Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21. Malam Panas

a/n: Hehe maaf kemarin libur dua hari updatenya. Siapa yang nggak sabar ngintip malam pertama pasutri baru kita ini? Absen di sini pakai emot yang cocok untuk pengantin baru kita di sini!

Jangan lupa vote sama commentnya yang ramai ya!

*

*

*

Aku dan Argio sudah kembali ke kamar hotel yang malam ini akan jadi kamar pengantin kami. Kami diberikan presidential suite, kamar termahal yang hanya ada dua ruangan saja di hotel ini.

Tadinya Argio protes, katanya ia terkesan seperti aji mumpung menggunakan privilegenya sebagai pemilik hotel untuk kepentingan pribadi. Tapi kemudian Tante Ambar mengomelinya karena akan lebih mengesalkan lagi kalau Argio malah mengeluarkan uangnya untuk menyewa kamar di hotel pesaing mereka.

Sedangkan aku bahkan lebih berharap kalau kami pulang saja ke rumah pribadi Argio karena semua ini membuatku lelah.

"Aku tidur di sofa bed aja nggak apa-apa," kataku begitu kami memasuki kamar dan yakin bahwa Tante–maksudku Mama Ambar tidak akan tiba-tiba masuk dan membuka pintu. Entah mengapa aku berpikir bahwa urusan tidur ini akan menjadi another perdebatan antara aku dan Argio jadi aku berinisiatif mengalah.

Argio melempar jasnya yang sejak tadi memang sudah ia lepaskan ke sofa bed yang kumaksud. "Memang siapa yang nyuruh kamu tidur di situ?" tanya Argio sebelum kemudian melompat ke tempat tidur berukuran king di pusat kamar ini. "Lagian kasur ini terlampau lega untuk ditidurin sendiri."

Aku mengedipkan mata. Apa maksud Argio? Apa dia bermaksud untuk kami tidur bersama?

"Kenapa kaget?" tanyanya lagi setelah menyadari ekspresiku. "Kamu kayaknya waktu itu berani banget nanyain soal ngeseks sama aku, masa tidur berdua satu kasur aja malah nggak berani?"

Astaga harusnya malam itu aku memukul kepala Argio juga sampai ia hilang ingatan. Pembahasan ini akan selalu menjadi senjata Argio untuk meledekku. Menyebalkan!

Aku sudah terlalu kehabisan tenaga untuk mendebat jadi aku memilih meninggalkan Argio menuju ke kamar mandi untuk membersihkan sisa make up dan hairspray yang membuat rambutku kaku. Sepertinya untuk melakukan dua hal itupun aku sudah kehabisan tenaga.

Argio ternyata mengekoriku dan membuatku melotot. "Mau apa?" tanyaku karena ia bahkan tidak tampak merasa yang dilakukannya saat ini salah.

"Ya mau bersih-bersih dong, istri," katanya sengaja meledek. Mengapa setelah resmi menjadi suamiku Argio malah jadi berkali lipat lebih menyebalkannya? Ternyata benar ya, pernikahan bisa menunjukkan sifat asli seseorang.

"Terserah!" Aku hanya pasrah saja saat Argio benar-benar ikut masuk ke dalam kamar mandi bersamaku. Toh aku juga tidak akan buka baju di sini, hanya ingin menghapus sisa riasan dan jepit-jepit di rambutku agar setidaknya aku bisa tidur sedikit lebih nyenyak. Aku akan mandi besok pagi karena kalau sekarang aku benar-benar hanya ingin tidur.

Kamar mandi ini sangat luas. Mungkin dua atau tiga kali lipat lebih luas dari kamar mandi di suite room biasa. Ada sebuah bathtub berbentuk lingkaran yang cukup untuk dua orang menghadap langsung ke jendela kaca besar yang menampilkan pemandangan malam kota Jakarta dan segala gemerlapnya. Cantik sekali. Pasti menyenangkan berendam di sana dengan air hangat dan wewangian sambil mendengarkan musik. Aku akan melakukannya besok.

Tiba-tiba saja pandanganku yang sedang melihat ke arah bathtub itu kini terhalang oleh tubuh Argio yang menjulang di hadapanku dan sudah bertelanjang dada. Tunggu, apa?

"KAMU NGAPAIN?!" teriakku panik melihat Argio sudah melepaskan kemejanya. Aku bahkan tidak tahu kapan ia melakukan itu. Kini hanya tersisa celananya saja. Dan refleks aku mengalihkan pandangan.

"Kenapa, sih? Kayak baru pertama kali aja lihat cowok topless." Argio benar-benar terdengar terhibur setelah membuatku panik seperti ini. "Seriously, Ras?" tanyanya karena aku tidak menyahuti ucapannya tadi.

Aku tidak tahu apa pipiku sudah memerah atau tidak yang jelas pipiku terasa panas sekarang. Entah mengapa.

Tentu saja aku sudah pernah lihat laki-laki bertelanjang dada sebelumnya. Aku tidak hidup di dalam gua. Aku pernah melihatnya saat ke kolam renang umum, atau melihatnya di televisi dan internet. Tapi tentu saja itu semua tidak bisa disamakan dengan kondisi Argio saat ini, kan?

"Kamu pacaran dulu ngapain aja sih, Ras?" Argio sepertinya benar-benar heran denganku yang tampak sangat 'polos' soal masalah seperti ini. "Ya oke lah nggak pernah ngeseks, tapi masa pegang-pegang aja gitu nggak pernah? Minimal naked cuddle, lah."

"The hell?!" Aku tidak bermaksud mengumpat sungguhan tetapi kali ini aku tidak bisa menahannya.

"Oh, bisa ngumpat juga kamu. Bagus deh, nanti kalau kita main jadi nggak boring-boring amat." Argio malah tertawa sambil melepas sabuknya–aku tidak melihatnya tetapi aku bisa mendengar suaranya! Apa Argio benar-benar berniat telanjang di depanku? Dan apa tadi katanya? Main???

"I'm done here," kataku sambil bergegas pergi. Aku menolak dipermainkan Argio lagi malam ini karena demi apapun aku sudah sangat kelelahan. Aku hanya perlu tidur sebelum aku benar-benar meledak.

Argio menahan tanganku masih dengan sisa tawanya. Tetapi kemudian ia menarik sebuah bathrobe yang tergantung di dinding kamar mandi sebelum berbisik padaku, "I'll let it go just for tonight." Lalu lelaki itu meninggalkanku dan menutup pintu kamar mandi tersebut membiarkanku berdiri seorang diri dengan jantung berdebar keras.

Debaran ini semakin sering muncul setiap Argio melakukan hal-hal absurd kepadaku. Dan ini mulai menggangguku.

Sepertinya semua ini dilakukan Argio karena menganggap aku mudah untuk dipermainkan. Meski soal berdebat kami sudah lebih sering seri sekarang, tetapi ketika Argio mulai melakukan godaan-godaan seperti tadi, dia tahu aku akan langsung mati kutu. Dan Argio menjadikan itu senjata ampuhnya. Entah apa keuntungan yang ia dapatkan dari menggangguku seperti itu selain hiburan yang membuatnya tertawa.

Baiklah, kalau Argio mau terus bermain-main denganku bukankah sudah saatnya aku mengikuti permainannya?

***

Argio tampak sedang bermain dengan ponselnya saat aku keluar dari kamar mandi. Kulihat ia sudah kembali menggunakan kemejanya yang dibiarkan tidak dikancing. Sepertinya dia memang berniat untuk mandi sebelum pergi tidur.

Aku memutuskan melangkah mendekat dan berhenti di depannya.

Argio langsung menyadari kehadiranku dan memperhatikanku dari kaki hingga kepala. "Yah penonton kecewa, kirain bakalan keluar telanjang atau minimal pakai lingerie." Lelaki itu masih saja mau menggodaku. Padahal jam sudah menunjukkan hampir jam dua belas malam dan kami bahkan baru saja menyalami entah berapa ratus orang malam ini sambil berdiri tetapi lelaki ini masih saja punya tenaga untuk menggangguku.

Argio sudah akan bangkit dari posisi duduknya di tepi tempat tidur ketika aku tiba-tiba mendorongnya hingga jatuh terlentang. "What the hell?" Argio mengumpat karena serangan tiba-tibaku barusan. Belum sempat ia memproses apa yang terjadi aku lebih dulu naik menduduki pahanya.

Sudah kubilang, aku mungkin perawan dan tidak berpengalaman tetapi bukan berarti sepenuhnya tidak tahu apa-apa. Saat ini untuk mencari informasi itu sangat mudah. Aku bukan manusia gua yang tertinggal dari peradaban. Hanya karena aku tidak punya pengalaman langsung bukan berarti aku tidak bisa.

Soal reaksiku yang sering salah tingkah dan malu oleh godaannya itu wajar saja karena itu hanya respon alamiah yang dirasakan tubuhku.

"Ras kamu ngapain?" Argio membelalakan mata tidak percaya atas apa yang kuperbuat.

Aku tidak menjawab. Argio berusaha menegakkan tubuhnya tetapi langsung kutahan sehingga posisinya ia masih tetap setengah berbaring sedangkan kakinya menjuntai ke bawah dan aku duduk di atas pahanya dengan kedua tangan menekan bahunya.

"Waduh Ras, bentar–aku belum siap. Aku mandi dulu, sekarang masih keringetan." Aku tidak menyangka Argio benar-benar mengira aku mengajaknya melakukan 'malam pertama'. Jadi sebenarnya siapa yang naif di sini?

"Nggak usah, nanti juga keringetan lagi."

"Hah?" Argio semakin kelihatan salah tingkah sekarang. Mungkin ia tidak menyangka aku–yang ia anggap naif dan polos ini bisa bertindak seagresif ini. Dan kini aku mulai mengerti mengapa ia senang menggangguku. Ternyata ini lebih menyenangkan daripada yang kukira.

Melihat wajah panik dan salah tingkahnya benar-benar menghiburku. Aku jadi semakin ingin menggodanya. Kapan lagi melihat Argio yang menyebalkan ini ada di posisiku? Setidaknya setelah malam ini, Argio akan berpikir dua kali untuk menggangguku.

Jariku bergerak menyentuh bibir Argio. Ajaibnya, lelaki ini hanya diam saat aku melakukannya. Seolah menanti apa yang akan kulakukan selanjutnya. Dan itu membuatku ingin terus melanjutkan permainan yang kumulai ini.

Dari bibirnya, jari telunjukku bergerak perlahan ke dagunya dan terus turun menuju lehernya. Aku bisa merasakan jakun Argio bergerak seolah ia sedang susah payah menelan ludahnya. Sepertinya ini pertama kali untukku menyentuh jakun seoarang laki-laki. Tidak berlama-lama di sana, jariku melanjutkan turun menelusuri garis lurus menuju dada bidangnya.

Aku tahu tubuh Argio itu fit. Terlihat jelas karena ia kerap menggunakan kemeja fit body yang menunjukkan secara tidak langsung dada bidang dan bahu lebarnya itu. Semua itu dikonfirmasi ketika Argio membuka kemejanya di kamar mandi tadi dan aku melihat meski otot-otot perutnya tidak membentuk six pack sempurna, tetapi tetap tampak...menggoda.

Did I really said that?

Aku tidak pernah berinteraksi seintim ini dengan laki-laki manapun. Bahkan Haris. Selain karena aku selalu menjaga diriku dari terjebak dalam keadaan seperti ini bersamanya meski kami sering menghabiskan waktu berdua, mungkin secara tidak sadar diriku juga tidak sepenuhnya mempercayakan Haris atas tubuhku.

Lalu bagaimana dengan Argio? Mengapa aku bahkan bisa melakukan hal sejauh ini dengannya. Bahkan menikah dengannya saat hubungan kami hanya sebatas hubungan kerja saat itu. Aku tidak tahu apa makanan yang Argio suka atau tidak suka. Aku tidak tahu kopi seperti apa yang diminumnya di pagi hari. Aku tidak tahu banyak soal Argio, tetapi mengapa aku bisa percaya untuk menikah dengannya? Apa aku seputus asa itu dengan kesendirian ini? Bukankah seharusnya aku justru sudah terbiasa karena aku bahkan sudah ditinggal sendirian sejak lahir oleh orang tua kandungku?

"Ras?"

Aku tidak tahu mengapa niat awalku yang hanya ingin membalas keisengan Argio berubah menjadi sesuatu yang malah menaik turunkan emosiku. Apa sih yang sebenarnya sedang kulakukan sekarang?

Aku hendak turun dan menghentikan apapun yang kulakukan ini saat aku merasakan tangan Argio menahan pinggangku untuk tetap duduk di pangkuannya. "Where do you think you're going?" tanyanya lagi-lagi dibuat tidak percaya dengan tindakanku. "You can't just do that and leave, Ras. Apa kamu gila?"

"Memangnya aku ngapain?" balasku tanpa merasa berdosa. Tapi memangnya kenapa? Aku kan hanya membalas godaannya saja. Aku tidak benar-benar akan melakukan apapun yang ada di pikirannya itu.

Argio seketika bangkit dan aku tidak sempat menahannya lagi. Ku pikir aku akan jatuh terjengkang ke belakang karena gerakan tiba-tiba Argio barusan tetapi ia memegangi pinggangku dengan erat memastikan aku tidak jatuh lalu kini kami sudah saling berhadapan.

"Seriously?" tanyanya masih tidak percaya kalau aku benar-benar tidak akan melakukan apapun. Sepertinya Argio mulai sadar kalau ia sedang kupermainkan. Tatapannya berubah tajam. "Are you joking right now?"

Aku menelan ludah. Posisi kami saat ini sangat tidak nyaman–setidaknya untukku. Aku masih duduk di pangkuan Argio, tetapi kini ia sudah duduk juga jadi secara otomatis wajah kami berhadapan sangat dekat. Sebelah tangan Argio melingkari pinggangku sedangkan kedua tanganku bertumpu di bahunya. Benar-benar posisi yang tidak wajar untuk mengobrol.

Aku masih tidak berani melihat ke arah Argio sampai kemudian lelaki itu menggunakan sebelah tangannya yang lain untuk meraih daguku dan memutarnya hingga kini mau tak mau aku melihat langsung ke matanya.

Aku menelan ludah. "Oke maaf, tadinya aku cuma mau balas candaan kamu aja Argio." Akhirnya aku berkata jujur agar ini cepat selesai. Seharusnya aku tadi langsung tidur saja dan tidak memulai apapun. Sekarang aku jadi menyesalinya.

"Main-main sama nafsu orang itu kamu pikir lucu, Ras?"

Aku membelalak. "Apa? Apa mak–"

Argio menekan tubuhku agar lebih rapat dengannya. Dan saat itulah aku mulai merasakan ada yang janggal. Aku seperti menduduki sesuatu di bawah sana rasanya seperti gundukan–tunggu dulu!

Dengan tergesa aku mencoba bangkit lagi dari dudukku ketika sadar apa yang kurasakan tadi tetapi gerakan tiba-tibaku itu tentu saja membuatku hampir jatuh ke belakang kalau saja Argio tidak lagi-lagi menahanku dan secara refleks sebagai bentuk pertahanan diri aku memeluk leher Argio dengan erat. Karena hal itu, kini nyaris tidak ada jarak lagi di antara kami.

Aku tidak tahu sejak kapan udara kamar ini terasa panas dan gerah. Padahal aku yakin pendingin ruangan di sini masih berfungsi dengan sangat baik. Ditambah aku yang sudah menggunakan gaun tidur selutut tanpa lengan, seharusnya mustahil aku merasa kegerahan sekarang.

Aku bisa merasakan deruh napas Argio menerpa bagian leher dan atas dadaku yang terbuka karena kerah gaunku yang berbentuk square tersebut. Napas Argio terasa panas menyentuh kulitku. Entah sejak kapan juga napasku jadi mulai tak teratur. Mungkinkah ini yang disebut sexual tension seperti di buku-buku yang kubaca? Entahlah.

"Kamu mau ap–" kata-kataku seketika terputus ketika Argio mendekatkan wajahnya atau lebih tepatnya bibirnya ke kulitku yang terbuka, tepat beberapa senti di atas payudaraku.

Seharusnya aku menampar Argio atau meninjunya seperti malam itu, bukannya malah meremas rambut Argio dan menutup mata. Apa yang sebenarnya terjadi denganku? 

*

*

*

a/n: kipas mana kipassssss ada yang kegerahan tuh :3

kalau kalian jadi Laras gimana? Lanjutin apa kabur? 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro