
.
.
.
.
Di Karyakarsa sudah bab 35-36
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro