Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Mika Nasution

Bukan hal baru bagi Indira mendapati telepon dari Mika yang tengah mabuk. Biasanya hal itu terjadi ketika permasalahan di rumahnya terlalu buruku. Seperti ibunya yang dipukuli atau ayahnya yang pulang dalam keadaan mabuk sambil membawa wanita lain ke rumah. Entah sudah berapa kali, tapi Indira hanya bisa melakukan hal yang sama.

Mendatangi sahabatnya yang tengah mabuk untuk kemudian membawa Mika ke tempat yang lebih baik. Sudah pasti bukan pulang ke rumah orang tuanya apa lagi ke rumah Indira. Mika bisa menjadi bendera merah yang disruduk oleh benteng jantan tua bernama Billy—Maafkan perumpamaan Indira Ya Tuhan— jika papinya itu tahu dia membawa teman yang mabuk untuk menginap. Pilihan paling aman adalah mencari hotel terdekat.

Dengan mengerahkan segenap tenaga, Indira memboyong tubuh Mika yang tak sadarkan diri itu ke kamar. Sebodo amat kepala Mika terbentur beberapa kali ke dinding akibat sempoyongan. Dihempaskannya tubuh Mika hingga memantul di atas kasur.

Sahabatnya itu tidak termasuk gemuk, akan tetapi menggotongnya sejak dari parkiran hingga ke ranjang tentu menguras tenaga. Sejenak, Indira mengecek kepala Mika.

Ngeri benjol doang nih anak, cetus Indira dalam hati. Bukan apa, tapi Mika itu udah kurang se-'ons' istilahnya. Kalau sampai otaknya semakin geser akibat beberapa benturan tadi. Indira bisa membayangkan masa depannya setiap kali bersama Mika, sudah pasti lebih rumit dari membuat istana pasir menggunakan sendok nyam-nyam.

"Kalau bukan sahabat gue, udah gue jual lu ke tukang loak," celetuk Indira membuka satu persatu stileto setinggi 10cm berujung lancip. Yang mana Indira yakin akan langsung berlubang tuh kaki orang kalau keinjek. "Bersyukurlah lu punya temen gue."

Jam terbang Indira bisa dikatakan sudah tinggi ketika menghadapi Mika dalam keadaan demikian. Pernah suatu hari Indira nyaris melepas Mika, karena tingkahnya yang tiba-tiba menjadi liar. Dia melepaskan diri dari Indira, lalu berlari menghampiri salah seorang pengunjung pria yang tampan tengah duduk bersama teman lainnya. Mika secara otomatis menjatuhkan diri kepelukan pria tersebut. Mengatakan banyak hal-hal menggoda, hingga Indira berharap ada setan yang sejenak meminjamkan kekuatannya agar Indira tak terlihat.

Namun tentu tidak terjadi. Parahnya, lelaki yang digelayuti oleh Mika justru memasang tampilan jijik. Kepala Mika didorong menggunakan satu jari, sebelum tangan yang sama itu memberi isyarat mengusir. Indira pun menyadari ia harus bertindak. Sudah sangat jelas, tampilan rapi, tangan berotot, dan melambai.

Indira berencana mengambil handuk di kamar mandi untuk dibasahi dengan air hangat guna mengelap tubuh Mika yang sempat terkena muntahannya sendiri.

Bunyi berdebum disusul isakan tangis yang meraung-raung membuat Indira panik, meninggalkan handuk yang belum terkena air terkulai di atas wastafel.

"Mika!"

Indira mendapati Mika duduk bersimpuh di lantai tengah menangis dengan rambut yang kusut masai. Kedua tangannya terus menyisir lantai, ssesekali menyingkap seprai di atas kasur.

"Lu kenapa?" Pertanyaan Indira tidak dijawab seakan Mika tuli.

Wanita itu terus mencari sesuatu, kemudian mengintip tubuhnya sendiri melalui kerah gaun yang terbuka itu. Indira harus mencengkram kedua pundak Mika agar mendapat perhatiannya. "Mika! Mika liat gue! Mika!"

Akhirnya sorot mata Mika menatap Indira. "Lu kenapa?"

"Gue nyari gunung kembar gue," jerit Mika menggelegar.

"Lu nyari apa?" Indira menduga dirinya salah dengar.

"Gunung kembar gue, Ra. Susu. Tahu susu nggak?" Kedua tangan Mika menempel di dada, memberi gambaran dan bentuk.

"Masa lu nggak tahu susu. Payudara! PD gue tadi jatuh." Mika masih menangis tanpa air mata. "Kalau ilang gimana? Itu kan asset gue. Entar gue jadi bencong dong."

Demi Tuhan! Tidak ada hal yang paling Indira inginkan saat ini selain mencekik sahabatnya ini.

"Atau jangan-jangan ini adalah jalan Tuhan. Bokap gue berharap gue terlahir sebagai jantan." Mika mengangkat satu tangannya tinggi-tinggi menatap langit-langit kamar dengan mata penuh haru. "Gue inget pernah bilang kalau gue lelaki, gue bakal pacarin lu!"

Kedua telapak tangan Mika menyatu di depan dada. "Alhamdulillah, terima kasih tuhan yesus! Kita berdua sudah sah, Ra."

Sabar, Ra. Sabaarr.... Indira mengelus dada. Ingat, membunuh itu dosa! Indira menarik napas panjang. Tapi ini kelakuannya menguras emosi jiwa, woy.

Mika menangkup pipi Indira hingga bibir berpoles lipstik merah muda itu semanyun mulut ikan.

Boleh kali toyor kepala mah.

Indira mendorong kepala Mika hingga temannya itu kembali ambyar ke kasur.

"Gue nggak kepingin nikah tapi bukan berarti doyan betina."

Mika meringkuk dengan posisi seperti bayi dalam janin, matanya terpejam pulas.  Indira membetulkan posisi Mika agar lebih nyaman sebelum menyelimutinya.

"Lu harus sehat, Mika. Gimana kalau gue juga ternyata nggak lama lagi nyusul Karina. Tapi sebelum itu, lu harus bantuin gue. Kita harus tahu di mana Karina tinggal sebelumnya. Gue bakal buktiin ke Papi kalau Karina nggak bunuh diri."

*****

Halo pembaca!!
Jangan lupa dukung story ini tap bintang dan komen.
Buat kamu yang pengen baca lebih cepat, bisa mampir ke Karyakasa dengan judul yang sama. Gratis juga koq ^^
Tenang, story akan tetap di tamatkan di watpad

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro