Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

II. Chapter 53: Selidik

Keesokan paginya, Guo Fen terbangun dan terlonjak dari kasur.

Mimpi itu terasa nyata.

Kakak Rong yang mati ditusuk panah.

Dirinya yang masuk ke sebuah gua dan mendapatkan sebuah pedang kristal berwarna es...

Guo Fen menoleh ke samping dan melihat tangannya yang sedang menggenggam pedang es itu. Pedang panjang sekitar setengah meter, dengan permukaan bening seperti kaca.

Guo Fen menghela napas dan bangkit dari kasurnya.

Bukan mimpi, gumamnya pelan.

Ia keluar rumah, mendapati Elang pos tidak ada di langit. Siang hari biasanya Elang akan pergi ke tengah hutan mencari mangsa. Sejenak, pikiran Guo Fen kosong dan rasa lapar menerjang. Ia masih ingat ikan kemarin belum diolah. Harapannya ikan itu masih bisa dibakar walau sudah tidak segar.

Sendiri, ia mengatur kayu bakar dan sesekali berurai air mata ketika mengingat kebiasaan-kebiasaan kecil ini. Biasanya, memasak adalah pekerjaan Rong Mei. Sekarang, Guo Fen harus melakukannya sendiri. Ia memantik api, membakar ikan dan makan tanpa selera. Padahal baru semalam, tapi rasanya ia ingin kembali ke kuburan Rong Mei untuk berkunjung. Rasanya ia masih berpikir kalau Rong Mei akan kembali lagi nanti malam.

Sambil makan, ia berpikir tentang kematian wanita itu. Beberapa hari sebelumnya, Bai Lianhua datang ke pondok dan membuat Rong Mei menangis haru. Sayang, Guo Fen tidak tahu mereka bicara apa karena Bai Lianhua terlihat curiga padanya. Tapi itu bukan urusan Guo Fen dan ia menghormati para tetua seperti Bai Lianhua. Hanya saja, jika ia bisa melihat lebih jelas wajahnya di tengah malam kemarin...

Begitu memasuki pondok, Guo Fen meraih lima anak panah yang membekas darah kering. Ujung panah itu sedikit koyak, rusak tertancap daging. Sementara ekor anak panah terbuat dari bulu perak putih. Guo Fen terdiam, meresapi kilasan kejadian beberapa hari terakhir.

Sebenarnya, waktu itu apa yang dibicarakan Nenek Guru? Kenapa Bai Lianhua sampai harus memisahkan dirinya dengan Rong Mei? Karena setelah itu, Rong Mei pamit dan menyuruh dirinya mencari ikan seolah sengaja menjauhkan dirinya dari apapun niat Rong Mei. Seolah, pesan Nenek Guru adalah sesuatu yang penting sampai Rong Mei harus mengembannya sendiri.

"Kakak Rong, kau begitu egois. Kenapa kau mengemban tugas sendirian? Tapi apa tugas yang Nenek Guru berikan padamu? Apakah membunuh Bai Naxing? Apakah Nenek Guru menyuruhmu melumpuhkan pasukan Organisasi Pendekar sendirian? Tidak mungkin... Ah, andai kau bisa menjelaskan semuanya padaku, Kakak Rong..."

Guo Fen bergeming dan tepekur selama beberapa jam di pondok. Banyak penyesalan, kenangan dan ketakutan saling mengikat dan menjerat dirinya untuk beberapa saat. Setelah berlama-lama merenung, ia sadar harus bergerak dan mengalihkan diri. Apa yang Rong Mei katakan jika Guo Fen malah bengong-bengong seperti ini?

Menangisi penyesalan tidak ada gunanya. Apalagi kalau sudah tidak ada kesempatan untuk memperbaikinya. Lebih baik, meninggalkan luka dan menyambut matahari yang baru. Berharap kembali dan melihat malam yang sama, tidak akan seindah mutiara di dalam cangkang yang setiap hari bertelur. Setiap hari kesempatan, setiap hari memperbaiki diri menjadi lebih baik.

Kata-kata itu menyanggah pikiran Guo Fen dan membuatnya tersenyum sedikit.

Ia harus bangkit dan meneguhkan hatinya kembali. Dari ikat pinggang, Guo Fen meraih lencana Giok Lotus Putih dan bergumam, "sebenarnya lencana ini mengandung pesan apa? Kakak Rong tidak pernah memberitahuku di mana Nenek Guru berada. Seandainya aku tahu, aku pasti bertanya. Tapi sekarang, daripada mencari yang tidak bisa ketemu..." Guo Fen berjalan ke anak panah dan menggenggam anak panah itu erat-erat.

Anak panah itu, ia harus mencari tahu berasal darimana.

Sebelum Guo Fen beranjak keluar pondok, kakinya tidak sengaja menyenggol kendi yang berdiri sedikit keluar dari bawah meja. Kendi itu pecah dan berhamburan di lantai. Guo Fen terkesiap dan melihat ada beberapa gulungan kertas di dalam kendi yang pecah. Guo Fen mengambil satu gulungan kertas dan membukanya.

Segelintir kalimat dengan tulisan yang Guo Fen tahu persis, ia membacanya.

"Bai Naxing monster. Guru telah menderita cukup lama. Aku harus mencobanya ke istana dan melihat sendiri kekuatan mereka."

*

Istana Kota letaknya cukup jauh dari area Kampung Shanyi jika tidak membawa kuda. Guo Fen sampai di depan gerbang perbatasan hampir malam. Ia mengendap-endap menyelinap di antara para pengawal yang berjaga ketat di sekitar perbatasan.

Guo Fen tidak pernah berkeliaran di sekitar Istana Kota. Selain kata Rong Mei banyak pengawal dan harus terhindar dari mereka, Guo Fen belum berani ikut serta sendiri. Melihat banyak pengawal memakai topi biru berbulu mengingatkannya pada ciri-ciri Organisasi Pendekar yang pernah Rong Mei bicarakan.

"Organisasi Pendekar. Sebenarnya apa yang Kakak Rong lakukan sampai kalian harus membunuhnya?" bisik Guo Fen sambil memperhatikan dari balik pohon yang terhalang ranting dan daun rimbun.

Dinding perbatasan tinggi dan sulit dijangkau kalau tidak pakai tali. Guo Fen mempelajari area sekitar dan mendapati sebuah pohon besar yang menempel dekat ke dinding perbatasan. Tapi masih menyisakan celah sekitar tiga meter dari dahan pohon itu sendiri. Itu bukan hal sulit. Melompat dengan jarak tiga meter mudah, tapi cara tidak terlihatnya bagaimana?

Guo Fen menunggu berjam-jam. Mengingatkannya pada momen ketika ia dan Rong Mei hendak membunuh Wang Chu Xie di pohon. Mengintai di tempat yang sama, makin membuat Guo Fen tergugah. Ia harus mencari tahu seberapa besar kekuatan Organisasi Pendekar. Seperti kata Rong Mei, melawan kekaisaran bukan pakai kekuatan, tapi pakai taktik...

Setelah beberapa jam, malam semakin membayang. Mungkin hampir tengah malam, penjagaan sedikit longgar. Banyak yang berganti sif dan hanya ada empat pengawal berdiri di depan gerbang. Guo Fen membuat alih kecil. Ia melihat burung hantu bertengger mengantuk di seberang dahan. Dilemparnya kerikil kecil ke arah burung itu sampai burung hantu itu terlonjak kaget dan mengepak-kepakan sayapnya, membuat sedikit keributan di antara daun-daun yang berkelepak.

"Maaf, teman kecil," gumam Guo Fen pelan. Para pengawal ikut terkejut dan melihat ke arah burung sambil siaga.

Kesempatan Guo Fen hanya beberapa detik. Ia melesatkan panah yang sudah dikaitkan ke kulit pohon yang ia kelupas menjadi tali sedari tadi dan meminjam tenaga untuk melemparkan diri ke seberang perbatasan. Kejadian itu sangat cepat dan senyap. Begitu panah menancap mantap, Guo Fen memegang erat tali kulit pohon dan melompat, menerjang ke depan menggunakan satu kaki sambil bersalto di udara untuk menepis suara angin dan mendarat mulus di puncak dinding perbatasan.

Sebelum pengawal di bawah menyadari, Guo Fen menarik anah panah yang menancap dan berbalik menghilang dari dinding perbatasan. Ia menoleh ke kanan kiri, mendapati banyak pos. Guo Fen sadar kalau pos itu juga bisa jadi berbahaya dan banyak pengawal. Ia tetap mengendap-endap dan turun ke balik dinding.

Terus berlari dan melompat tanpa suara di balik bayangan malam yang menyembunyikan langkahnya.

***

Hai guys, besok bakal jadi dua part terakhir dari kisah Guo Fen dan Rong Mei ya. Udah siap melanjutkan ke Pendekar Naga dan Tuan Putri? Kalian akan bertemu dengan sub bagian baru yang berjudul;... tunggu part terakhir, aku bakal spill. okeh? :D

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro