Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

II. Chapter 40 Extra: Kisah Guo Fen

Sebulan setelah dirinya diturunkan ke misi penjarahan keluarga kaya penjual garam, Guo Fen mulai dilatih lebih ketat kembali dan dididik lebih keras oleh Lan Juxiong. Meskipun dirinya semakin ahli, tapi Guo Fen tidak menginginkan itu semua. Setiap kali teringat darah, entah kenapa dirinya selalu disambar kenangan akan ayahnya dan Guo Fen membenci itu. Sebagian hatinya masih sulit menerima kematian ayahnya, tapi sebagian dirinya selalu berusaha untuk berjuang melupakannya. Ia tahu kalau masa-masa ini akan berlalu tapi untuk menerjangnya, Guo Fen merasa tidak sanggup.

Pernah suatu hari Ketua Han mendatangi Guo Fen yang sedih menangis sendirian di gubuknya malam-malam dan bertanya kenapa.

"Aku tidak mau membunuh. Aku benci melihat darah," kata Guo Fen penuh getir. Kesedihan mendalam yang nampak dari mata birunya waktu itu menyentuh sisi lain dari Han Suyang. Entah mengapa, ia seperti melihat dirinya waktu kecil lagi. Begitu lemah, tidak berdaya, tapi dipaksa untuk kuat menghadapi semuanya.

Han Suyang tidak berkata apapun dan hanya mengelus puncak kepala Guo Fen beberapa kali.

Gestur Han Suyang malah membuatnya makin menangis. Guo Fen benci karena ayahnya juga sering melakukan itu dan kini malah orang lain yang memperlakukannya sama persis. Guo Fen benci karena kemiripan Ketua Han itu seperti ayahnya. Jika Ketua Han tidak jahat dan tidak suka membunuh, mungkin Guo Fen akan lebih bersyukur bisa berada di sini.

"Semua anak-anak tidak menyukai darah dan benci membunuh. Mereka mengira semua orang berhak memiliki kehidupan. Tapi apa kau tahu? Langit sudah mengatur semuanya, merancang semua takdir yang dimiliki setiap orang. Setiap masalah yang dihadapi manusia, adalah langkah awal untuk seseorang semakin lebih kuat dari sebelumnya. Guo Fen, kenapa kau membenci melihat darah? Apa kau pernah terluka parah?"

Guo Fen yang terisak awalnya tidak mau membicarakan ayahnya. Tapi selagi Ketua Han begitu lembut dan perhatian, hati kecil Guo Fen yang merindukan sosok ayah tidak bisa berhenti bicara.

"Ayahku meninggal karena sakit hati. Ia membunuh dirinya sendiri dengan menusukkan pisau ke jantungnya hingga darah bersimbah memenuhi lantai rumah kecil kami..." lirih Guo Fen langsung menangis lagi.

Han Suyang tidak tahu kenapa ayah anak itu bisa mati mengenaskan karena cintanya terhadap sang istri. Melihat Guo Fen menangis keras hanya membuat Han Suyang tidak tega dan memeluknya. Guo Fen lantas lebih menangis keras lagi dan merasakan kepergian sang ayah kini didekap hangat oleh seseorang asing yang ia benci.

"Tidak ada yang bisa menduga kekuatan cinta. Ia lebih kuat daripada senjata apapun yang ada di dunia ini. Ayahmu meninggal dengan hormat. Dia tidak meninggalkan dendam pada apapun, melainkan dirinya yang berkorban atas lukanya sendiri. Guo Fen, tenanglah."

Setelah kejadian itu, Guo Fen jadi sedikit merasa malu dan menganggap Ketua Han begitu baik. Berbulan-bulan berlatih, berbulan-bulan ikut misi dan semakin terbiasa, Guo Fen semakin ahli dan hebat. Ia bahkan diangkat menjadi tangan kanan Lan Juxiong. Guo Fen tidak tahu benefitnya apa, tapi ketika dirinya diangkat menjadi tangan kanan si pemanah jitu itu, Han Suyang merayakannya dengan perjamuan.

Tapi melewati hari-hari biasa setelahnya, Guo Fen kembali mendapati dirinya sebenarnya hanya sebatas menghargai apa yang diberikan Ketua Han padanya selama ini. Kebaikan seseorang memang tak terbatas, tapi niat hati seseorang, tentu ada batasnya. Guo Fen tidak tahu sampai kapan ia bisa bertahan untuk pura-pura kuat menghadapi kesehariannya dalam menjadi pembunuh.

Yang pasti, ia yakin kalau dirinya tidak akan bisa berbohong sepenuhnya pada diri sendiri selamanya.

*

Dua tahun terlewati. Guo Fen beranjak dua belas tahun dan diumur itu, ia sudah menjadi pemanah sama hebatnya dengan Lan Juxiong.

Suatu hari, kampung bandit diserang oleh segerombol pengawal istana karena ketahuan merampok di dekat kampung kecil di bagian utara. Itu kesalahan dua kembar Shao yang berjalan sendiri tanpa rencana Lan Juxiong. Dua kembar Shao melihat ada mutiara mahal yang dikenakan seorang pengemis karena mereka menang lotre di sebuah toko judi murahan.

Sikap dua kembar Shao selalu iri dengki dan tidak puas. Mereka pun bergerak sendiri untuk merampas mutiara itu dari pengemis. Sayangnya pergerakan mereka diketahui pengawal sekitar Istana Kota dan karena para pengawal itu tidak tahu kalau para bandit punya perjanjian dengan permaisuri, mereka pun menyerang kampung bandit.

Pada waktu itu Lan Juxiong dengan santai segera mengirim pos ke Istana Li Ming supaya permaisuri menghentikan serangan pengawal di kampung bandit. Sementara sekumpulan para bandit mulai bertarung dan memukul mundur prajurit pengawal istana kota. Guo Fen, yang ketika itu kemampuannya sudah meningkat drastis, diperintahkan Lan Juxiong untuk mengatasi baris depan kampung.

Awalnya Guo Fen takut, tapi ia dengan lihai mengatur strategi dan menahan serangan pengawal istana. Dari atas menara, Lan Juxiong menuruti perintah Guo Fen yang menyuruhnya untuk menjatuhkan lima panah api untuk membakar jerami di setiap jalan terbuka di depan kampung supaya menghambat para pengawal yang masuk.

Dengan kemampuannya, Lan Juxiong menembak dengan mudah.

Tapi karena dia pemimpin prajurit biasa, ia malah menembak ke hampir semua pengawal yang melewati jerami. Jarak menara ke gerbang cukup jauh. Bidikan Lan Juxiong tepat dan cepat. Ia mementang busur, lima panah sekaligus berpencar dalam lima sasaran yang berbeda dan semuanya tertancap mulus di dada semua pengawal istana yang menyerang hanya dengan menggunakan baju zirah sederhana.

Para pengawal melihat di depan gerbang hanya ada lima pasukan bandit, tapi mereka tidak tahu kalau hampir delapan puluh persen, panah Lan Juxiong-lah yang meratakan mereka. Hingga akhirnya, dengan pertahanan yang sedemikian hebat, para bandit menang dan pengawal dipaksa mundur oleh perintah permaisuri.

Malamnya, setelah diskusi singkat atas kemarahan Gao Jinfeng terhadap permaisuri yang membiarkan pengawal istana menyerang mereka, lagi-lagi Han Suyang hanya bisa menenangkan pria itu. Selama diskusi itu, Guo Fen hanya diam karena dalam pikirannya, ia sudah larut terhadap suatu rencana.

Meski Guo Fen berpikir bahwa dirinya berbakat dalam menguasai beragam teknik bela diri dan senjata, tapi tidak ada pernah niat dari hatinya ia ingin membunuh. Meskipun orang jahat, Guo Fen tidak ingin mengadili mereka di bawah pedangnya sendiri. Kematian ayahnya membuatnya berpikir lebih kalau hidup seseorang punya mereka sendiri. Tidak ada yang bisa memutuskan selain mereka.

Seiring dirinya berpikir demikian, semakin Guo Fen memaksakan diri dan akhirnya lelah sendiri. Ia tidak bisa terus-terusan bersama para bandit. Pernah sekali Guo Fen bicara serius pada Ketua Han, tapi pria itu melarang Guo Fen sekuat yang ia bisa. Memang benar selama dua tahun terakhir para bandit menghidupinya, tapi bukan seperti itu yang Guo Fen inginkan.

Jadi dalam beberapa bulan terakhir, ia selalu memikirkan rencana untuk kabur dari para bandit dan memutuskan berhenti bekerja sebagai pembunuh.

Malam ini, adalah waktu yang tepat untuk memutuskannya.

Lan Juxiong dan Ketua Han bilang kalau jasa Guo Fen begitu bagus dan dirinya akan diberikan jamuan lagi. Guo Fen menikmati jamuan terakhir itu tanpa menunjukkan niatnya untuk kabur. Meski hatinya sedikit menyesalkan kebaikan hati Ketua Han yang tidak pernah ia balas, Guo Fen lebih memilih mengabaikannya dan berfokus pada dirinya.

Ia tidak ingin membunuh lagi.

Ia ingin berhenti memaksakan diri.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro