Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

II. Chapter 39 : Kedatangan Permaisuri

Kampung Bandit pusatnya ada di Benteng Utama Bandit Barat. Benteng itu letaknya di utara, dekat Kota Modern Chu. Walau jarak tempuhnya harus menyeberangi Gunung Zainan yang melintang memisahkan kota, tapi kampung bandit yang ada di Li Ming juga cukup ramai dan lengkap dengan persenjataan.

    Malam menjelang, langit cerah. Guo Fen sedang berdiri di balik bangunan rumah Ketua Han yang menghadap langsung ke gerbang utama tempat pintunya membuka lebar. Sebuah kereta yang ditarik menggunakan dua kuda berzirah di bagian kepalanya bergerak memasuki area depan kampung. Kusir itu mengenakan pakaian mewah. Sore tadi, setelah Guo Fen membantu Paman Hong mencari kayu, mereka turun dan si pemanah jitu Lan Juxiong mulai menyuruhnya mengasah beberapa batu untuk dijadikan ujung panah.

    Lan Juxiong sengaja menyuruh Guo Fen terus bekerja supaya anak itu tidak datang ke pertemuan dengan permaisuri. Tapi tetap saja, Guo Fen hanyalah anak berusia 10 tahun yang penuh rasa penasaran. Terlebih setelah Paman Hong mengatakan kalau para pendekar dibunuh oleh Permaisuri dan mereka memiliki kekuatan aneh yang sama sepertinya dari seorang Dewa. Guo Fen jadi penasaran, seperti apa Dewa itu memangnya? Seperti apa kekuatan yang dimilikinya sendiri?

    Berakhirlah dia di sini. Mengintip hati-hati di belakang rumah Ketua Han.

    "Aku heran apa yang dipikirkan Ketua Han. Padahal Permaisuri bukan orang terhormat bagi kita. Kenapa sampai harus menyambutnya seperti itu?" bisik salah satu ibu-ibu yang berdiri di belakang keramaian. Posisinya dekat dengan rumah Ketua Han.

    "Kurasa ini sebagai bentuk formalitas saja. Kau tahu kalau kekaisaran sebenarnya membenci kita. Bahkan berusaha membunuh kita! Aku yakin, Ketua Han pasti merencanakan sesuatu di balik ini semua."

    Merencanakan sesuatu?

    Guo Fen menatap keramaian di depan gerbang. Saat itu kusir sudah menurunkan tangga kecil untuk Permaisuri pijak. Guo Fen belum pernah melihat orang kekaisaran dengan mata kepala sendiri. Begitu seseorang menyibak tirai dari pintu kereta, wanita dalam balutan pakaian mewah, sutra merah dengan sulaman emas bergambar bunga, dibalut jubah emas di antara pundaknya, melangkahkan kaki dan turun dengan anggun. Rambutnya disisir lurus di belakang punggung, sementara di kepalanya terdapat pin rambut dan jepit-jepit emas yang bergemerincing setiap ia menoleh. Ketua Han ada di depan wanita itu, pria itu tersenyum manis.

    "Selamat datang, permaisuri. Semoga perjamuan ini cukup untuk memberimu penghormatan di kampung kecil kami." Ketua Han sambil menunjuk ke arah meja besar di depan gerbang yang penuh oleh hidangan. Obor-obor api berdiri di tiang-tiang besi. Mengelilingi area depan untuk menerangi.

    Dalam balutan kemewahan, Guo Fen terpana sampai lupa berkedip. Permaisuri itu nampak elegan sekaligus tidak nyata. Kulitnya putih dan cantik. Bahkan terlihat muda. Dengan gerakan anggun, wanita itu menoleh. Bibirnya yang dipoles merah tersenyum apik.

    "Aku tidak menduga kalau para bandit bisa membuatku tersanjung. Terima kasih."

    "Mari," gumam Ketua Han.

    Setelah mereka mencari posisi duduk, para pengawal kekaisaran berdiri berjaga di depan pintu gerbang kampung. Para ibu kembali pulang ke rumahnya dalam wajah sungkan dan keji seolah menolak keberadaan wanita itu, sementara orang-orang penting menetap di meja makan. Guo Fen penasaran, sebenarnya apa benar permaisuri membunuh para pendekar itu? Dia kelihatan tidak sejahat itu, pikirnya.

    Setelah berbincang-bincang sebentar, Permaisuri berujar serius, "Seperti kabar dari suratku, Kaisar Li Minglao mulai berupaya membongkar keberadaan pendekar. Dengan kata lain, ia ingin menyerahkan Pusaka Tiga Langit yang ada di istana kepada para pendekar. Maka itu ia mulai menghubungi Raja Yu Meng untuk membahas ini."

    Ketua Han dengan tenang menyahut, "Permaisuri, sebenarnya apa rencanamu sampai harus meminta bantuan kami? Padahal aku yakin, kau telah menganggap kami tikus-tikus yang menyusahkan. Terlebih, dibanding kekuatan militer negri, kami para bandit hanya orang kecil."

    Permaisuri tersenyum. Ekspresi itu nampak cocok dan menyenangkan di wajahnya. "Siapa bilang begitu? Kalian adalah warga Kota Li Ming. Justru seharusnya aku yang membantu kalian. Kalian selalu kekurangan, selalu merampok warga, itu karena kalian miskin dan tidak punya kekuatan. Maka dengan kekerasan, kalian berusaha menunjukkan eksistensi dan bahkan mengancam kekaisaran."

    Beberapa orang terlihat bergeming. Suasana seketika terasa tegang dan dingin. Dari samping Ketua Han, rahang Gao Jinfeng nampak mengeras, begitu juga para bandit yang berdiri di belakangnya. Kecuali Lan Juxiong.

    Guo Fen baru sadar pria itu tidak ada di mana-mana. Apakah ada di menara gerbang?
    "Mungkin permaisuri tidak tahu soal ini, tapi sejarah kakekku dalam mengumpulkan beragam warga untuk melakukan kudeta sudah mendarah daging dalam hati kami. Jadi, apa yang barusan kau katakan, itu sama sekali berbeda dengan apa yang selama ini kita inginkan."

    "Ah, aku tahu itu. Tapi kakekmu tetap saja gagal, bukan?"

    Kali ini Gao Jinfeng dan para bandit lainnya mulai mengepalkan tangan dan menahan napas kesal. Guo Fen tanpa sadar ikut tertekan. Kata-kata permaisuri begitu tidak sopan dan merendahkan orang. Untung saja Ketua Han masih dengan ramah meladeninya.

    "Benar. Kakekku gagal," kata Han Suyang sambil menyisipkan senyum lemah, "tapi justru, itu tidak melemahkan kami untuk mencoba lagi."

    "Bocah, sedang apa kau di sini?"

    Guo Fen seketika terlonjak kaget dan ia menoleh ke belakang. Lan Juxiong berdiri tanpa suara dengan tangan menyilang di depan dada. Matanya tidak menunjukkan ekspresi apapun tapi pancarannya menuntut.

    "Paman Lan, aku harus melihat seperti apa permaisuri."

    "Kau sudah lihat sekarang, kan? Ayo kembali ke gubukmu." Lan Juxiong menarik tangan Guo Fen. Tapi anak itu menarik sampai lepas dengan kekuatannya. Lan Juxiong cukup kaget dengan tenaga anak ini.

    "Aku tidak mau pergi sampai melihat apa yang akan Ketua Han katakan. Permaisuri merendahkan dia."

    Terdengar Lan Juxiong menghela napas. Percakapan di meja makan kembali berlanjut.

    "Sayangnya, kalian tidak akan memilih opsi itu untuk melawan kekaisaran. Kalian punya apa untuk melawan Organisasi Pendekar? Daripada kau membuat anak buahmu berusaha keras untuk mati, lebih baik kita sama-sama berjuang mengurus rencana Kaisar dan menghentikannya sebelum para rakyat terpengaruh."

    Gao Jinfeng tersentak berdiri dari kursinya. Mukanya sudah pucat, lubang hidungnya membesar. Ia menunjuk permaisuri tanpa hormat. "Kau sudah meremehkan kami, kemudian masih meminta kami bersekutu denganmu? Untuk apa membantu orang lemah sepertimu? Kami punya prinsip dan kami tidak akan mau bekerja sama denganmu, sampai kapanpun!" gertaknya membuat yang lain mengangguk-angguk. Dua pengawal di samping permaisuri nyaris menarik pedang mereka. Tapi Ketua Han segera menenangkan Gao Jinfeng.

    "Duduk, Jinfeng," ujar Han Suyang tenang. Gao Jinfeng sadar ia sudah mengacau, lalu dengan hembusan napas keras ia malah berbalik dan pergi dari perjamuan itu. Membuat permaisuri tersenyum puas.

    Di belakangnya, seseorang berbisik pada Ketua Han, tapi Han Suyang hanya mengangkat satu tangan dan menenangkannya. Kemudian orang itu sama berbalik dan pergi.

    "Kurasa rencanamu tidak sama dengan orang-orang di sini," kata permaisuri sambil menyesap arak.

    Han Suyang tersenyum. "Mohon maklum. Kami para bandit pada dasarnya punya sifat membunuh yang tidak tahu aturan. Jadi begitu naluriah ketika mendengar seseorang merendahkan kami. Tapi, mohon permaisuri lanjutkan."

    "Aku senang dengan sikapmu yang bijaksana. Karena dengan pilihan yang kau lakukan sekarang, itu semua sudah benar. Jika kau bersekutu denganku, maka kau akan kami berikan kekuatan dari Pusaka Tiga Langit. Kurasa, untuk sekarang, itu jaminan paling menjanjikan sebagai gantinya."

    "Ah, jadi, Pusaka Tiga Langit memang memiliki sesuatu yang magis?" tanya Han Suyang.

    "Tergantung bagaimana kau mempercayainya."

    Tangan Lan Juxiong meremas bahu Guo Fen. Guo Fen menoleh dan melihat tatapan pria itu tanpa ekspresi.

    "Paman Lan, apa itu Pusaka Tiga Langit?"

    "Bukan sesuatu yang perlu kau ketahui. Sekarang, ayo kikir batu."

    "Tapi—"

    Lan Juxiong menggendong Guo Fen di bahunya dengan mudah. Guo Fen tersentak dan tidak menjerit. Ia tergolek pasrah sambil benaknya terus bertanya-tanya keputusan Ketua Han.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro