Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14. Is he okay?

"Selamat siang Bapak dan Ibu sekalian. Pertama-tama saya ucapkan terima kasih untuk kehadiran Bapak dan Ibu sekalian pada hari ini. Saya Laras dari Kenanga Wedding Team by The Grand Lavish ingin menyampaikan informasi bahwa calon pengantin, Bapak Argio dan Bu Silvania, mendadak tidak bisa hadir pada technical meeting final yang dijadwalkan hari ini. Dengan berat hati, kita terpaksa harus menunda sementara technical meeting hari ini.

"Kami sangat menghargai waktu dan usaha yang sudah Bapan dan Ibu luangkan untuk hadir hari ini. Maka untuk mengganti kerugian waktu dan biaya yang telah Bapak dan Ibu keluarkan, seluruh biaya transportasi akan diganti oleh pihak pengantin. Kami akan segera mengatur jadwal baru dan memberitahukan kepada Bapak dan Ibu secepatnya.

"Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini dan terima kasih atas pengertiannya. Jika ada pertanyaan, jangan ragu untuk menghubungi kami. Sebagai complementary, pihak The Grand Lavish juga sudah menyiapkan konsumsi untuk Bapak dan Ibu sekalian yang bisa dinikmati di ruang ballroom sebelah. Silahkan menikmati hidangan yang tersedia dan selamat siang." Aku menutup meeting yang bahkan belum dimulai hari itu dan menerima beragam reaksi. Tentu saja kebanyakan reaksi itu menunjukkan kekecewaan sekalipun pihak calon pengantin menjanjikan kompensasi transport sekalipun.

Tante Ambar sudah langsung keluar dari ruangan sejak aku dan Akbar mengabarkan padanya apa yang terjadi. Sedangkan Ibu dan adik Silvania justru tampak kebingungan yang menjelaskan bahwa mereka bahkan tidak tahu apapun soal ini.

Hari itu benar-benar luar biasa chaos. Aku tidak menyangka pernikahan client pertamaku setelah resmi menjadi in house WO untuk The Grand Lavish harus digagalkan oleh calon istri pemilik hotel ini sendiri. Wanita itu benar-benar mengacaukan segalanya.

Dan mungkin juga hati Argio. Astaga aku baru sadar kalau pernikahan ini bukan hanya akan merusak usahaku selama lima bulan belakangan ini tetapi juga hati Argio! Aku bahkan tidak bisa membayangkan apa yang tengah dirasakan lelaki itu saat ini.

Kata Akbar, Argio dihubungi tadi pagi lewat pesan singkat. Iya, pesan singkat! Wanita gila! Inti pesannya hanya menyatakan bahwa ia tidak bisa lagi melanjutkan pernikahan karena ternyata hubungannya dan Argio tercium oleh pihak agency. Semua itu sepertinya terjadi karena fitting baju yang dilakukan beberapa waktu lalu.

Tentu saja menurut Akbar itu hanya alasan. Argio sudah menyiapkan segala hal sebelum memutuskan untuk mengajak Silvania menikah. Termasuk menyiapkan hal apa yang harus dilakukan kalau hal ini sampai terjadi. Mereka sepakat untuk menyembunyikan hubungan mereka sampai kontrak idol Silvania selesai. Kontrak Silvania sendiri masih sisa satu tahun lagi dan mereka sudah sepakat Silvania tidak akan memperpanjang kontraknya setelah itu.

Tetapi Argio juga sudah siap jika dalam satu tahun itu hubungan mereka terbongkar, ia akan membayar denda dan ganti rugi apapun atas pelanggaran kontrak Silvania nantinya. Agensi Silvania juga tidak akan sebodoh itu membocorkan 'rahasia' salah satu artis yang paling terkenal milik mereka.

Pertanyaannya adalah mengapa mereka harus menikah tahun ini juga dan tidak menunggu setidaknya satu tahun lagi saja? Akbar belum sempat menjelaskan soal itu karena hari itu benar-benar kacau.

"Sekarang ke mana Juna, Bar?" tanya Tante Ambar pada Akbar. Sekarang aku, Akbar dan Tante Ambar sudah berada di ruangan kantor Argio yang kosong tanpa pemiliknya.

"Argio langsung ambil penerbangan tercepat ke Seoul begitu dapat pesan itu, Tante."

Tante Ambar memijat pelipis begitu mendengar penuturan Akbar. "Kenapa kamu nggak cegah?" tanyanya lagi.

"Sudah Tante, tapi–"

"Hah, iya Tante tahu. Anak itu mana bisa dibilangin soal wanita itu." Tante Ambar kini merebahkan dirinya di atas sofa aku membantunya menumpuk bantalan sofa agar ia bisa bersandar dengan nyaman. "Tante selama ini diam karena mau lihat sejauh mana. Dan hasilnya sesuai dugaan Tante."

Aku terkejut bahwa Tante Ambar menyebut tunangan Argio dengan sebutan 'wanita itu', tetapi lebih terkejut lagi karena Tante Ambar bahkan sudah memprediksi hal ini. Kecurigaanku terhadap ketidak antusiasan Tante Ambar pada persiapan pernikahan anak semata wayangnya ternyata benar adanya. Sesuatu yang aneh memang terjadi di sini.

"Sekarang tinggal tunggu waktu sampai Papanya dengan soal ini. Tante cuma bisa berharap Mas Tegar nggak kelepasan mukul Juna atau hapus dia dari daftar keluarga dan ahli waris."

Wait what? Separah itu? Aku tahu sih Pak Tegar Pradana memang sosok yang tegas dan serius sejauh interaksi kami beberapa kali. Ia juga sangat berwibawa saat dalam mode direktur. Tetapi aku tidak menyangka ia bahkan akan tega memukul Argio bahkan menghapusnya dari daftar keluarga karena masalah ini. Padahal jelas-jelas anaknya ditinggal oleh tunangannya sendiri, bukankah itu seharusnya membuat orang tuanya prihatin?

"Sejak awal, Tante sama Papanya Juna nggak setuju sama pernikahan ini, Ras."

Pintu ruangan kantor Argio diketuk, Mbak Daisy, asisten pribadi Tante Ambar muncul dari balik pintu. "Permisi, Bu, Bapak sudah sampai di lobby hotel...sepertinya Bapak juga sudah tahu masalah ini soalnya tadi Bapak langsung minta kirim private jetnya jemput Mas Juna." Bahkan Mbak Daisy yang sehari-hari tampak tenang kini menunjukkan ekspresi panik. Sepertinya hal ini lebih gawat dari sekadar pernikahan yang batal.

"Astaga..." Tante Ambar semakin mengurut kening. "Ya saya ke bawah sekarang kalau gitu. Akbar, telfon Juna, suruh dia ambil flight pulang malam ini juga kalau masih mau jadi anggota keluarga Pradana!"

Akbar hanya bisa mengangguk tanpa pilihan. Tante Ambar lalu tersenyum getir padaku sebelum mengusap lenganku dan berlalu meninggalkanku dan Akbar untuk menemui suaminya.

Akbar langsung sibuk mencoba menghubungi Argio sedangkan aku bahkan tidak sepenuhnya mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Tetapi satu hal yang ku sadari sejak kekacauan ini terjadi. Tidak satupun mempertanyakan bagaimana keadaan Argio karena orang yang dicintainya membatalkan pernikahan dengannya sepihak.

Is he going to be okay?

***

Seminggu berlalu sejak hari itu. Argio juga sudah kembali ke Indonesia. Sepertinya lelaki itu menuruti permintaan Tante Ambar untuk langsung kembali. Aku pikir, Argio pasti sangat lelah setelah menempuh perjalanan berjam-jam itu bolak-balik tanpa jeda yang terlalu panjang. Ditambah ia harus menempuh perjalanan jauh itu dalam keadaan patah hati.

Aku memang tidak pernah mengalami batal menikah seperti Argio. Meski hubunganku kandas karena perselingkuhan, setidaknya aku tidak ditinggal oleh calon suamiku dua minggu sebelum pernikahan karena aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya.

Belum ada kelanjutan soal pernikahan ini yang batal. Aku masih menunggu konfirmasi resmi dari pihak Argio untuk bisa secara resmi mengirim info pembatalan pada seluruh vendor dan pihak yang bekerja sama untuk pernikahan Argio dan Silvania akhir pekan ini.

Apa mungkin Argio berhasil mengubah pikiran Silvania dan pernikahan mereka tetap berlanjut? Entahlah.

Aku memang baru mengenal Argio. Dan meski lelaki itu sangat menyebalkan, tetapi tidak bohong kalau aku berharap acara ini tetap bisa berlanjut. Meski aku terdengar jahat, tetapi pernikahan ini adalah harapanku untuk memperbaiki reputasiku. Seperti kata Pak Tegar, ini bahkan new opportunity untuk karirku. Dan tidak bohong, aku bahkan sudah membayangkan wajah pucat Dania dan Haris ketika nanti tahu bahwa mereka telah gagal menghancurkanku.

Bisa dibilang, pernikahan ini juga sebuah harapan untukku. Sampai kemudian Silvania menghancurkannya.

"Mbak Laras mau ke mana?" tanya Mia ketika melihatku sedang memulas lipstick menggunakan kaca kecil. Sehari-hari bekerja kalau hanya di kantor saja memang aku jarang touch up. Biasanya aku akan touch up atau dandan dengan proper jika ada meeting penting dengan klien.

"Oh, barusan Tante Ambar ngundang aku makan siang bareng. Kayaknya mau sekalian bahas juga soal masalah pernikahan Argio."

"Memangnya yakin bakal lanjut? Aku sih nggak yakin."

"Hush! Jangan gitu dong doanya, Mia!" Aku memukul pelan bibir Mia. Lagi-lagi mulutnya ini tidak bisa dijaga. "Kalau nikahnya gagal justru kita yang rugi."

"Ya memang, tapi kan rugi tenaga sama waktu aja. Dibayarnya mah tetap!"

Aku berdecak. Meski terdengar menyebalkan tapi Mia memang tidak salah.

"Lagian Silvania yang lebih rugi sih, Mbak." Ternyata Mia masih ingin melanjutkan pembahasan ini meski sudah kutegur tadi. "I mean, kalau soal duit mah uang segitu untuk keluarga Pradana pasti hal kecil. Aku yakin koleksi jam tangan Pak Tegar dan Pak Argio bahkan masih lebih mahal dibanding biaya pernikahan ini. Tapi Silvania? Dia rugi sudah kehilangan calon suami seganteng dan sekaya Pak Argio. Benar-benar kufur nikmat!"

Kali ini aku benar-benar menjawil bibir Mia karena ia sudah kelewatan bicara. Meski lagi-lagi yang ia bicarakan ada benarnya, tetapi membicarakan hal itu di sini sangat tidak etis.

"Sudah, aku mau makan siang sama Tante Ambar dulu. Kami makan siang juga sana!" Mia hanya nyengir padaku dan akupun berlalu meninggalkannya.

Dalam perjalanan menuju lantai sepuluh tempat restoran hotel The Grand Lavish berada, aku jadi memikirkan ucapan Mia. Seminggu belakangan ini aku terus memikirkan ucapan Argio meski tidak kusengaja. Aku tidak tahu mengapa aku harus merasa sepeduli ini dengan lelaki itu. Jadi beberapa kali aku mencoba menegaskan pada diriku bahwa rasa khawatir ini karena secara teknis, Argio adalah klienku.

Tapi menurutku, perasaan khawatir ini lebih dari sekadar perasaan khawatir seorang WO kepada kliennya. Aku tidak bisa menggambarkannya.

Ding! Pintu lift terbuka dan ketika aku melangkah masuk, aku baru sadar ada orang lain di dalamnya. Dan orang itu adalah Argio. Sendirian. Dan lelaki itu tampak sangat kacau. Rambutnya tidak tertata rapi seperti biasanya, poninya jatuh menutupi dahinya, lingkaran hitam di bawah matanya dan aku bisa melihat kumis dan janggut tipis yang tampak tidak tercukur bersih seperti biasanya.

"Will you press the button or not?" tanyanya galak membuatku tersadar dari lamunan.

"Ah iya, maaf!" Aku menekan tombol lantai sepuluh dengan cepat. Lantai sepuluh adalah lantai yang terbuka untuk umum karena terdapat restaurant serta bar and lounge di sana. Oleh sebab itu lantai ini bisa diakses meski tanpa kartu.

Seminggu tidak bertemu dan ia bersikap lagi-lagi tidak ramah padaku. Aku tahu mungkin ia hanya melampiaskan emosinya saja pada siapapun yang ia temui termasuk aku. Tapi memangnya itu salahku pernikahannya batal? Aku juga dirugikan di sini, kok.

Aku merasa menyesal karena sudah khawatir padanya seminggu ini.

"Apa dia menghubungi kamu?" tanya Argio tiba-tiba memecah keheningan.

Aku yang berdiri di depan Argio seketika menoleh, memastikan ia bicara padaku. Ternyata lelaki itu memang menatapku.

"Silvania. Apa dia kontak kamu?" tanyanya lagi karena aku hanya diam saja tidak menjawabnya.

Aku menggeleng. Bahkan sebelum wanita itu membatalkan pernikahannya, kami hampir tidak pernah kontak langsung. Selalu lewat Akbar. Mungkin pernah, sekali, saat itu Silvania bertanya padaku soal masalah gaunnya. Hanya itu.

Aku bisa melihat rahangnya yang mengeras. Aku pikir Argio akan menunjukkan kekecawaan akan jawabanku, tetapi ekspresinya justru lebih terlihat marah.

Aku menggigit bibir dalamku sebelum kembali berbalik badan menghadap pintu lift. Ada kalimat tertahan di ujung bibirku. Dan perjalanan menuju lantai sepuluh itu entah mengapa terasa jauh lebih lambat dari seharusnya.

Sampai kemudian aku akhirnya memberanikan diri untuk mengatakan hal yang ingin kutanyakan padanya sejak seminggu yang lalu. "Are you okay?"

DING!

Oh timing sialan! Pintu lift terbuka karena kami ternyata sudah sampai di lantai sepuluh. Argio berjalan melewatiku tanpa menjawab pertanyaanku. Yah, apa yang harus kuharapkan darinya? Bahkan dalam keadaan normalpun ia bersikap menyebalkan dan semaunya. Apalagi di saat seperti ini, kan?

Aku akhirnya mengekorinya. Tetapi kemudian Argio berhenti melangkah ketika kami hanya tinggal beberapa langkah lagi sampai ke pintu restoran. "How could I?" ujarnya getir sebelum berjalan mendahuluiku masuk ke restoran.

He's really not okay...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro