Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

II. Chapter 44 : Misi Rong Mei

ilustrasi oleh: Anin Sane

Pondok Rong Mei berhadapan langsung dengan dinding tebing dari pegunungan Shen yang mengapit dataran rendah antara Kampung Shanyi dan daerah Kekaisaran. Ketika matahari terbit, cahaya matahari mengintip berangsur-angsur dari balik tebing gunung, menyinari bagian depan pondok yang tidak punya dinding. Saat itu Rong Mei mendengar suara kepakan sayap burung yang tidak asing. Ia langsung keluar dari pondok dan melihat ke langit.

Burung pos datang dari udara, mendarat dengan dua sayapnya yang membentang ke atas kayu besar yang teronggok tak jauh dari pinggir jurang. Rong Mei mendekati burung itu lalu mengambil gulungan kecil yang diikat di belakang burung. Hanya orang-orang tertentu yang bisa mengirimkan pesan ke pondok Rong Mei. Dan orang-orang itu adalah mereka yang pernah atau akan menggunakan jasanya dalam hal 'membalas dendam' atau sekedar 'memusnahkan' seseorang.

Rong Mei membaca pesan kecil di dalamnya berisi; "Ketua Pemetik Teh Istana. Wang Chu Xie."

Bersama angin yang bertiup pelan melewati wajahnya, Rong Mei langsung meremas kertas kecil itu. Di bawahnya pesannya tertanda angka, '4' yang artinya harus dibunuh waktu malam hari. Ada empat zona waktu yang selalu Rong Mei atur pada setiap orang yang ingin menggunakan jasanya. Empat zona itu adalah, 1 untuk pagi hari, 2 untuk siang, 3 untuk sore dan 4 untuk malam. Ada 2 zona lagi yang jarang diketahui orang kecuali pesuruh lama Rong Mei dan gurunya. Dua zona itu ada di waktu setelah tengah malam dan subuh. Tapi sekarang Rong Mei jarang melihat permintaan perkara di zona waktu itu dan kebanyakan mereka meminta di malam hari.

Sejak dirinya dicari oleh Organisasi Pendekar setelah membunuh menteri pendidikan, Pejabat Rui dan keluarga Fang, banyak pesan-pesan misterius yang tertempel di samping poster-posternya. Organisasi Pendekar melukiskan Rong Mei dalam sebuah poster lalu menempelkannya di semua papan pengumuman yang ada di tengah kota. Ia dicari selama hampir lima tahun ini. Tapi berkat kepandaiannya bersembunyi dan lolos dari kejaran para pengawal, Rong Mei bertahan sambil menyamar.

Namun suatu hari, pesan-pesan misterius yang tercoret di salah satu poster membuat dirinya mendapat pekerjaan baru. Pesan misterius itu menyuruh Rong Mei membunuh seorang pejabat. Ketika ia mendapat bayarannya, Rong Mei baru paham kalau orang itu mungkin salah satu pejabat juga yang menginginkan balas dendam. Awalnya Rong Mei tidak mau terbiasa untuk melakukan transaksi jasa itu. Tapi ia sendiri tidak bisa berkeliaran bebas di sekitar Istana Kota karena identitasnya sudah hampir terongkar.

Terlebih, sampai sekarang Bai Lianhua belum ditemukan.

Sambil mengerjakan misi pembunuhan rahasia ini, akhirnya Rong Mei terbiasa dan mulai belajar lebih teknik bela diri dari Denglai. Kabar Sekte Tengkorak sampai sekarang juga masih belum nampak. Organisasi Pendekar juga terus mengawasi perguruan sekte secara ketat. Sekte Macan Salju pun tidak bisa bergerak lebih untuk memantau situasi antar sekte lainnya. Hingga dua tahun ini, Rong Mei hanya bisa menghidupi dirinya dari pengirim pesan misterius yang selalu mendatanginya lewat burung pos seperti ini.

"Kakak Rong, apa itu?" tanya Guo Fen yang baru bangun sambil mengucek mata. Ini sudah tiga hari sejak luka Guo Fen akhirnya pulih. Dia sudah bisa berjalan lancar lagi walaupun masih tidak boleh melompat, tapi selebihnya anak itu sudah lebih baik.

Rong Mei tidak menyembunyikan kertas yang sudah tergeletak di atas tanah itu, membiarkan Guo Fen memungutnya dan membuka pesan itu.

"Ini apa?" tanya Guo Fen polos. Ia kemudian teringat tentang misi yang sempat Rong Mei singgung. Ia pun membelalakkan mata dan menatap Rong Mei yang sedang mengambil pedangnya.

"Apakah ini misi yang kau bilang tiga hari yang lalu?" Guo Fen mengikuti arah Rong Mei berjalan. Wanita itu tidak menunjukkan ekspresi lalu melempar pisau es dari kantong Guo Fen di atas meja. Guo Fen menerima itu sedikit oleng tapi pisaunya mendarat di pelukannya.

"Bukankah kemarin kau bilang ingin belajar membunuh? Maka sekaranglah waktunya."

"Sekarang?" Guo Fen tidak terbiasa bangun pagi. Kalau bukan karena suara kepakan sayap yang keras, mungkin ia masih akan tidur dua jam lagi. Di pemukiman bandit, ia paling pagi bangun ketika matahari tepat di atas kepala. Sementara sekarang matahari saja baru muncul di balik gunung.

Rong Mei berujar sambil melangkah. "Ya."

Lalu Guo Fen pun buru-buru mengucek mata, membasuh muka di cawan air yang ada di dekat pondok dan lari mengikuti langkah Rong Mei yang mulai menjauh. Tanpa mengelap muka, dia menghampiri gadis itu dan berdiri di sebelahnya dengan percikan semangat baru.

"Kakimu baru sembuh, apakah bisa lari cepat?" tanya Rong Mei tanpa nada.

Guo Fen melihat ke kakinya yang sudah bisa berpijak sempurna dan tidak pincang lagi. "Tentu saja bisa. Sekarang tidak terasa linu lagi. Eh, Kak Rong, apakah orang yang perlu kau eksekusi itu pria bernama Wang Chu Xie itu? Apakah dia orang jahat?"

Mereka berjalan menuruni bukit, melewati padang rumput luas dan mulai memasuki hutan lebat. Guo Fen tidak pernah tahu ini di mana, tapi firasatnya merasakan kalau dia jauh dari pemukiman bandit.

"Jangan keras-keras ketika menyebutkan namanya. Aku sendiri tidak peduli dia orang jahat atau baik. Yang namanya pekerjaan, harus kulakukan karena aku sudah dibayar."

Sebenarnya Guo Fen begitu heran kenapa seorang gadis muda seperti Rong Mei bisa begitu dingin dan tanpa hati mengatakan kalau ia tidak peduli terhadap nyawa seseorang. Ia penasaran kenapa Rong Mei bisa sekuat itu untuk teguh pada pekerjaannya. Guo Fen sedikit malu dia tidak sekuat Rong Mei yang padahal seorang wanita.

"Kak Rong, kenapa hatimu bisa sekeras batu? Apakah gurumu yang mengajarkannya?"

"Guruku itu satu-satunya keluarga yang kupunya. Tapi dia juga punya keluarga sendiri dan seumur hidup dia juga harus mencari keluarganya."

Di sela-sela perjalanan mereka, Guo Fen bertanya, "memangnya keluarga gurumu pergi ke mana?"

Rong Mei menyeret roknya yang terselip di antara semak-semak di hutan sambil menghela napas. "Rumit. Suatu hari nanti kalau kau sudah bertemu guruku, mungkin aku bisa menceritakannya. Walaupun sosoknya ditakuti orang-orang, tapi sebenarnya dia sangat baik padaku. Kau sendiri, apakah ada guru yang selama ini membantumu? Apakah para bandit bisa disebut gurumu?"

Untuk sejenak, Guo Fen termenung. Ia memandangi kakinya sambil menerjang semak belukar di dalam hutan. Ia tidak tahu menuju ke mana, tapi pikirannya terhenti di momen waktu pertama kali Guo Fen dikenalkan dengan Ketua Han oleh Paman Hong.

Kembali teringat ketika ia bertemu Ketua Han pertama kali di toko buah. Pria itu membeli tiga kotak semangka dan mungkin melihat Guo Fen mengangkut boks secara bersamaan membuatnya takjub hingga menyuruh Paman Hong menculiknya dari toko itu. Membuatnya terpaksa bekerja di sana selama beberapa hari hingga akhirnya ia sendiri paham kalau dirinya diculik oleh sekawanan bandit.

Guo Fen menceritakan bagaimana kehangatan yang Ketua Han berikan padanya. Dia secara lembut memuji kecepatan dan tenaga yang dimilikinya, memanggilnya bocah ajaib sementara Lan Juxiong terus mengasah dirinya untuk terus mengikuti misi-misi perampokan atau penjarahan setiap malam. Padahal, setiap kali Guo Fen terpaksa menerima pekerjaan itu, ia tidak pernah mampu melakukannya.

"Entahlah," gumam Guo Fen pelan.

"Ketua Han ini sangat manipulatif. Kau masih umur sepuluh tahun, tentu saja tidak mengerti dengan sifat-sifat orang dewasa. Ibarat diberi permen saja, kau sudah mau membantunya seumur hidup. Tapi, kurasa aku dan Ketua Han sama," kata Rong Mei ketika langkah mereka sudah mencapai pinggir tebing.

Ternyata sejak tadi, walaupun mereka berjalan turun, posisi Gunung Shen masih lebih tinggi daripada tanah yang dipijaknya. Di depan, Guo Fen melihat pemukiman warga dan blok wilayah istana Li Ming berada. Ruas-ruas jalanan kota yang padat dan ramai orang hilir mudik. Terpisah oleh serpihan angin yang mengembus lembut.

Guo Fen melirik ke arah Rong Mei yang menatap ke depan tanpa ekspresi. Matanya seperti sedang mencari-cari sesuatu. Meski sejak pertama kali ia melihat Rong Mei sedikit berbeda, Guo Fen tahu kalau dia lebih berbahaya ketimbang para bandit. Tapi satu hal, Rong Mei jujur tentang niat awalnya yang langsung ingin membunuhnya. Tidak seperti Ketua Han yang diam-diam memperalatnya. Bahkan Rong Mei memberitahu tujuan dari membunuh bukanlah memadamkan rasa benci. Tapi menyampaikan kebencian supaya api dendam padam dalam hati kita.

"Mungkin kalian memang sama," kata Guo Fen. "Meskipun begitu, aku merasa kau tidak pernah memaksaku. Kau juga jujur soal konsekuensi dari membunuh."

Rong Mei sedikit tergelak, ia menggeleng sambil mengulurkan tangan dan menyeka wajah Guo Fen yang masih basah karena tidak mengelap wajah sehabis cuci muka. Guo Fen mematung sedikit, ia tidak pernah disentuh selembut itu oleh perempuan.

"Baguslah. Sekarang kau paham kalau aku juga tidak sebaik itu. Aku sama-sama pembunuh dan menusukkan pedang seperti para bandit. Tapi aku tahu kau bayi macan. Jadi aku tidak segan jika kau ingin pergi dariku suatu hari nanti. Intinya, semua kembali pada keputusanmu. Aku hanya membantu mencarikanmu tujuan. Bagaimana? Apakah Ketua Han melakukannya?"

Guo Fen menggeleng. Ia melompat di tempat gembira. "Tidak! Tapi aku sangat berterima kasih untuk itu. Jadi, ayo kita berangkat!"

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro