Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

26. Dinner and Drama

"Oh shit, hpku ketinggalan Ras." Kami sudah setengah perjalanan dari kamar kami di deck 8 menuju ke restoran kapal yang bernama Chef's Table di deck 5. Kami baru keluar dari lift ketika Argio sadar ponselnya tertinggal di kamar.

Setelah kegiatan nakal kilat yang kami lakukan beberapa saat yang lalu, kami hanya punya waktu sekitar sepuluh menit untuk merapikan diri masing-masing dan bersiap-siap. Mungkin karena terlalu terburu-buru itulah Argio sampai melupakan ponselnya.

"Kamu duluan aja ke restorannya, I'll be back quick." Lalu tanpa menunggu responku, Argio sudah melesat kembali ke dalam lift dan hilang begitu pintu tertutup.

Berjalan sedikit dari lift, aku melewati sebuah bar yang selain menyediakan minuman alkohol juga pertunjukan live music terutama piano bernama Schooner Bar. Bar itu belum terlalu ramai karena mungkin sekarang orang-orang lebih banyaknya sedang memenuhi dining area untuk dinner. Mungkin beberapa jam lagi bar itu baru akan ramai.

Chef's Table bersebelahan dengan bar tersebut dan aku langsung disambut seorang waitress berpakaian formal di depan pintu restoran. Ia menanyakan apakah aku sudah reservasi atau ingin walk in. Mereka mengatakan bahwa private room untuk kami masih disiapkan. Sepertinya memang aku dan Argio datang terlalu cepat beberapa menit. Mereka menawarkan aku untuk masuk dan menunggu di dalam tetapi kutolak karena aku ingin lihat-lihat ke art gallery yang letaknya tidak jauh dari sini sekalian menunggu Argio juga.

"Sure, ma'am. We will call you after everything's ready." Begitu kata si waitress yang kubalas dengan anggukan. Lalu berjalan sedikit dari Chef's Table dan melewati beberapa restoran lain yang ada di deck tersebut aku sampai di sebuah art gallery. Seperti namanya, tempat ini adalah tempat di mana terpajang karya seni berupa lukisan dari beberapa seniman. Dari keterangannya, lukisan ini juga available untuk dibeli. Dan di saat tertentu, akan ada acara lelang untuk karya seni di sana.

Aku tidak terlalu mengerti seni. Tetapi lukisan-lukisan di sini tampak indah semuanya di mataku. Saat aku sibuk memandangi lukisan bergambar patung liberty, seseorang menepuk bahuku membuatku menoleh.

Kupikir itu waitress dari Chef's Table yang memanggilku untuk memberitahu kalau meja kami sudah siap. Atau mungkin Argio yang menyusulku tetapi mataku membulat begitu yang kutemui justru Haris. Dari sekian ribu orang di atas kapal ini, Haris adalah salah satu yang paling amat ingin kuhindari.

"Ternyata bener kamu, Ras! Aku sampai pangling tadi pas lihat kamu masuk, sempet ragu nggak yakin itu kamu karena kamu beda banget tapi ternyata beneran kamu."

Aku tidak mengerti bagaimana isi kepala Haris sebenarnya. Bagaimana dia bisa berbicara dan bersikap santai seolah tidak memiliki satu pun dosa padaku. Dan bagaimana mungkin aku pernah mencintai laki-laki paling tidak tahu diri seperti ini selama bertahun-tahun.

Aku sudah ingin angkat kaki ketika Haris menahan lenganku. "Ras, tunggu! Jangan pergi!" Aku buru-buru menghempaskan tangannya dari lenganku. Tidak sudi ia sentuh.

"Kamu mau apa, sih?" tanyaku tentu dengan nada paling tidak ramah yang pernah seorang Laras gunakan.

"Aku cuma mau ngobrol, Ras." Apa katanya? Ngobrol???

"Ngapain aku ngobrol sama kamu! After all you have done to me!" Aku masih berusaha untuk menjaga intonasiku agar tidak meninggi. Meski sejujurnya emosiku mulai naik. Aku tidak mau kehilangan kendali dan mempermalukan diriku. Meski Haris layak mendapatkan tamparan bolak-balik dariku bahkan lebih, aku memilih untuk tidak berurusan sama sekali dengannya.

"Aku tahu Ras aku banyak salah sama kamu–"

"Kalau sudah tahu ya sudah! Tahu diri juga kalau gue nggak mau ada urusan lagi sama lo! You got everything you want, Ris. Termasuk bisnis peninggalan ibu gue! Lo harusnya bersyukur karena gue nggak berusaha bales dendam ke lo tau nggak!" Kali ini aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bicara menggunakan lo-gue dengannya. Lelaki ini tidak berhak mendapatkan kelembutanku lagi. Aku memutuskan meninggalkan Haris karena bicara dengannya memang hal sia-sia. Mendengarkan ucapannya juga karena yang akan kudengar pasti dia yang berusaha playing victim atau bahkan menguilt trip aku sehingga membuatku jadi yang bersalah di sini seperti yang sudah-sudah.

Aku baru sadar betapa miripnya Haris dan Dania sekarang setelah semua ini. Mereka benar-benar jodoh sepertinya. Baguslah. Kudoakan mereka berdua berjodoh hingga ajal menjemput agar tidak ada lagi orang tidak beruntung yang harus menjadi pasangan mereka.

Untungnya Haris tidak segila itu untuk mengejarku keluar dari art gallery jadi aku bisa bernapas lega. Tapi kini aku malah berhadapan dengan Dania. Astaga.

Dania tampak terkejut ketika hampir menabrakku yang keluar dari art gallery dengan tergesa. Dania sendiri muncul dari lorong toilet yang letaknya bersebelahan dengan art gallery.

"Oh wow, Laras is that you?" Aku bisa mendengar nada setengah meledek darinya. "Uang beneran bisa ngubah lo, ya ternyata?"

Aku akui gaun yang disiapkan mertuaku ini memang merubah penampilanku yang biasanya terlihat flat menjadi lebih glamour. Tetapi untuk make up dan lain-lain, aku merasa aku tidak sampai seberbeda itu sampai harus mendapatkan reaksi tersebut dari Dania.

Ah sial, aku jadi ingat kalau dulu Dania-lah orang yang mengajariku soal make up.

Aku berusaha mengabaikan Dania karena sama seperti Haris, hanya buang-buang waktu berurusan dengan keduanya.

Tetapi Dania sama menyebalkannya dengan Haris dan berusaha menghalangiku. Aku tidak mungkin bersikap kasar dengan wanita hamil jadi aku hanya bisa berdecak sambil melemparkan tatapan tajam padanya.

"Apa sih mau kalian? Kenapa nggak bisa stop ganggu hidup gue!"

"Kalian? Mas Haris nemuin kamu?" Dania tampak terkejut mendengarnya. Dan di saat yang sangat tepat, Haris muncul di belakangku. Persis dari arah gallery art tempatku muncul tadi.

Dania melotot. "MAS HARIS! NGAPAIN KAMU DARI SANA? BUKANNYA KAMU LAGI RESERVASI MEJA BUAT KITA!" Dania mulai berteriak seperti terakhir kali kami bertemu di depan Sanggar Kenanga. Sepertinya semenjak hamil emosi Dania lebih mudah meledak-ledak.

"Anu Dan–"

"DAN??? KENAPA KAMU NGGAK PANGGIL AKU SAYANG MAS? APA KARENA ADA MANTAN KAMU DI SINI, HAH?"

Aku menahan diri untuk tidak tertawa. Drama macam apa yang sedang kutonton ini. Aku ingin cepat pergi tetapi posisiku benar-benar terhimpit di antara Dania dan Haris. Ah sialan.

Aku benar-benar tidak ingin meladeni dua orang gila ini jadi aku berusaha kabur tetapi tangan Dania lebih dulu mencengkramku. Tentu saja sebagai bentuk pertahanan diri yang refleks aku menghempaskan tanganku tetapi clutch di tanganku tidak sengaja hampir mengenai wajah Dania.

Hampir. Oke. Tidak betulan kena tetapi wanita penuh drama itu bersikap terlalu berlebihan seolah aku memang baru saja memukulnya.

Haris sampai setengah melompat menubrukku untuk mengecek kondisi istrinya. "Ras, apa-apaan sih kamu! Dania ini lagi hamil!" Lelaki itu kini memarahiku. Hal yang tidak pernah ia lakukan untukku selama ini. Aku ingat saat dulu hampir bertengkar dengan ibu-ibu di supermarket karena sebuah kesalah pahaman, Haris hanya diam saja di tempatnya tanpa ada usaha membelaku saat dipermalukan di depan umum. Tetapi kini, melihat bagaimana Haris bisa langsung bereaksi terhadap Dania membuat hatiku seperti diiris.

Aku tidak cemburu. Tetapi aku merasa sakit hati karena sudah membuang waktuku selama bertahun-tahun mencintai lelaki yang bahkan mungkin tidak pernah benar-benar mencintaiku balik.

Di tengah keributan ini, aku akhirnya bisa bernapas lebih lega saat melihat staff yang berpakaian sama dengan waitress Chef's Table tadi berjalan ke arahku diikuti Argio di belakangnya.

Aku buru-buru berjalan melewati Haris dan Dania dan memeluk Argio. Awalnya Argio tampak bingung karena tiba-tiba aku memeluknya tetapi ia langsung sadar begitu melihat ada Haris dan Dania di dekatku.

"Are you okay, honey?" Aku terkejut mendengar Argio menggunakan kata honey untuk memanggilku. Entah itu bagian dari rencananya untuk membuat kesal Haris dan Dania atau memang ia mengucapkannya secara refleks saja.

Aku mengangguk di pelukannya. Argio mengusap-usap punggungku sebelum kemudian melemparkan tatapan tajam ke arah Haris dan Dania.

Aku bisa merasakan ketegangan di antara kami.

Staff dari Chef's Table yang terjebak situasi aneh ini berdeham untuk mengambil alih perhatian. "Excuse me, mr and mrs Pradana but your table is ready, and our chef is already waiting," ucapnya dengan sopan.

"Wait a minute!" Haris menyela dari tempatnya. "Tadi staff kalian bilang untuk malam ini tidak ada available Chef's Table experience! Kenapa mereka bisa mendapatkan itu tapi kami tidak!"

Makan malam yang direserve oleh Pak Tegar memang bukan makan malam biasa sehingga ada waktu yang sudah ditentukan untuk makan malam ini. Namanya adalah Chef's Table Experience. Sebuah dining experience untuk small group maksimal delapan orang. Selama dua sampai tiga jam, mereka akan menikmati lima course gourmet meal yang akan dipairing dengan wine. Yang membuatnya spesial adalah setiap course akan diserve dan dijelaskan langsung oleh chefnya. Begitupun dengan wine yang disajikan akan dijelaskan oleh sommelier.

Biasanya jika pelanggan hanya berdua, mereka akan digabung dengan pelanggan lain di dalam satu meja. Tetapi tidak banyak slot yang tersedia sehingga diperlukan booking in advance untuk mendapatkan experience tersebut.

Khusus untukku dan Argio, ayah mertuaku membooking private chef's table experience untuk kami berdua saja di ruangan private. Yang mana dinner ini juga hanya exclusive untuk kami tanpa digabung dengan pengunjung lain. Harganya juga berkali lipat lebih mahal daripada harga normal. Dengan kata lain, chef itu sudah dibooking untuk malam ini khusus untuk kami saja.

Setidaknya itulah yang dijelaskan staff Chef's Table pada Dania dan Haris yang tampak mematung dan pucat di tempat mereka sekarang. Aku bisa merasakan tatapan tidak rela sekaligus tidak percaya dari mereka begitu mendengar penjelasan tersebut.

"Memang berapa sih harganya! We can pay for that too lah pasti!" Haris dan harga dirinya yang setinggi langit itu tampak semakin kesal ketika Argio melemparkan senyum kemenangannya. "Apa ada sesi kedua setelah mereka atau bagaimana? Kami mau juga mengambil paket yang sama!"

Kasihan sekali staff tidak berdosa itu harus kena bentak Haris. "Gi, lebih baik kita masuk ke dalam nggak sih? Chefnya juga sudah nunggu kita," kataku mengingatkan Argio yang masih belum mau beranjak dari sana.

Argio sepertinya menikmati semua drama ini lebih dari seharusnya. "Bentar, Ras, dikit lagi klimaksnya," bisik Argio sambil terkekeh geli.

Argio sepertinya sangat menantikan melihat Haris dan Dania dipermalukan.

"Sorry sir, but you have to make reservation in advance. Dan private dinner experience ini juga tidak bisa selalu available dalam setiap pelayaran. Dalam pelayaran kita seperti ini, slotnya hanya satu saja kebetulan. Jadi anda bisa booking untuk small group saja di lain hari."

"HOW MUCH IS IT?" Haris membentak karena staff itu tidak kunjung menyebutkan angkanya.

"It depends sir. The estimated cost could be around $1,000 to $2,400 or more per person, depending on the exclusivity requirements," jawab staff itu takut-takut. "And there might be extra charges for special requests, such as customized menus, specific wine pairings, or special decorations too."

Mata Haris dan Dania langsung terbelalak mendengarnya. Dan aku mengerti sekarang apa yang dimaksud klimaks oleh Argio tadi. Rasanya benar-benar seperti mencapai klimaks begitu melihat Haris dan Dania langsung memucat di tempat mereka ketika tahu berapa harga yang harus dibayar mereka untuk mendapatkan paket yang sama seperti kami.

Argio lalu menggandengku dan berkata, "It's time to go, honey. The chef's waiting for us." Seperti sengaja untuk menunjukkan kemenangannya, Argio lalu menarikku pergi dari hadapan Haris dan Dania yang masih pucat pasi di tempat mereka.

Aku tidak pernah berpikir bahwa melihat wajah malu dan pucat Haris dan Dania bisa semenyenangkan ini. Aku harus menghadiahi Argio sebuah ciuman panas sebagai hadiah nanti.

Aku memeluk lengan Argio membuatnya menoleh ke arahku dengan alis naik sebelah seperti bertanya ada apa?

Aku menggeleng dan berjinjit untuk mengecup pipinya dengan cepat sebelum kami sampai ke pintu Chef's Table. "Thank you husband," ucapku dan melepaskan gandengan kami lalu berjalan lebih dulu meninggalkannya masuk ke Chef's Table. Perutku mulai terasa keroncongan.

***

intermezzo:

{more intermezzo dipost di instagramku! jangan lupa follow igku rapsodiary.archive biar nggak ketinggalan chat-chatan tokohnya} 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro