Menikah Dadakan
Bangun-bangun, mendapati kamar yang kamu tempati bukanlah kamar biasanya. Di mana buku-buku berserakan sudah menjadi pemandangan lumprah, pagi ini dengan rasa pusing yang masih berdetam, tidak terlihat gantungan origami bangau yang tiap kali AC dinyalakan akan bergoyang, juga tidak ada panggilan mesra dari Nyonya Besar yang sudah menjadi alarm.
Belum habis olehmu menerka-nerka tentang perubahan kamar, tiba-tiba muncul laki-laki yang hanya terlilit handuk setengah badannya sementara bagian atas polos.
Zea menatapnya tanpa berkedip, begitu juga laki-laki itu yang bisa jadi sudah mengetahui sesuatu di antara mereka semalam.
Satu-dua-tiga.
Aaa!
Suara cempreng Zea membahana, memenuhi kamar. Membuat laki-laki tersebut bergegas mendekati gadis itu, membekap mulutnya. Dia khawatir orang-orang akan berlari menuju kamar dan bertanya apa yang terjadi pagi-pagi buta begini.
Zea tidak mau diam, tangannya memukul tubuh laki-laki itu secara membabi-buta. Terjadilah aksi pukul-pukulan, tentu yang dominan adalah Zea.
Membekap dan menahan handuknya yang hampir lepas, membuat Mahes kewalahan. Dia tidak percaya dengan tenaga gadis itu yang kini kembali, seperti harimau hendak memangsa. Bukankah semalam Zea tidak tidur hingga pukul tiga pagi, memilih menangis karena meratapi nasibnya.
"Aku lepaskan tapi kamu jangan teriak lagi." Mahes jelas lebih kuat biar pun Zea beringas, tampak gadis itu mengangguk patuh. Pemberontakannya juga mulai mengendur.
Perlahan tangannya dia jauhkan dari mulut Zea, Mahes menatap iba karena dua detik selanjutnya tangis gadis itu pecah.
Zea telah mengingat semua.
.
Mahes tidak turun ke bawah meski sekadar untuk sarapan. Dia telah meminta pelayan hotel agar mengantar makanannya ke kamar.
Dia harus menenangkan gadis itu dulu yang kini masih tidak mengubah posisinya sejak satu jam lalu. Terisak meratapi nasibnya. Mahes sampai kesal sendiri, memang apa yang dilakukannya?
Kalau tidak mau kan dia tidak memaksa, kenapa baru menyesal sekarang setelah semua terjadi?
"Masa depanku hancur sudah!" Zea berteriak frustrasi. Gadis itu menatap nyalang pada laki-laki yang kini telah berpakaian lengkap. Jeans biru navy dengan perpaduan kaos oblong warna senada. Berpikir bisa mengimitidasi. Namun Mahes menanggapinya biasa, dia juga korban.
"Kamu kan bisa menolak kemarin?" Mahes berucap santai meski hati berkata sebaliknya. Jika Zea tidak membantu, nama keluarga besarnya pasti tercoreng.
"Ibumu datang padaku sambil memohon. Siapa yang tidak kasihan?"
"Ya abaikan!" Mahes memotong cepat.
Tidak. Jika kemarin Zea menolak, dia tidak tahu harus ke mana lagi mencari pengganti calon pengantinnya yang kabur tepat di hari pernikahan.
Ya, Zea adalah pengantin pengganti. Calon yang digadang oleh keluarga besarnya kabur. Mereka memang dijodohkan, tapi masa tiga bulan pengenalan bagi keduanya sudah cukup. Tidak ada yang berpikir bahwa Aurelia ternyata diam-diam merencanakan pergi.
Keluarga Atmajaya merasa itu adalah penghinaan besar.
Di saat mereka pontang-panting mencari solusi untuk masalah mereka. Wina, sang ibu muncul dengan menggandeng Zea. Semua anggota keluarga bersyukur dikiranya Wina jatuh pingsan karena tak kuat menanggung beban.
Dan yang terjadi selanjutnya adalah Zea didandani layaknya pengantin, disandingkan dengan Mahes. Proses begitu cepat sampai di malam harinya saat kedua pengantin berada di kamar hotel, gadis itu menangis histeris karena menyesali keputusannya.
Zea minta pulang.
Mahes sudah membujuk tapi gadis itu bersikeras dengan keputus-asaannya. Sampai pukul tiga dini hari, ketika matanya terbuka dia mendapati Zea sudah tertidur. Masih mengenakan gaun pengantin dan riasan yang carut-marut, membuat mukanya cemong.
"Mandilah!" Mahes tahu Zea tetap teguh pada pendiriannya. Terbukti dari semalam gadis itu tidak mau saat dibujuk, tapi apa salahnya mencoba? Setelah ini dia akan bertanya pada sang ibu tentang Zea, istrinya.
Dari mana ibunya mendapatkan gadis yang aneh dan menyusahkan seperti ini?
Zea berhenti sebentar untuk membaui tubuhnya kemudian kembali menggeleng. Persis seperti dugaan Mahes.
"Kamu akan seperti ini terus?"
Zea mengangguk.
"Ya sudah. Aku mau pulang sendiri, masa bodo denganmu." Mahes bersiap berdiri, tapi Zea lebih dulu memegang tangannya.
"Tidak ada baju ganti," cicit Zea.
"Mandilah dulu, soal baju biar aku belikan di bawah."
.
Mahes kembali ke kamar dan menemukan Zea tertidur lagi. Namun kali ini dengan kondisi yang lebih baik. Wajahnya telah bersih dari make up. Terlihat damai.
Masalahnya sekarang, gadis tersebut tidur hanya dengan melilitkan selimut. Mahes menelan ludah, bahu polos Zea terpampang jelas. Dia masih laki-laki normal kan? Melihat pemandangan seperti itu rasanya udara kamar tiba-tiba panas.
Dia harus keluar untuk mencari udara segar sekaligus mengalihkan pikirannya yang kotor. Urusan kembali ke rumah bisa nanti-nanti, menunggu Zea bangun.
Ya, Mahes harus keluar sekarang.
***
Hai, FM kembali hadir dengan tulisan baru nih.
Suka?
Aku mo cerita dikit sebelum lanjut, sebenarnya tulisan ini sudah lama dengan nama tokoh yang berbeda. Dan demi menghargai Sang Inspirasi, aku ubah (hehehe) aku tidak ingin nanti dia minta royalti karena menggunakan namanya 😄
Pada akhirnya, aku harus secara teliti memeriksa agar tidak ada kesalahan sedikit pun.
Apakah ini kisah nyata? Hanya Allah dan Author yang tahu.
Akhir kata, update-annya bakal slow karena Author masih harus mengikuti kelas menulis.
Salam sayang dari siSuperGaje Loopies.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro