33. I want a date
a/n: maaf guyssss baru sempet update lagi huhu lagi banyak kerjaan nih tapi part ini lumayan panjang nih hehe full of kebucinan dua pasutri baru ini kok tenang aja meski di akhir ada kejutan dikit wkwk
btw visual Argio dan Laras juga udah aku spill di IG loh (nanti ku spill juga di bawah) but feel free to skip ya kalau kalian punya bayangan sendiri soal Laras dan Argio dan takut visual dariku nggak sesuai. Tapi kalo aku pas nulis ini emang kebayangnya mereka sih wkwk.
Selamat membaca! Ayo ramein seperti biasaaa
***
"Should we watch something tonight?" tanyaku masih sambil menyandarkan kepalaku di dada telanjang Argio. Kami masih berbaring berhimpitan di sofa. Sebenarnya sofa ini cukup besar untuk menampung kami berdua. Tetapi Argio memaksa untuk memelukku sehingga mau tidak mau kami saling menempel.
"Aw, nakal ya kamu ternyata Ras. Boleh, mau genre apa nih? BDSM ap–"
"Apasih Gi! Jangan ngaco! Maksudku tuh nonton show, ih!" Aku benar-benar nggak bisa menebak jalan pikiran Argio yang absurd itu. Tetapi lebih tidak mengerti lagi dengan mulutnya yang nyaris tidak punya filter. Mungkin kalau sekarang disebutnya asbun.
"Huuu, nggak seru! Ngapain lah keluar kamar, enakan kelonan begini." Argio mulai menggerayangiku lagi seolah apa yang kami lakukan tadi itu belum cukup untuknya. Aku dengan cepat mencubit pinggangnya yang membuatnya menggeliat sambil mengaduh lumayan keras. "AMPUN RAS!"
"Makanya serius dulu!" Omelku tetapi kemudian langsung mengusap bekas cubitanku karena melihatnya yang kesakitan. Cubitanku sepertinya terlalu keras, kasihan juga. "Memangnya kamu nggak bosen apa di kamar doang?"
"Nggaklah, gila kali. How could I? Orang sekamar sama istriku yang cantik dan super seksi ini–ehehehe iya ampun jangan dicubit lagi Ras!" Argio langsung memegangi lenganku yang sudah siap mencubitnya kembali. "Tapi aku nggak gombal, beneran serius. I don't care about anything else but you!"
Aku menghela napas. Aku tahu, mungkin perjalanan semacam ini juga bukan pertama kalinya Argio lakukan. Dan Argio juga mungkin menganggap enteng perjalanan ini karena ia bisa melakukannya kapan saja saat ia inginkan. Berbeda denganku. Trip kapal pesiar mewah ini adalah kali pertamaku. Tetapi lebih dari itu, pengalaman honeymoon ini juga akan menjadi sebuah pengalaman pertama yang berkesan untukku sehingga aku ingin menikmatinya bukan hanya di dalam kamar saja.
Bukan berarti melakukan itu dengan Argio tidak menyenangkan. Tetapi aku juga ingin melakukan berbagai macam kegiatan selayaknya orang yang sedang berkencan. Well, it might sounds childish karena secara teknis aku dan Argio bukan lagi pasangan yang sedang kencan tetapi sudah menikah dan sedang bulan madu. Tetapi hubungan kami sudah banyak melewati tahap wajar semestinya. Tidak ada salahnya kan jika aku ingin sedikit mundur ke belakang?
"Hayo mikir apa kok merengut?" Argio menyentuh dahiku yang bahkan tidak kusadari sudah berkerut karena memikirkan hal tersebut. "Ras?"
Aku tidak tahu apa aku memang boleh mengatakan yang kuinginkan? Karena kalau kupikir lagi, perjalanan ini pun semuanya dibiayai oleh ayah mertuaku. Ayahnya Argio. Seharusnya aku menurut apa kata Argio saja, kan?
Argio menyentuh daguku dan memaksaku melihat ke arahnya karena aku masih saja tidak bersuara. Sepertinya ia langsung sadar perubahan moodku. "Ras, aku bercanda soal tadi. I mean soal kamu cantik sama seksinya aku serius, tapi soal mau di kamar doang itu nggak beneran. Maksudku, kalau kamu mau melakukan sesuatu di kapal ini atau turun kapal kayak kemarin kita di Phuket itu I'd love to join you. As long as I can be with you, aku ikut kok." Argio menatapku serius. Sepertinya ia khawatir aku kecewa dan buru-buru menjelaskan. Aku sudah akan memeluknya sambil berterima kasih dia kembali menambahkan, "Lagian mau gituan nggak harus di kamar aja, kan? Kayak kemarin di mobil juga bi–aduh!"
Argio ini kenapa sih senang sekali merusak suasana! Dalam satu kalimat dia bisa menaik turunkan emosiku. Aku baru ingin tersentuh tetapi langsung dirusak oleh keisengannya. Tetapi meski begitu, aku tetap tersenyum mendengarnya.
Aku memeluk leher Argio–posisi ini membuatku setengah menindihnya. "Thank you, Gi," kataku sambil memeluknya erat.
Aku bisa merasakan tangan besar Argio membalas pelukanku dan mengusap punggungku sebelum kemudian tangan itu bergeser turun dan meremas pantatku!
"GI!" Protesku yang dibalasnya dengan cengiran usil.
"Sorry, can't help it, sekali lagi yuk, Ras?"
Dasar orang gila! Tetapi meski begitu apa aku mampu menolaknya?
"Pake tanganku aja ya tapi? Aku masih capek."
Argio mencium bibirku sebagai jawaban.
***
"Gi...nanti bantuin aku pilih baju ya?" Aku baru selesai mandi dan sedang mengeringkan rambut. Malam ini akhirnya kami putuskan untuk dinner di salah satu fine dining di kapal dan dilanjut dengan menonton broadway show yang kebetulan ada jadwal tayangnya malam ini. Kalau setelahnya kami belum mengantuk, Argio juga ingin mengajakku untuk bersantai di salah satu bar untuk menikmati live music malamnya.
Itu sebabnya dari sore ini aku berniat untuk siap-siap dengan sedikit lebih niat karena kami akan menghabiskan waktu kami sepanjang malam kami di luar kamar.
Argio juga sudah selesai mandi. Tidak kami tidak mandi bersama meski Argio sempat mencoba memaksa untuk melakukannya yang kutolak mentah-mentah karena aku tahu kami malah tidak akan mandi nantinya. Akhirnya Argio terpaksa harus mandi di kamar mandi satunya meski sambil setengah cemberut.
Terkadang aku merasa Argio itu bersikap kekanakan meski kadang juga bisa sangat dewasa dan dominan. Tetapi saat sisi kekanakan dan jahilnya yang muncul, rasanya aku malah jadi seperti sedang mengasuh anakk kecil dibanding seorang suami. Padahal umurku saja beberapa tahun lebih muda dibandingnya.
Seperti saat ini, setelah mandi Argio belum juga berganti baju dan masih menggunakan bathrobe sambil duduk di atas tempat tidur dan bermain game di ponselnya. Persis kelakuannya seperti anak-anak yang kecanduan game!
"Gi?"
"Hmm–iya, boleh!"
Aku berdecak. Argio bahkan nggak mendengar apa yang kukatakan karena terlalu fokus dengan gamenya itu.
Sebenarnya Argio terbilang jarang main game. Bahkan semenjak di kapal, sepertinya ini kali pertamanya aku melihat ia memainkan gamenya jadi awalnya kubiarkan saja. Tapi setelah aku sudah selesai mengeringkan rambut dan Argio masih belum bergerak dari posisinya juga, aku mulai geram.
"Argio..." Aku mencoba memanggilnya lagi yang kali ini bahkan tidak ditanggapi.
Aku berdecak dan akhirnya berjalan lebih dekat ke arahnya. Sebuah ide gila muncul dan meski pipiku langsung memerah bahkan sebelum aku melakukan apa yang kepalaku pikirkan, aku memutuskan untuk mencobanya.
Aku melepas tali pengait bathrobe yang kugunakan sebelum menjatuhkannya ke lantai. Tidak ada sehelai benangpun menempel di tubuhku karena aku bahkan belum menggunakan dalaman.
Aku sudah menyiapkan hati jika Argio mungkin akan mengabaikanku juga karena gamenya tetapi entah mengapa radarnya untuk soal ini terlalu kuat. Sehingga di detik bathrobeku menyentuh lantai, Argio langsung mengangkat kepalanya dan menatapku.
Aku pikir aku lah yang memenangkan permainan ini karena berhasil menarik perhatian Argio dari game. Tetapi ketika kulihat senyum miring dan ekspresi Argio yang usil itu muncul perasaanku langsung tidak enak. Aku langsung menutupi kedua area sensitifku menggunakan lengan meski jelas percuma.
Senyuman Argio makin lebar dan itu membuatku takut. "Padahal niatku cuma biar kamu nyium atau godain aku aja biar ngalihin perhatian dari hpku ternyata malah dikasih lebih!" Argio dengan bangga menunjukkan layar ponselnya yang bahkan hanya menampilkan notes dengan tulisan tidak jelas.
Alias Argio sejak tadi hanya pura-pura untuk mengisengiku!
"Iseng banget sih kamu, Gi!" Aku ingin sekali menjambaknya tetapi kedua tanganku sedang sibuk menutupi bagian tubuhku sendiri. Aku sudah akan memungut bathrobe di lantai ketika Argio malah menendangnya dengan sengaja.
"GIO!"
"Suka deh kalau kamu udah teriakin nama aku gitu, Ras."
Aku ingin sekali menendang Argio tetapi akhirnya aku memilih menggunakan cara licik untuk membalasnya. Kalau Argio bisa mengusiliku aku juga bisa mengusilinya! Aku tidak mau kalah!
"LARAS?" Argio terbelalak ketika aku malah naik ke pangkuannya dalam kondisi tidak mengenakan apapun itu.
Aku tidak mengatakan apapun dan berusaha melepaskan tali bathrobenya. Agak kesulitan karena posisi kami yang duduk tetapi aku berhasil melepasnya karena Argio bekerja sama dengan baik.
Kini kami sudah sama-sama telanjang. Milik Argio sudah menegang dan bersentuhan dengan pahaku. Argio benar-benar bukan hanya tampan dan punya tubuh yang bagus tetapi juga kondisi fisiknya itu sangatlah prima. Terbukti meski seharian ini dia sudah keluar beberapa kali tetapi miliknya itu masih saja bisa tegang lagi dengan gagahnya.
"Duh, tau gitu tadi aja kita mandi bareng..." Argio sudah siap menciumku ketika aku menahan dadanya dengan tanganku. Dengan cepat bathrobe miliknya kutarik dan aku gunakan sebelum melompat lagi dari pangkuannya. "Loh, Ras? Mau ke mana?"
Dengan tampang tidak berdosa aku memakai bathrobe milik Argio itu untuk menutupi tubuhku. "Loh kan mau siap-siap buat dinner sama nonton broadway show, Gi. Udah jam segini. Kamu juga buruan siap-siap," kataku santai.
Argio menatapku seperti aku baru saja mengeluarkan donat dari kepalaku. "Yang bener aja, Ras?" tanyanya masih tidak percaya dengan apa yang baru saja kulakukan. "Ras, udah berdiri loh ini?"
Aku tidak sanggup menahan tawaku. "Yaudah ditidurin lagi aja. Kan dia bangun sendiri nggak ada yang suruh bangun." Aku buru-buru berlalu menuju ke lemari tempat baju-bajuku sudah tergantung rapi. Well, karena perjalanan ini lumayan panjang aku memutuskan mengeluarkan semua isi koperku dan Argio dan menatanya di lemari agar kami lebih mudah jika ingin ganti baju.
Aku memilih mengeluarkan dua buah gaun yang akan kupertimbangkan untuk kugunakan malam ini. Sedangkan Argio masih mendumal sambil berjalan ke tempat bathrobeku yang sudah ia tendang tadi untuk dipungut dan digunakan.
"Tega banget sama suaminya, kalau kenapa-kenapa nanti kamu juga yang rugi, Ras!"
Aku hanya tertawa mendengar gerutuan Argio dan beralih untuk memilihkan pakaian untuknya. Argio tidak memintaku sih, tetapi aku berinisiatif melakukannya. Sekalian juga aku jadi bisa mencocokannya dengan gaun yang akan kugunakan nanti.
Lalu setelah huru-hara itu selesai, kami akhirnya keluar dari kamar sekitar pukul setengah tujuh malam. Kami memutuskan untuk makan di salah satu restaurant kapal bernama Izumi yang menawarkan high-quality Japanese cuisine.
Ekspresi Argio yang awalnya cemberut sepanjang perjalanan kami dari kamar menuju deck 5 tempat restoran itu berada berubah lebih cerah setelah aku menggelayuti lengannya dengan manja sambil minta maaf karena sudah kelewatan ketika membalas keisengannya tadi.
"By the way you look amazing tonight," pujinya saat kami berjalan memasuki restoran. Aku masih belum terbiasa dengan setiap pujian yang Argio lontarkan jadi aku tidak tahu harus bagaimana bereaksi. Argio menyadari aku yang tidak menanggapinya malah merangkul pinggangku sebelum berbisik, "Kalau suaminya kasih pujian, bilang apa?"
Aku tidak tahu kenapa kata-kata itu terdengar...seksi. Pikiranku sudah sama gilanya dengan Argio sepertinya. "Terima kasih..."
"Pinter," pujinya lagi dan kali ini disertai dengan remasan kecil di pinggangku.
Entah hanya perasaanku saja atau tidak, tetapi seketika udara di restoran ini jadi lebih gerah dari seharusnya.
***
Aku bertepuk tangan cukup keras ketika para performance keluar dari belakang panggung yang menandakan show ini berakhir. Ini pertama kalinya aku menonton sebuah broadway show dan aku sangat menikmatinya lebih dari yang kuduga.
"Tonight's Broadway-style show is titled 'Grease'—the timeless musical featuring electrifying dance numbers, unforgettable songs like 'You're the One That I Want' and 'Summer Nights,' and a heartwarming storyline. It's a fantastic mix of fun and nostalgia, perfect for a lively night of entertainment." Itulah yang sempat dijelaskan oleh Andy saat aku bertanya soal jadwal show apa saja yang bisa kutonton malam ini.
Ketika Andy menjelaskan, sejujurnya aku nggak tahu dua lagu yang ia sebutkan tetapi aku tetap excited untuk menonton pertunjukan tersebut dan benar saja, pertunjukannya betul-betul seru dan menyenangkan.
Argio sendiri tampaknya biasa saja–tidak terlihat terlalu terpukau tetapi tidak juga bosan. Ia bahkan beberapa kali bertepuk tangan dan ikut terbawa oleh cerita yang ditampilkan.
Aku bahkan sempat lupa kami sedang berada di atas kapal karena performance ini sangat all out. Dari desain panggung, properti hingga ke kostum semuanya sangat memukau.
Kupikir kami akan mengantuk begitu show itu selesai. Tetapi ternyata mataku dan Argio masih sama-sama segar jadi kami melanjutkan ke rencana kami berikutnya yaitu menikmati live music di bar. Kami memilih The Schooner Bar sebagai tempat kami menutup 'kencan' kami malam ini.
"Kamu mau minum nggak, Ras?" tanya Argio begitu kami sudah duduk di salah satu kursi yang cukup jauh dari keramaian di bar tersebut. "Atau mau jus aja? Atau soda?"
Aku menimang sesaat sebelum akhirnya memutuskan untuk minum menemani Argio. Toh aku tidak sedang sendirian di nightclub seperti waktu itu ditambah aku bersama Argio sekarang jadi aku bisa merasa aman meski minum alkohol.
"Uhm...boleh deh, tapi yang light aja ya Gi?"
Argio tersenyum sebelum mengusap kepalaku dan memberitahu staff pesanan kami. "Hello, I'd like to order one strawberry daiquiri, one whiskey sour and also a cheese plate, thank you."
"Great choices, sir! How would you like your strawberry daiquiri served? We have two options: blended with ice for a slushy texture or shaken with ice for a smoother finish."
"I think I'll go with the blended one for that slushy feel," kataku menjawab pertanyaan waitress tersebut karena aku tahu minuman itu memang Argio pesankan untukku.
"Perfect! I'll get that order in for you. One blended strawberry daiquiri, one whiskey sour, and a cheese plate coming right up!"
Kami mengucapkan terima kasih dan waitress itu pergi meninggalkan table kami untuk membuatkan pesanan.
Sambil menunggu aku dan Argio mengobrol ringan sambil membahas pertunjukkan broadway tadi. Tetapi saat kami sedang mengobrol tiba-tiba saja meja kami kedatangan tamu tidak diundang.
Perasaanku tidak enak karena tahu bahwa di kapal ini masih ada dua orang yang paling tidak ingin kutemui. Tetapi ketika kulihat siapa orang yang menghampiri meja kami, perasaan tidak enak itu berubah jadi perasaan bingung karena aku bahkan tidak mengenali wajah orang itu.
Belum selesai kebingunganku, wanita yang mengenakan gaun berwarna merah darah itu meremas bahu suamiku dengan sangat akrab sambil berseru, "Juna! What a surprise!"
Who the hell is she?
***
Visual Character
disclaimer!
-Visual ini adalah bayangan menurut author tapi kalian bebas jika punya bayangan sendiri
-Public figure yang digunakan di sini hanya untuk kepentingan cerita, nothing related to real life sama sekali!
-Kalau nggak sesuai please skip aja dan bebas bayangin sesuai yg kalian mau ok?
Argio
Laras
Argio & Laras
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro