28. One fine day at sea
a/n: haloooo semuaaa! maaf ya lagi nggak bisa update daily lagi kayak kemarin-kemarin huhu. Semoga masih pada setia baca kisah pasutri satu ini soalnya part-part honeymoon mereka bakalan banyak manis-manisnya dan semoga kalian nggak enek wkwk.
***
Day at sea. Hari kedua ini kami masih akan full berada di kapal dalam perjalanan menuju Phuket, Thailand. Kalau melihat dari itinerary yang diberikan kami mungkin akan tiba di Phuket pagi-pagi besok.
Aku terbangun pagi ini dengan kondisi perut lapar. Padahal semalam aku pergi dinner dan memakan berbagai makanan yang sangat fancy yang belum pernah kumakan seumur hidupku sebelumnya tetapi kini aku rasanya sangat kelaparan seperti orang yang belum makan berhari-hari.
Argio masih tertidur di tempat tidur saat aku meninggalkannya ke kamar mandi untuk mandi dan bersiap-siap sarapan. Ketika aku sudah selesai berganti baju dan memakai riasan tipis agar kelihatan lebih fresh, aku mendapati tempat tidur sudah kosong dan Argio tidak terlihat di manapun di lantai ini. Mungkin ia di bawah.
Ketika sampai ke bawah aku tidak menemukan Argio di manapun yang kuasumsikan ia sedang berada di kamar mandi. Kuputuskan untuk membuka pintu balkon dan keluar untuk menghirup udara laut di pagi hari ini. Dari atas sini aku juga bisa melihat ke arah deck kapal tempat area waterpark berada. Sudah ada beberapa orang yang tampak bersenang-senang di kolam. Mungkin setelah sarapan aku akan berkeliling ke area-area hiburan di kapal agar tidak bosan.
Ku dengar bel kamar kami berbunyi dan aku bergegas kembali masuk untuk membukakan pintu. Seorang lelaki yang kemarin memperkenalkan dirinya sebagai royal genie-ku bernama Andy tersenyum padaku.
Royal genie adalah semacam asisten pribadi yang menjadi salah satu fasilitas eksklusif untuk tamu suite class dengan tier tertinggi yaitu Star Class. Mereka juga yang membantu tamu untuk bisa akses ke semua tempat di kapal yang terbatas untuk tamu dengan tier lebih rendah, mengurus reservasi khusus baik untuk event selama di kapal dan berbagai permintaan tamu lainnya. Selain itu, royal genie juga yang akan mengingatkan tentang jadwal-jadwal kapal seperti sarapan dan dinner atau misalnya ada jadwal performance yang bisa kita tonton.
"Good morning, Mrs. Pradana. I hope you had a restful night. Just a gentle reminder that breakfast will be served at your preferred time. Would you like me to arrange it in your suite, or would you prefer dining at one of the restaurants?" tanyanya dengan ramah dan sopan. Andy ternyata mengingatkan soal jadwal sarapan hari ini dan menanyakan apakah aku ingin makan di kamar atau pergi ke restoran langsung.
"Morning to you too, Andy! Uhm–I'd like to have breakfast outside today. Can you recommend a restaurant for me to go to?"
Andy masih tersenyum dengan cerah kepadaku, "Excellent choice, Ma'am! A lovely breakfast with ocean views sounds perfect. Allow me to recommend some of our finest options." Ia membuka layar tablet yang dibawanya sambil mengetikan sesuatu di sana sebelum kemudian menatapku lagi. "May I know what type of breakfast are you in the mood for today? Are you craving something light and healthy, a hearty and indulgent spread, or maybe a specific cuisine or style?"
Aduh, sejujurnya aku belum memikirkan sarapan apa yang kuinginkan selain aku hanya ingin sarapan di luar kamar saja karena perutku lapar. Masih sambil berpikir, tiba-tiba sebuah tangan merangkul pinggangku dan tahu-tahu Argio sudah bergabung bersama kami. Aroma shampoo dan sabun tercium darinya menandakan ia memang baru saja selesai mandi. Sangat fresh.
"Ah, good morning, Mr. Pradana!" Andy menyapa Argio sama ramahnya yang Argio balas dengan anggukan. "I was just discussing breakfast options with Mrs. Pradana. If you have any specific desires or ideas for your meal, please let me know, and I'll make all the arrangements to ensure a perfect morning for you both."
Argio menatapku, "What do you want for breakfast, honey?"
Aku mengernyit. Padahal kami tidak sedang di depan Haris dan Dania. Hanya ada Andy saja. Kenapa Argio bersikap manis begini? "Nggak tau, aku mau makan apa aja sih... yang penting di luar."
"Yah, padahal di kamar enak. Abis sarapan aku bisa makan kamu."
Aku terbelalak mendengar ucapan Argio yang untungnya ia ucapkan dalam bahasa Indonesia sehingga kemungkinan besar Andy tidak akan mengerti. Kucubit pinggang Argio dan ia mengaduh pelan.
Benar-benar nggak bermoral di depan orang lain sepagi ini!
"Anything's fine, Andy! You can just choose for us," jawabku cepat. Selain karena aku malu di depan Andy aku juga sudah kelaparan.
"Absolutely, Mrs. Pradana! I'll select the best option for you both." Andy mengetikan lagi sesuatu di tabletnya sebelum kemudian membalik dan menunjukkan layarnya pada kami. "Coastal Kitchen offers an exquisite selection with a Mediterranean flair, excellent service, and beautiful ocean views. I'll make sure a table is reserved for you both and it will be ready to welcome you whenever you're ready to start your day. If there's anything else you need or any special requests, just let me know!"
Argio mengangguk sebelum aku sempat menjawab pertanyaan Andy dan menyelaku. "We'll be leaving in a minute. Can you have it ready by then?" tanyanya pada Andy.
"Of course, sir! Your table will be ready as soon as you arrive, and the team will ensure you have a delightful breakfast experience. If there's anything else you need before you head out, just let me know. Enjoy your meal and have a wonderful start to your day!" Andy pamit begitu merasa ia sudah tidak diperlukan lagi.
Aku pikir aku dan Argio juga akan langsung pergi untuk sarapan tetapi Argio malah menutup pintu kamar kami lagi yang membuatku menatapnya kebingungan. "Loh, bukannya kita mau langsung pergi sarapan sekarang?" tanyaku.
"Nah, ciuman selamat paginya dulu mana? Enak aja mau pergi-pergi aja."
Aku memandang lelaki di hadapanku ini dengan tampang tidak percaya. "Apaan sih kamu, aku udah laper Gi–hmpph!" Argio lebih dulu membekap pipiku dan membawa bibir kami untuk bertemu.
Benar-benar semaunya sendiri. Tetapi meski begitu aku juga tidak menunjukkan penolakan apapun dan menerima ciumannya pagi itu. Rasa bibir Argio di mulutku segar karena jelas ia habis gosok gigi dan kumur-kumur. Bahkan aku bisa merasakan sedikit sisa rasa mint dari lidahnya.
Wait–lidah?! Aku mendorong Argio menjauh sebelum kami gagal sarapan karena Argio melakukan hal-hal mesum.
Argio tampak terkejut karena ini pertama kalinya aku terkesan menolak sentuhannya. Ia berkedip, "Did I go too far?" tanyanya dengan ekspresi yang berubah khawatir. Aku sadar meski Argio terkadang seenaknya, menyebalkan dan usil. Argio selalu perhatian pada setiap tindakannya terhadap orang lain. Terutama padaku. Ia selalu memastikan tidak benar-benar melewati batas yang membuat orang lain tidak nyaman.
Aku berjinjit dan mencium bibirnya tetapi hanya berupa kecupan singkat. "Nggak kok, tapi aku beneran udah kelaperan. Kalau kamu nggak mau lihat aku pingsan di tengah make out session kita lebih baik kita pergi sarapan sekarang." Aku berharap ucapanku membuat Argio merasa lebih tenang.
"Wait, kamu beneran udah kelaperan?" tanyanya kaget. "Kenapa nggak bilang daritadi!" Argio langsung menggandengku dan membawaku keluar kamar.
Aku hanya tersenyum sepanjang perjalanan kami menuju ke Coastal Kitchen pagi itu. Hari ini sepertinya akan jadi hari yang indah.
***
Tuhan mengabulkan permintaanku agar hari ini berjalan indah tanpa gangguan. Gangguan yang kumaksud adalah bertemu dengan Dania dan Haris tentu saja. Mungkin karena hari ini kebanyakan aku dan Argio pergi ke tempat-tempat yang jadi fasilitas eksklusif untuk para tamu star class saja.
Setelah kami makan siang di resto buffet bernama Windjammer Café, aku dan Argio memutuskan pergi ke Suite Lounge untuk membaca buku dan menikmati kopi siang kami. Sedangkan Argio baru saja menerima telfon dari Akbar.
"Apaan sih Bar, gue lagi honeymoon masa masih harus meeting yang bener aja lah!" Ku dengar Argio mengomel. Ia kini berdiri di belakang sofa tempatku duduk.
Tiba-tiba aku merasakan tangan Argio menyentuh kepalaku, mengusap-usapnya lalu kemudian memainkan rambutku. Lucunya, Argio sendiri masih fokus berbicara dengan Akbar di telfon tetapi tangannya malah bermain-main dengan rambutku.
Aku membiarkan ia melakukan itu selagi ku rasa itu tidak mengganggu kegiatanku membaca. Aku benar-benar menikmati liburan ini meski sekarang yang kulakukan adalah hal yang sangat sederhana yaitu membaca buku sambil menikmati segelas kopi di siang hari.
Tetapi hal sederhana ini sepertinya nyaris sulit bisa kulakukan selama bertahun-tahun belakangan ini karena aku sibuk bekerja baik itu weekday ataupun weekend. Jika weekday dipakai untuk bertemu vendor dan menyiapkan ini dan itu–weekendnya dipakai untuk hari-h event. Hal itu membuatku sulit sekali memiliki waktu luang. Kalaupun ada, aku sudah kelelahan dan kugunakan untuk tidur.
Argio tiba-tiba menurunkan tangannya dari puncak kepalaku ke dagu dan tiba-tiba saja ia sudah membawa kepalaku untuk mendongak ke belakang dan ia menunduk untuk menciumku.
Argio baru saja menciumku di tempat umum! Aku tidak sempat bereaksi karena ia sudah berjalan sedikit menjauh dariku sambil masih bicara dengan Akbar soal pekerjaan entahlah itu.
Meski Lounge ini sepi karena terbatas untuk para tamu kamar suite class saja baik itu tier Star Class atau pun Sky Class sehingga tidak terlalu banyak orang di dalamnya sekarang, tetap saja kami tidak benar-benar hanya berdua di sini. Argio harus mulai belajar untuk mengontrol kebiasaannya yang senang melakukan public display of affection.
Aku masih ingat bagaimana dia dan Silvania berciuman di depan lift dan melanjutkannya meski tahu aku juga ada di sana.
Aduh–kenapa tiba-tiba aku malah ingat hal tidak penting begitu? Membuat mood jelek saja.
Argio tiba-tiba sudah bergabung lagi denganku di sofa empuk ini setelah panggilan telfonnya dan Akbar selesai. Argio menggerutu soal ia yang dipaksa untuk ikut meeting online dengan para investor Calestial malam ini. Padahal ia sudah berpesan pada Akbar kalau tidak mau diganggu selama bulan madu. Tetapi Akbar sendiri tidak punya kuasa soal menolak meeting ini karena urusannya dengan para investor.
Aku mengusap dahi Argio yang terlipat karena ia sedang kesal. "Stop marah-marah Gi. Namanya juga kerjaan. Apalagi kamu bosnya, jelas tanggung jawabnya lebih besar. It's okay, malem ini kita dinnernya di kamar aja jadi kamu nggak keganggu meetingnya."
"Tetep aja, Ras. Itu orang-orang juga nyebelin banget padahal mereka semua tahu aku lagi honeymoon. Mereka tuh ribet, padahal aku udah tunjuk Akbar buat handle tetapi mereka tetep mau aku juga ikut rapat." Argio lalu meletakkan kepalanya di bahuku seperti anak kecil. Ini perasaanku saja atau memang Argio jadi jauh lebih clingy semenjak kami ada di kapal ini?
Aku tidak mengatakan apapun lagi karena tidak tahu kata-kata apa yang bisa meredakan rasa kesalnya. Tetapi sepertinya Argio juga memang hanya butuh untuk meluapkan kekesalannya dengan bercerita jadi aku hanya mendengarkan sampai emosinya reda.
"Kamu wangi banget deh, Ras," katanya setelah ia selesai dengan segala gerutuannya soal meeting dadakan itu.
Aku bahkan sudah tidak bisa lagi fokus dengan bukuku sekarang. "Hm?"
Argio mengendus leherku, "Wangi...kamu wangi. Suka deh sama parfum kamu yang ini, beda sama yang suka kamu pakai di Jakarta."
Aku memang menggunakan parfum baru yang berbeda dengan yang biasa kupakai. Parfum ini adalah kado pernikahan dari Mia dan para pegawai Sanggar Kenanga.
Aku menggerakkan bahuku berusaha menghentikan Argio yang masih mengendusi leherku. Selain geli, lagi-lagi kuingatkan kalau kami ini di tempat umum. "Gi–udah ah, jangan gitu."
"Siapa suruh wangi gini, bikin pengen."
Aku memukul pahanya cukup keras dari yang kumaksud sampai terdengar bunyi PLAK yang nyaring. Argio sontak mengaduh. Siapa suruh mulutnya itu asal bunyi nggak jelas!
"Aduh kok suaminya dipukul sih Ras!"
"Soalnya kamu berisik! Udah ah, aku lagi baca jadi keganggu nih." Aku mengedikan bahuku agar Argio berhenti menggelayutiku tetapi lelaki itu malah semakin merapat padaku sampai aku tidak punya pilihan selain memegang pipinya dan mencium bibirnya cepat. "Udah sana jangan gangguin aku."
"Aduh, ini sih minta dibawa balik ke kamar yang ada." Aku bisa mendengar Argio menggerutu dengan suara yang lebih pelan tetapi akhirnya Argio menegakkan kembali tubuhnya dan berhenti bersandar pada bahuku.
Argio tidak bersuara lagi yang kupikir pertanda bahwa ia sudah menyerah dan berhenti menggangguku. Tetapi aku salah karena beberapa menit kemudian, ia kembali memanggilku.
"Ras..."
"Apa?" Aku menyahut tanpa mengalihkan pandanganku dari buku.
"Pegang bukunya bisa pakai satu tangan aja, kan?"
Aku baru akan menoleh untuk bertanya apa maksudnya ketika tanganku sudah lebih dulu diambil dan digenggamnya. "Udah kamu lanjut baca aja, aku nggak bakal ganggu." Argio lalu bersandar pada sandaran sofa dan bermain ponsel dengan satu tangannya yang lain selagi satu tangannya menggenggam tanganku.
Meski merasa tidak terbiasa dan aneh dengan semua hal baru ini, diam-diam aku tersenyum.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro