22. Can I have a taste? 🔥
a/n: Siapin kipasnya kakak-kakak sekalian~
Kirim emot merah menyala di sini biar makin panas!!! 🔥🔥🔥
*
*
*
Argio menempelkan bibirnya cukup lama di atas kulitku dan tidak melakukan apa-apa selain itu. Benar-benar hanya menempelkannya saja, tetapi isi perutku terasa bergejolak untuk alasan yang tidak kumengerti.
Argio menjauhkan perlahan bibirnya, tetapi masih sangat dekat untuk aku merasakan napasnya menyentuh kulitku. Ia melirik ke atas yang mana membuat tatapan kami bertemu. Dari posisi ini aku seperti sedang berada di atasnya. Wait, what?
"Has someone ever touched you here?" tanyanya sambil menunjuk di tempat ia menyentuh kulitku dengan bibirnya tadi. Jika tangannya turun sedikit lagi, ia bisa menyentuh payudaraku saat itu juga.
Tentu saja tidak ada yang pernah menyentuhku di sana. Bahkan Haris sekalipun. Argio adalah yang pertama kali melakukannya. Dan aku bahkan tidak berusaha mencegahnya.
Aku baru sadar, meski tidak ada cinta di antara kami tetapi aku merasa aman melakukan ini dengan Argio karena kami sudah terikat dalam sebuah pernikahan. Apapun yang kulakukan bersamanya di atas ranjang bukan sesuatu kesalahan secara agama dan moral. Lagipula, pada dasarnya seks itu hanya butuh nafsu. Meski memang lebih indah saat melakukannya dengan orang yang kita cintai, tetapi bukan berarti seks itu tidak menjadi enak.
Aku menggelengkan kepala. Apa yang baru saja kupikirkan barusan? Seharusnya aku tidak melakukan ini. Aku sudah terlalu banyak terbawa perasaan dan suasana sampai nyaris terbuai.
Tapi gelengan kepalaku malah disalah artikan Argio sebagai jawaban dari pertanyaannya barusan. Padahal gelengan itu adalah caraku kembali dari apapun pikiran yang sedang kupikirkan saat ini di atas pangkuan Argio.
"How about kiss, then? Have you kissed someone before?" tanyanya lagi. Aku tidak tahu apa ini hanya perasaanku saja atau tidak tetapi aku bisa mendengar suara Argio terdengar lebih serak dari seharusnya. Padahal aku sangat yakin lelaki ini baik-baik saja beberapa saat yang lalu.
Aku mengangguk.
Kali ini tangan Argio menyentuh daguku sebelum kemudian ibu jarinya menyapu lembut permukaan bibirku sebelum kemudian menekan bibir bawahku hingga otomatis terbuka.
"Can I have a taste, then?" tanyanya lagi setelah puas memainkan ibu jarinya di atas bibirku.
Ini gila. Aku bisa merasakan udara di sekitar kami semakin panas untuk hal yang tak bisa kujelaskan. Aku bahkan mulai bisa merasakan berkeringat padahal kami bahkan tidak melakukan apapun selain hanya saling melempar tatap dan bicara dengan sangat dekat.
Argio tampak menanti. Dan ia benar-benar menunggu sampai aku memberikan consentku padanya. Itu membuatku yakin bahwa Argio adalah seorang gentleman di atas kasur. Padahal ia bisa saja langsung menciumku sejak tadi, toh aku juga sudah tidak memberikan perlawanan apapun bahkan saat ia menciumku di dekat payudaraku.
Aku tidak tahu, tetapi aku merasa anggukan bukanlah jawaban yang tepat. Jadi aku menggantinya dengan sebuah kecupan cepat di pipi Argio. Aku tahu, kemungkinan besar aku akan menyesalinya nanti. Tetapi aku hanya mengikuti kata hatiku saat ini. Atau justru kata tubuhku? Entahlah. Yang pasti hati dan tubuhku menginginkan Argio menciumku.
"Is that a yes?" tanyanya tampak sedikit terkejut dengan apa yang baru saja kulakukan.
"You want a no, then?"
Argio langsung menyelipkan tangannya di belakang leherku dan menarikku lebih dekat dengannya hingga kemudian bibir kami bersatu.
Aku tidak benar-benar tahu cara berciuman karena belum pernah melakukannya selain sekadar saling menempelkan bibir. Tetapi aku tahu ciuman sungguhan bukan seperti itu. Setidaknya bibir kami harus bergerak dan saling melumat, kan? Tetapi aku terlalu takut untuk melakukannya. Atau bisa dibilang, aku malu.
Jadi aku hanya membiarkan bibirku dikuasai oleh Argio saja. Ia melumat bibir dan atasku bergantian sampai aku bisa merasakan bibirku mulai terasa lembab oleh perbuatannya.
Argio menjauhkan kepalanya dan tidak kusangka, aku merasa kehilangan.
"Open your mouth a little, Ras," bisik Argio sebelum menjatuhi sebuah ciuman lagi padaku. Tapi kali ini di pipi.
Sesuatu yang terasa lucu terjadi di perutku. Di sana tiba-tiba saja merasa geli tidak jelas karena Argio sekarang.
Argio menciumku lagi di bibir dengan kondisi bibirku yang kini sudah memberi celah di antara bibir kami. Dengan begini, aku bisa merasakan rasa bibir Argio di mulutku dengan lebih jelas.
Lumatan Argio terasa lebih intens dari sebelumnya dan dengan sedikit keberanian, aku mencoba membalas balik lumatan Argio tersebut. Mataku terpejam rapat. Pipiku panas dan kepalaku terasa kosong. Aku tidak tahu apa yang sedang kulakukan sekarang. Tetapi aku menyukainya.
Aku bisa merasakan Argio tersenyum di sela ciuman kami sambil berbisik, "Good girl." Dan ia menghisap bibir bawahku setelahnya.
Aku tidak tahu seberapa intensnya ciuman kami sampai aku mendengar sendiri suara kecipak pertemuan bibir kami. Tanganku di bahu Argio kini sudah kembali mengalung di lehernya dan meremas rambut Argio lagi.
Napasku kian memburu–aku butuh pasokan oksigen dalam waktu dekat atau mungkin aku akan pingsan. Tetapi aku terlalu terbawa dalam ciuman ini sampai tidak tahu bagaimana caranya untuk berhenti.
Kini aku tahu mengapa di film-film romansa, pasangan yang saling mencintai senang menunjukkan kasih sayang mereka dengan berciuman. Ternyata ciuman itu...enak juga.
Atau memang karena Argio adalah pencium handal?
Argio melepaskan ciumannya dan aku langsung menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Aku pun memberanikan diri membuka mata dan kini aku dihadapkan dengan wajah Argio yang...menggoda?
Bibir Argio terlihat sedikit lebih tebal dari sebelumnya dan terbuka. Matanya tampak berkabut–menatapku tajam. Kini aku baru sadar kalau dahi Argio juga berkeringat. Ia merasakan panas yang sama seperti yang kurasakan.
Karena ciuman kami, posisi dudukku semakin merapat ke arahnya dan otomatis aku kembali bisa merasakan gundukan di balik celana Argio yang menyentuh bokongku di bawah sana. Itu milik Argio yang semakin keras karena apa yang kami lakukan.
"You'll make me crazy at this point, Ras, do you know that?"
"Hah? Kenap–" Argio tidak membiarkanku melanjutkan ucapanku karena ia kembali menarikku dalam sebuah ciuman yang jauh lebih panas dan kasar dari sebelumnya.
Kali ini aku bahkan bisa merasakan lidah Argio beberapa kali mencoba menelusup masuk meski kemudian ia seperti ragu-ragu dan akhirnya hanya puas dengan menghisap bibir bawah dan atasku bergantian. Mungkin lain kali.
Di tengah ciuman kami yang semakin intens, aku juga bisa merasakan pinggang Argio bergerak seolah ia sedang berusaha menggeseknya. Wait what?
"Gi–" Aku tersadar dan melepaskan ciuman kami. Suasana di antara kami semakin aneh. Aku tahu kalau aku tidak menghindar, kami akan benar-benar melakukan itu malam ini.
It's not like I don't really want it. Tetapi aku sangat lelah. Dan aku tidak mau malam pertamaku berakhir dengan kenangan yang buruk. Atau lebih parahnya aku tidak menikmatinya. Bagaimana kalau aku ketiduran di tengah-tengah?
Argio menjatuhkan kepalanya di bahuku. Kali ini wajahnya menghadap ke ceruk leherku sehingga kehangatan napas Argio berpindah ke sana. "I know Ras, sorry–aku nggak akan minta itu sama kamu kok malam ini. Aku juga tahu kita berdua kelelahan tapi..."
Aku mengernyit. Menunggu Argio melanjutkan apapun yang ingin diucapkannya tetapi hampir semenit aku menunggu, Argio tidak kunjung bicara juga.
"Tapi apa, Argio?" tanyaku karena lelaki ini tak kunjung melanjutkan ucapannya.
Argio mengangkat kepalanya sedikit dan kini wajah kami benar-benar berhadapan sangat dekat. Sedekat itu sampai jika aku memajukan wajahku sedikit saja, bibir kami pasti akan bertemu lagi.
"Can you give me a hand job?"
Give him what???
***
"Gimana semalam?" tanya Mama Ambar begitu beliau bergabung bersama denganku dan Argio untuk sarapan bersama pagi ini.
Aku yang sedang meneguk jus jeruk terbatuk. Sedangkan Mama Ambar malah tertawa. Aku melirik Argio yang duduk di sampingku tetapi lelaki itu malah dengan santai menyantap sarapannya.
"Tidurnya Laras," kata Mama Ambar masih dengan sisa tawanya. "Maksud Mama gimana semalam tidurnya, nyenyak?" Aku bisa mendengar ada nada menggoda di sana. Sekarang aku jadi tahu darimana Argio mendapatkan sifat isengnya.
"Nyenyak Ma..." Aku menjawab dengan pipi memerah. Bukan hanya karena malu akibat diisengi oleh Mama mertuaku tersebut tetapi juga karena ingatanku terlempar ke apa yang terjadi semalam.
"Juna nggak bikin kamu kecapekan?"
"Mam!" Kini giliran Argio yang protes karena keisengan mamanya tersebut.
"Loh ya kan siapa tahu semalem sebelum tidur kamu minta dipijitin Laras dulu kakinya karena capek habis salaman sama tamu." Mama Ambar benar-benar memanfaatkan pagi itu untuk meledekku dan juga Argio sepertinya.
Argio memang sih meminta tanganku untuk memijatnya. Tetapi bukan memijat kaki melainkan yang lain! Pada akhirnya memang kami melanjutkan kegiatan kami semalam meski tidak sampai ke kegiatan inti, tetapi aku dan Argio baru bisa tidur sekitar pukul empat pagi.
Pak Tegar–aku masih sungkan memanggilnya Papa–muncul sebagai yang terakhir bergabung ke meja kami. Beliau datang dengan sebuah koran di tangannya. Ku pikir di zaman sekarang koran cetak seperti itu sudah ditinggalkan, tetapi katanya Pak Tegar masih sangat suka membaca berita di koran.
"Pagi semuanya," sapa beliau setelah mengambil duduk di kursi sebelah Mama Ambar.
Kami menikmati sarapan kami yang disiapkan langsung oleh chef terbaik Grand Lavish. Beberapa saudara Argio juga menginap di sini jadi sesekali Mama Ambar menyapa mereka yang juga sedang sarapan.
Sarapan berjalan tenang karena kami sibuk dengan piring kami masing-masing sampai kemudian Pak Tegar membuka percakapan.
"Kalian bisa berangkat bulan madu lusa." Itu bukan pertanyaan tetapi jelas pernyataan. Bulan madu???
Aku menoleh ke arah Argio dan Mama Ambar bergantian karena tidak tahu menahu soal masalah bulan madu ini. Sepertinya mereka berdua juga sama cluelessnya denganku sekarang.
"Bulan madu?" Argio yang bersuara untuk menyatakan kebingungan kami. "Bulan madu ke mana, Pap?"
"Tadinya Papa mau pesankan kalian untuk ikut yang rute Eropa, tapi tournya bisa berjalan sampai sebulan lebih jadi nggak mungkin kalian ninggalin kerjaan kalian selama itu." Aku dan Argio saling bertukar tatap. Apa maksudnya?
"You will join a week-long cruise trip." Pak Tegar meraih cangkir berisi kopinya dan berujar sebelum meneguknya, "Kalian akan terjebak selama seminggu di atas kapal dan nggak punya alasan untuk nggak kasih Papa cucu."
"WHAT?!"
"APA?"
Jika Mama Ambar iseng dengan cara meledek, Pak Tegar lebih tidak terduga karena beliau iseng dengan melakukan sebuah aksi. Termasuk memberikanku dan Argio trip kapal pesiar selama seminggu lebih di mana aku akan terjebak bersama Argio berdua di atas lautan.
Dan setelah apa yang terjadi denganku dan Argio semalam, aku tidak yakin kami bisa melewati seminggu itu dengan tidak melakukan apa-apa.
Kami selesai sarapan dan berniat untuk kembali ke kamar kami ketika Mama Ambar tiba-tiba mengusap kepalaku. Ia menyampirkan rambut panjangku yang tergerai di belakang itu ke depan. Ia tersenyum penuh arti padaku tanpa mengatakan apapun sebelum berlalu melewatiku.
Aku bertanya-tanya apa maksud tindakannya barusan sampai kemudian aku melihat pantulan diriku di cermin ketika selesai mandi pagi itu. Sebuah tanda kebiruan terlihat di bagian leher dekat ke area belakang telinga. Tadi pagi aku tidak menyadari ada tanda itu sama sekali dan itu berarti semua orang yang berpapasan denganku di tempat sarapan melihat tanda itu!!!
"Pantes aja semua orang senyum-senyum ke aku tadi pagi..." Aku memijat pelipis. Membayangkan kini bukan hanya staff hotel saja tetapi juga sebagian keluarga Argio bahkan sepupu-sepupunya termasuk Mikayla melihat sebuah kissmark di leherku! Oh aku ingin tenggelam di dalam bathtub saat ini juga rasanya.
Pintu kamar mandi terbuka dan Argio masuk dengan tampang tanpa dosanya sambil bersiul. Aku memelototinya yang membuatnya kebingungan.
"Apa?" tanyanya karena tiba-tiba dipelototi tanpa sebab.
Aku menyampirkan rambutku dan menunjuk tanda kebiruan perbuatannya. "Kamu kenapa nggak bilang kalau semalem ninggalin tanda! Tadi Mama kamu lihat ini, tahu!" kataku penuh emosi.
Argio sendiri tampak santai saja. "Ya terus aku harus gimana, istri?" tanya Argio sambil melewatiku begitu saja menuju ke shower tab dan membuka kancing kemejanya. "Biarin aja lah namanya juga pengantin baru, Mama pasti paham."
Aku menarik tangan Argio karena belum puas mengomel. Tetapi aku malah menemukan dada bidang Argio yang kulihat semalam kini sudah terisi beberapa tanda kebiruan juga.
Apakah aku membuat tanda-tanda itu di tubuhnya semalam? Aku vampire atau apa? Mengapa tanda di tubuh Argio bisa sebanyak itu dan aku tidak sadar! Rasanya aku ingin benar-benar tenggelam di dalam bathtub sekarang juga!
"Ras..."
"APA?" tanyaku galak. Moodku benar-benar berubah jelek sekarang.
Argio memasang cengiran tanpa dosa, "mau mandi bareng nggak? Biar bisa lanjutin yang sema--yah Ras! LARAS!!!" Aku bisa mendengarkan teriakan Argio yang terus memanggilku karena aku pergi meninggalkannya setelah ia mengatakan hal absurd tersebut. Aku membanting pintu kamar mandi di belakangku dan bisa mendengar suara cekikikan Argio di dalam sana sebelum kemudian disusul suara shower yang dinyalakan.
Hari pertama menjadi istri Argio dan aku sudah dibuat marah-marah sepagi ini. Dasar menyebalkan!
***
a/n: mereka blm ninunana ya guys hahahahaa tapi mereka tetep main :3 yang mau tau detail main mereka nanti baca versi additional partnya di karyakarsa yaa! Nanti akan ku infoin di sini juga kalau sudah diupdate~
Ramein dulu deh part ini buruan. Itu part sebelumnya belum mencapai goals tapi aku udah lanjut update loh~ sekarang gantinya ramaikan chapter iniii
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro