Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Cemburu?

Mahes memijat pangkal hidung yang sejak kemarin sering sakit, belum lagi kepala ikut terasa nyeri. Sejak menikah bukannya masalah selesai malah semakin banyak.

Pernah dia berpikir mungkin akan beda jika sesuai rencana awal. Aurelia adalah perempuan yang mudah diatur, tinggal berikan kemewahan dan serba kemudahan, karena itu yang diinginkannya. Namun Mahes tidak suka memelihara orang yang menyamai lintah. Hanya menyedot kerja kerasnya dan sibuk menghabiskan.

"Woi, pengantin baru!" Andreas, teman Mahes yang tidak tahu situasi itu datang-datang langsung berteriak penuh semangat, kemudian mengambil duduk di sebelah, menyomot makanan.

Disusul Tama, Sena, dan Jun. Ketiganya mengambil tempat duduk masing-masing. Mereka berempat mendapat undangan dari Mahes, maka dengan senang hati datang sekalian menyoraki pengantin baru tersebut.

"Berapa ronde?" Andreas jahil bertanya, tidak tahu menahu kalau temannya itu sedang lelah dan pusing menghadapi kehidupannya pasca menikah.

"Dua puluh," yang menjawab Tama disambut kekehan Jun dan Sena.

"Sadeeesss! Lo merawanin anak orang apa Lucinta Luna?" terdengar tawa Tama disusul keplakan oleh Sena, menyuruh untuk serius sedikit karena melihat Mahes yang tidak bereaksi.

"Lo kenapa, Bray?" Sena mulai bersuara setelah sempat terjadi keheningan beberapa detik. Andreas juga sudah tidak dalam mode melucu, siap mendengarkan.

"Stres gue ngadepin Zee."

"Oooo..., Zee?" secara kompak teman-temannya membeo.

Lengang lagi sebentar, hingga Andreas tersenyum-senyum sendiri sambil melihat ke gadget miliknya. Tangan sibuk sroll atas-bawah layar  lima inch tersebut.

"Lo ngejek gue?!" Mahes melempar irisan kentang goreng, Andreas tidak marah, malah semakin tersenyum geli.

"Cewek kek gini yang bikin lo stess?" Andreas menunjukkan foto Zea bersama sang mertua, Wina. Keduanya tampak kompak dengan kacamata dan topi yang sama, berada di pinggir kolam renang.

Tama, Sena, serta Jun mendekat untuk melihat dengan jelas. Mereka mengerjap beberapa kali kemudian kembali menoleh ke Mahes.

"Bini lo keliatan klop banget sama Tante Wina? Kayak dah kenal lama." ucap Jun.

"Dia kerja sama Nyokap."

"Wuih, pantes. Tapi kok gue nggak pernah lihat dia di sini?" Jun mengedarkan pandangan ke segala penjuru. Dia tidak mungkin merasa asing dengan istri sahabatnya jika pernah melihat sebelumnya.

Mereka sekarang memang berada di kafe milik Wina, ibu Mahes. Tempat nongkrong anak-anak muda yang instagramable. Wanita setengah abad itu selalu mengikuti perkembangan dalam bidang usaha, jadi tidak heran banyak pengunjung datang ke kafenya.

"Bukan di sini." Mahes menjawab malas.

"Di tempat kue-kue kecil ini dibuat," sambungnya sambil memainkan kue kecil berbentuk orang-orangan berwarna cokelat. Sialnya, ini adalah kue kesukaannya. Mahes tersenyum masam mengetahui ternyata Zea yang membuat setiap dia ingin. Wina tidak mengatakan apa-apa, hanya bilang salah satu karyawannya.

"Secara tidak sengaja kalian terhubung melalui Gingerbread  ini?" Tama memperhatikan kue tersebut sebelum memasukkannya ke mulut.

"Selain cantik, dia juga pintar memasak. Ya ampun, lo beruntung banget nikah sama dia."

Mahes mendelik tajam ke arah Andreas. Dia tidak suka ada orang yang menyebut Zea cantik. Cantik dari mananya? Orang-orang itu tidak tahu saja kalau gadis itu bisa ngamuk seperti Hulk. Badannya selalu saja jadi samsak tiap malam. Melanggar batas-lah, memakai bantalnya-lah, sampai-sampai urusan selimut pun tidak boleh lebih dari yang telah ditentukannya.

Bukankah itu kamarnya?

"Pipi lo kenapa?"

Semua sahabatnya menoleh, memperhatikan obyek yang disebut Tama.

"Ini hasil karyanya," jawab Mahes lelah. Itulah kenapa dia benci Zea, sedikit-sedikit main kekerasan fisik.

Tama, Andreas, Sena, dan Jun kompak tertawa. Bukannya simpati atas nasib yang menimpa sahabatnya, mereka malah merasa bahagia atas penderitaan Mahes.

"Bini lo agresif juga, Hes." Tama sampai terpingkal membayangkan bagaimana bisa seorang Mahes mendapat cakaran di muka.

"Gue cuma gangguin dia sama cicak, tapi dia bales nyakar muka." desah Mahes semakin lelah. Untuk sementara ini dia ingin jaga jarak dengan Zea, kabur ke kafe  mamanya.

Masa bodo Wina akan mengomel nanti. Wina  juga tidak peduli akan nasibnya dan terus membela menantu kesayangannya tersebut.

Sama dengan teman-temannya yang kini terus menertawakan kemalangan dirinya.

.

Zea merasa gatal di telinga, dia menebak ada orang yang sedang membicarakannya di belakang. Apakah Ecca atau Ronald? Ah, tapi tidak mungkin. Dua temannya tersebut tengah berlibur. Satu ke Pulau Dewata sedang Ronald entah kemana.

Seharusnya dia ikut berlibur, tapi karena atasannya, yang sekarang jadi mertua memintanya membuatkan wedding cake sebelum pergi, Zea terpaksa menggagalkannya karena permintaan konyol tersebut, dan berakhir menjadi bagian Atmajaya.

Wina memohon ketika Zea dan orangtua berada di parkiran hotel, dia mampir untuk mengantar kue, membuat Nyonya Besar dan Ayah Faizal pun iba. Apalagi ibunya begitu ingin cepat-cepat menikahkannya. Gayung bersambut. Zea merasa dikorbankan. Namun tak apa, Atmajaya family begitu baik padanya, kecuali Mahes.

Ya, suaminya itu selalu berhasil membuatnya naik darah. Mencari gara-gara dengan tindakan yang menyebalkan.

Setelah mengantar di halaman rumahnya, Mahes melesat begitu saja. Tidak peduli Nyonya Besar telah menyiapkan banyak makanan, juga tidak mau repot-repot untuk sekadar menyalami. Benar-benar menantu idaman, kan?

Hari ini dia memang mengunjungi rumah. Zea kangen Nyonya Besar. Kangen saat-saat mereka berdua meributkan sesuatu. Seperti remote televisi, berebut siapa penguasa benda datar 32 inch yang terpasang di dinding, atau masakan siapa yang akan dipuji Tuan Faizal Haris? Hal-hal biasa yang ternyata dirindukannya.

Zea menyeka air mata, kemudian mendongak. Menatap langit-langit kamar.

Kamar Zea, princess Anna-nya Nyonya Besar.

Zea segera mengemasi buku-bukunya ke dalam kardus. Dia penyuka genre romance, disuguhi buku-buku tebal dan berkelas justru membuat kepalanya pusing. Zea menginginkan novelnya di rumah, maka dia meminta Mahes untuk mengantar. Namun bukannya ditemani, laki-laki itu malah meninggalkannya di halaman tanpa satu kata pun.

"Zea!"

Laki-laki dua puluh delapan tahun dengan rambut tipis itu berdiri di pintu dengan perasaan tidak percaya mendapati Zea berada di kamar. Sudah berapa lama? Hampir setahun dan begitu pulang yang dia dengar adalah kabar pernikahan.

Zea tersenyum bahagia, menghampiri laki-laki yang lebih tinggi darinya. Begitu dramatis. Ketika tinggal beberapa langkah, Zea melompat. Mereka berpelukan, saling mengungkapkan perasaan rindu dengan tangis haru.

"I miss you." Zea berucap lirih di pundak laki-laki itu, sementara punggungnya mendapat balasan tepukan lembut.

"Miss you too, My Princess."

...

Mahes berpikir hal menyebalkan hari ini sudah berakhir setelah dia meninggalkan ejekan teman-temannya, tapi ternyata masih ada.

Kenapa juga dia harus melihat Zea berpelukan dengan laki-laki lain, di depan matanya langsung. Dan melihat kedekatan dua orang berbeda jenis tersebut membuatnya marah. Dia marah? Sungguhkah itu?

Kenapa? Bukankah pernikahan mereka juga hanya simbiosis mutualisme, Mahes membutuhkan Zea untuk menyelamatkan nama keluarganya dari malu sedangkan gadis itu? Ya, meski dia belum tahu alasan di baliknya. Wina bungkam saat ditanya, tapi dirinya bukan orang bodoh. 

Zea pasti mendapat imbalan, bukan?

"Mahes."

Panggilan Zea menghentikan langkahnya. Tangan Mahes mengepal sempurna. Kesal. Jadi sekarang setelah ketahuan selingkuh, gadis itu berniat membujuknya? Tidak bisa.

Mahes meneruskan langkahnya. Bergegas meninggalkan rumah besar keluarga Haris, keluarga Zea. Dia tiba-tiba merasa muak.

Terdengar panggilan berulang dari Zea untuknya. Namun Mahes tetap acuh. Hingga sebuah tangan yang cukup kecil menarik pergelangan tangannya.

"Mahes, kamu kenapa?"

Mahes menoleh ke arah laki-laki tadi yang juga ikut menyusulnya. Dia seperti anak kecil sekarang. Namun mereka juga tidak menampakkan rasa bersalah. Ck.

"Pulang sekarang!" Mahes balas menarik hingga tubuh gadis itu menubruknya karena belum siap mengantisipasi.

Zea mengaduh, menatap Mahes garang.

Mahes tersenyum. Dia mulai biasa dengan kegarangan Zea, dan sepertinya memang begitu Zea di matanya.

"Kamu kenapa sih?" Zea bertanya sewot.

"Kamu yang kenapa, ditinggal suami bentar udah genit ke pria lain?"

Zea menganga dengan tidak anggun. Bisa-bisanya dia dituduh genit ke pria lain. Mahes tidak tahan, tangannya bersiap mengatupkan bibir istrinya tersebut.

"Apa dia suamimu?"

Keduanya menoleh. Mahes menatap tajam ke arahnya sedang Zea tersenyum malu.

"Begini sikapmu pada kakak ipar?"

Barulah Mahes sadar diri. Kakak ipar? Dia punya kakak ipar? Sementara itu Zea melepaskan diri darinya dan kembali bergelayut manja pada laki-laki tersebut yang sekarang berada di hadapannya.

"Sudahlah, Kak. Ayo kita makan. Bunda pasti senang kita semua berkumpul." Zea mengajak kakaknya pergi dan Mahes ditinggal begitu saja.

Mahes tidak percaya, dia diacuhkan oleh Zea?

"Hes, mau sampai kapan di situ?" teriakan Zea berhasil membawa nyawanya kembali ke daratan. Dia tidak mau terlihat semakin menyedihkan, maka menyusulnya adalah tindakan yang benar.

***
Bersambung....

Boleh minta tinggalkan jejak kalian di sini? Tidak susah kok, klik tanda ☆  di pojok bawah dan kalo berkenan, komen untuk perbaikan selanjutnya.

O ya, nantikan juga kejutan di bulan ini 😉  bulan spesial untukku.

Sekali lagi, vote terus cerita ini.
Salam siGaje Loopies.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro