II. Chapter Extra(2) : Pendekar Naga [END]
Bai Lianhua menghirup udara, mengisi paru-parunya dengan perasaan lega.
Akhirnya.
Ia sudah memenuhi dirinya dengan banyak teknik dan persiapan. Empat puluh tahun sudah berlalu dan jika hari ini takdir mengungkapkan kegagalan lagi, maka ia ikhlas. Tapi sebelum ia berpikir begitu, tidak ada penghalang apapun sebelum ia mencobanya.
Istana Kota malam itu sudah sepi. Sekarang sudah hampir tengah malam. Udara berembus dingin. Meski musim semi tinggal di depan mata, tapi keindahan bunga plum yang mekar, salju-salju tipis yang sesekali bertumpuk di antara dahannya, tidak membuat Bai Lianhua lepas dari tujuannya.
Ia menyibak lengan bajunya. Dalam balutan kain putih bercampur hitam, Bai Lianhua membiarkan rambut putihnya terbang terhempas angin. Kakinya melompati atap demi atap untuk mencapai kediaman Permaisuri Bai. Tapi ketika ia melewati rumah kosong sebelum perbatasan istana, ia menemukan sebuah poster besar bertuliskan 'Misteri Kematian Kaisar'.
Kontan mata Bai Lianhua terpaku dan kakinya berhenti melangkah. Ia turun dari atap lalu meraih poster yang tertempel kasar di atas tembok kediaman kosong itu. Sambil membaca isinya, Bai Lianhua mengerutkan alis penuh keterkejutan.
"Penyerangan bandit di malam hari ulang tahun Putri Mahkota Li Lanqi menjadi mimpi buruk bagi semua orang. Selain kematian kaisar yang dibunuh oleh Penjahat Petir, kini Putri Mahkota sendiri kabarnya hilang dan hanya Permaisuri Bai Naxing yang selamat. Meski belum ada kabar langsung dari kekaisaran, tapi teror yang tiada akhir dari sejak Hei Lianhua, Wanita Merah dan sekarang, Penjahat Petir, memicu serangan para bandit yang sudah dari dulu memiliki dendam dengan kekaisaran..."
Bai Lianhua meremas poster itu dan menatap berkeliling. Ia keluar dari kediaman kosong itu, untungnya, di sekitar jalan kosong dan sepi. Di samping kediaman ada papan pengumuman dan di sanalah poster lain dari seorang pria memakai baju hitam dan memegang busur yang diwarnai biru terang terpampang. Kening Bai Lianhua mengernyit. Di atas lukisan itu ada tulisan 'PENJAHAT PETIR' lalu di bawahnya ada secuplik keterangan yang berkata; "Penjahat Petir membunuh para pejabat seperti Wanita Merah. Apakah Penjahat Petir juga murid dari Hei Lianhua yang sejak dua puluh tahun lalu menghilang?"
Di papan ada gulungan kabar yang lain. Isinya; "sejak Wanita Merah tidak pernah muncul hampir tiga tahun, Penjahat Petir mengantar teror sendiri. Hal ini sama seperti ketika Wanita Merah mengantar teror setelah Hei Lianhua menghilang. Apakah kali ini Wanita Merah juga mati seperti Hei Lianhua?"
Tidak mungkin, pikir Bai Lianhua.
Lima tahun yang lalu, sebelum ia kembali kultivasi tertutup, Bai Lianhua melihat dengan jelas kalau anak itu masih sehat dan berjalan dengan baik. Bai Lianhua pernah dengar kalau teror Wanita Merah sama mengerikannya seperti dirinya dulu. Hal itu membuat Bai Lianhua yakin kalau selama ini Rong Mei pasti berlatih di Sekte Macan Salju bersama Denghou. Ia jadi tidak mengkhawatirkan hal itu.
Tapi kalau sampai mati, itu tidak mungkin.
Rong Mei pasti tidak mungkin tertangkap. Anak itu begitu patuh terhadapnya, tidak mungkin dia bertindak gegabah. Kecuali...
Angin berembus pelan. Mengelus permukaan kulit Bai Lianhua hingga bergidik. Pemikiran tentang Rong Mei yang mati mulai menguasai pikirannya dan ia segera membuangnya jauh-jauh.
Rong Mei tidak mungkin mati.
Ia pasti masih hidup.
Entah apa yang terjadi, tapi setelah ini, Bai Lianhua meyakinkan dirinya bahwa ia akan memeriksa anak itu secara langsung.
Bai Lianhua pun kembali naik ke atap dan pergi ke kediaman Permaisuri Bai Naxing.
Ketika ia tiba, kediaman itu sangat sepi. Hanya ada beberapa pengawal dan penjaga yang berjaga. Selebihnya, ia diam-diam memeriksa ke dalam kediaman, tapi tidak ada apa-apa. Bai Lianhua teringat pria bermata tajam yang menjaga adik tirinya waktu sepuluh tahun yang lalu ia datang menyerang ke sini.
Apakah dia masih setia pada Bai Naxing? Kalau ada pria itu, sudah pasti ada adik tirinya. Sementara di kediaman kosong, Bai Lianhua tidak mendapati siapapun. Akhirnya, dengan ragu-ragu, ia pun beranjak ke Aula Istana Li Ming.
Aula Istana Li Ming adalah tempat legendaris bagi dirinya. Karena di sanalah, atap-atap dan pilar menyaksikan kekuatan hebat dari Alam Tanpa Batas yang melawan batu pusaka Organisasi Pendekar. Malam ini, ketika Bai Lianhua mengintip dari balik atap jurai, ia melihat ada banyak penjaga berdiri di depan aula.
Bersamaan dengan itu, mata Bai Lianhua menemukan seorang wanita dalam balutan pakaian mewah berwarna merah, hiasan kepala dari emas sedang duduk di tengah teras aula yang sepi.
Wanita itu...
"Naxing..." nama itu terdengar begitu getir di mulutnya. Bai Lianhua berusaha tenang, tapi jari-jarinya sudah mengeluarkan empat Jarum Perak. Dari atas atap, tanpa pengetahuan siapapun, ia melucutkan empat jarum dan langsung melesat mengenai pundak Bai Naxing.
Dari kejauhan, Bai Naxing roboh. Dua pelayan berseru panik, segerombol penjaga langsung mendekat. Bersama-sama mengangkat pedang dan melihat ke pinggir atap dengan was-was.
Bai Lianhua tidak terkenal sebagai pengecut. Tapi ia menyerang secara cerdik. Prajurit Organisasi Pendekar ada di berbagai sudut. Bai Lianhua melumpuhkan mereka lebih dulu. Melemparkan Jarum Perak dan Paku Awan secepat angin. Tidak ada yang bisa menepis serangan dadakan itu. Ia berdiri di atas atap, mengayunkan tangan dan melempar tepat sasaran. Para pengawal langsung roboh di tempat seperti rusa yang tidak berdaya.
Begitu jarum menusuk, mereka semua berubah biru. Matanya membelalak dan mulutnya terbuka. Mati mengenaskan. Bai Naxing tahu ada penyusup. Ia melihat ke atas atap, di sana, seorang wanita berpakaian serba hitam dan putih terbang dan mengayunkan tangan tak habis-habis. Melucutkan jarum penuh racun dengan bebas.
Bai Naxing berseru pada pelayan, "ada penyusup! Panggil Jenderal Tang!"
Di punggung, Bai Naxing merasakan hawa panas yang menjalar bagai api. Merasuki saraf-saraf tubuhnya hingga ia jatuh terkulai tak berdaya. Menunggu Jenderal Tang bisa saja butuh beberapa detik. Sementara itu, Bai Lianhua bertarung dengan mudah dan tanpa mengeluarkan banyak tenaga. Para penjaga mati mengenaskan tanpa perlawanan. Ketika ia melihat Bai Lianhua mendekat, Bai Naxing menyuruh para pelayannya pergi.
"Kakak..." lirih Bai Naxing pura-pura memelas.
Bai Lianhua menjejakkan kaki di depan adik tirinya itu. Wajahnya cantik, pipinya halus, matanya dirias begitu apik, rambutnya digulung dan dipakaikan beragam pernak-pernik yang fantastis. Gaun hanfunya mewah, dengan jubah merah yang terdapat sulaman Naga. Ia nampak luar biasa bijaksana. Tapi bagi Bai Lianhua, semua itu memuakkan.
"Kaisar mati tapi kau masih bisa bersantai memandang langit malam? Betapa memuakkan dirimu."
Jarum Perak Bai Lianhua semakin terasa mengerikan. Rasa panas yang menjalar mulai merasuki jantung Bai Naxing. Sebenarnya ia cemas, khawatir kalau dirinya bakal mati sebentar lagi di tangan kakak tirinya. Selama ini Bai Naxing tahu kalau Bai Lianhua tidak akan menyerah. Tapi untuk menerka kedatangannya seperti sekarang ini, ia tidak menduga.
Li Yanhong pasti sudah di kediamannya, dan Jenderal Tang juga sibuk di barak selatan. Sekarang sudah tengah malam dan ia habis kehilangan suaminya. Entah darimana kakaknya ini tahu soal kematian kaisar, tapi dengan kemunculannya hari ini, Bai Naxing tahu kalau Bai Lianhua pasti sudah pulih dari serangan Organisasi Pendekar waktu itu.
"Kakak, aku tidak tahu kalau kau peduli padaku sampai tahu soal kematian suamiku. Tapi ini... apa kau yakin akan membunuhku sekarang?"
Bai Lianhua mendekat dan menusukkan pedang panjang ke perut Bai Naxing. Benda tajam itu menembus daging, membuat Bai Naxing melotot dan napasnya tersekat. Ia menatap kakaknya. Matanya dingin dan tanpa minat.
"Aku sedikit terlambat. Tapi sudah seharusnya kulakukan sejak lama."
Ketika ia mengatakan itu, seseorang melesat terbang dari belakang. Melemparkan sebilah busur panah menyala terang berwarna biru. Bai Lianhua membelalak, melepaskan pedang di perut Bai Naxing yang roboh lalu berputar ke belakang untuk menghindar. Orang itu datang dari dalam aula. Dua panah biru terang kembali melesat, membuat Bai Lianhua mengeluarkan tongkat untuk menangkisnya.
Panah terlempar ke samping. Dalam keterkejutannya, Bai Lianhua melihat panah biru terang itu tergeletak di tanah dalam kekuatan memukau. Warna birunya sebening es dan ada energi aneh yang berdenyut. Ketika Bai Lianhua memperhatikan panah itu, sesuatu menarik panahnya kembali. Ternyata pria di aula tadi yang mengendalikannya.
Ini apa? Panah es itu...
Pikiran Bai Lianhua terpaku pada mimpi anehnya dua hari yang lalu. Seketika ia menoleh, mendapati pria tadi kini sudah berdiri hendak menerjangnya. Di teras aula, Bai Naxing yang bersimbah darah dikerumuni para pelayan yang menyelamatkannya. Dalam hati Bai Lianhua ingin membawa jasadnya lebih dulu, untuk memastikan kematiannya, tapi serangan pria tadi lebih dulu datang.
Dalam pikiran yang semerawut, Bai Lianhua mengangkat tongkat, menangkis serangan pedang pria itu. Ia terdorong ke belakang beberapa langkah, sedikit terkesiap dengan tenaga dalam pria itu.
Di bawah remang-remang aula istana, sinar bulan mengenai bola mata pria itu. Mata biru yang berkilat menatapnya dingin. Wajahnya ditutup setengah sampai hanya menyisakan mata. Bai Lianhua terpaku.
"Dendam tidak akan pernah habis. Dendam telah menggerogoti kebaikan hatimu. Melupakanmu pada misi penting. Tak ada rasa puas selain takdir yang menentukan. Dirimu, hanyalah manusia fana yang akan melupakan segalanya."
"Apa?" Bai Lianhua terkejut. Suara itu datang lagi. Kali ini muncul ketika ia menatap mata biru pria itu.
"Siapa kau? Kenapa menyerang Ratu?" tanya pria itu. Di tangannya, panah berwarna biru terang seperti es itu diputarnya. Dalam sekejap, berubah menjadi pedang panjang. Bai Lianhua terlalu terperangah, tapi ia sadar kalau musuhnya kali ini bukan main-main.
"Melindungi wanita iblis bukanlah tindakan yang bijak. Sebaiknya kau menyingkir dari hadapanku dan jangan ikut campur!" seru Bai Lianhua.
Pria itu tentu saja tidak mendengar. Pedang esnya terayun. Menebas ke muka. Bai Lianhua menyingkir ke samping, terbang dengan satu kaki sambil mengambil posisi. Pria itu menyerang cepat. Bai Lianhua menjaga bagian muka. Dengan tangkisan cepat, Bai Lianhua segera menyerang lebih dulu. Ia memutarkan tongkat, memukul ke kiri dan ke kanan. Melakukan gerak tipuan. Pria itu nyaris terbawa alur pertarungannya.
Tapi setiap pria itu melesatkan serangan pedang, Bai Lianhua merasa tenaganya sangat dalam dan kuat. Terlebih, pedang es itu mengingatkannya pada dua hal sekaligus.
Mimpi naga dan Rong Mei.
Ketika Bai Lianhua melebarkan kedua pundak, ia menebas udara dan memadukan Jarum Perak, ia melepaskan tenaga ke depan. Pria itu terkena serangan. Roboh berguling ke tanah. Di bawah cahaya bulan, Bai Lianhua melihat sesuatu menggantung di pinggangnya. Bersinar halus dan begitu indah.
Sesuatu yang membuat dirinya cukup membeku untuk beberapa detik.
Mulutnya ingin mengucapkan sesuatu. Tapi tidak ada suara yang keluar selain pikiran yang melesat kian tak terbatas ke wajah orang yang selama ini ia rindukan.
Nenek Teratai.
Itu adalah Lencana Giok Lotus Putih.
Bai Lianhua mengerjap. Ia menatap tajam ke arah pria yang kini bangkit berdiri. "Lencana itu... bagaimana kau bisa mendapatkannya?!"
Pria tadi sedikit terhuyung, tapi ia masih memiliki kendali. Tanpa menjawab pertanyaannya, pedang es kembali terayun. Dalam kebingungan dan keraguannya, pikiran Bai Lianhua langsung mengarah ke kematian Rong Mei.
Rong Mei... apakah benar dia telah mati?
Serangan pria tadi tidak berhenti. Bai Lianhua meladeni dalam pikiran tak jernih. Ia melompat, menghindar dan semakin pergi ke sudut. Anak itu sangat luar biasa kuat. Matanya biru, begitu memesona sekaligus melumpuhkan. Bai Lianhua semakin tersudut, semakin kehilangan arah. Rong Mei...
Bibir pedang dan tongkat saling beradu. Bergetar di udara. Keduanya menahan gencatan.
"Kau membunuh Rong Mei..." gumam pelan Bai Lianhua. Amarah meluap. Ia melihat pria bermata biru melebarkan mata. Bai Lianhua mengambil kesempatan. Ia mendorong pria itu sampai mundur lalu meraih Jarum Perak, hendak melesatkannya. Tapi pria itu mengangkat pedang cepat. Jarum mengenai pedang, dan kekuatannya memantul. Bai Lianhua tidak menyangka. Ia hendak menghindar tapi pria itu juga lebih dulu memgangkat pedang.
Dalam posisi terjepit, Bai Lianhua lebih memilih terkena Jarum Perak ketimbang pedang es. Ia terhunus dua jarum, lalu langsung roboh ke tanah. Tangannya menotok darah di sekitar jarum. Sementara pria tadi menghampirinya.
"Apakah kau Bai Lianhua? Apakah kau... murid Nenek Teratai?"
Pengaruh Jarum Perak membuatnya merintih kesakitan. Rasa panas dan dingin menjalar dalam tubuhnya. Bai Lianhua membuka mulutnya pelan.
"Apa maumu?"
Bai Lianhua pikir ia akan dibunuh. Tapi pria itu tidak mengangkat pedang, melainkan menurunkan pedangnya dan membuka tutup wajah yang sedari tadi dikenakannya.
Di tengah sinar bulan, saat itulah Bai Lianhua mengingatnya.
Itu anak yang pernah Rong Mei kenalkan di gubuknya sehari sebelum ia melakukan kultivasi lagi lima tahun yang lalu.
Anak itu...
Bai Lianhua membeku. Hanya ada satu kalimat yang menyelinap masuk dalam benaknya.
Mimpi dua hari yang lalu...
Pedang es dan naga.
Anak ini... apakah dia pendekar naga?
***
Kisah Bai Lianhua resmi berakhir di part ini. Sebenarnya masih ada beberapa scene yang tertinggal, tapi kalian bisa baca penggalan kisahnya di cerita Pendekar Wanita Merah, ya. Ini bakal jadi semacam spin off aja dan nggak banyak part-nya. Juga jadi jembatan bertemunya Rong Mei dan Guo Fen. Di bagian ini juga yang menceritakan kenapa Guo Fen punya hubungan dengan Bai Lianhua melalui lencana Giok Lotus Putih yang diberikan Rong Mei.
Penggalan kisah Pendekar Wanita Merah akan aku upload segera ya. Jadi jangan lupa ditunggu aja <3 Aku bakal usahakan upload ceritanya minggu ini kalau nggak minggu depan. Karena aku mau siap-siap ngerjain kisah Guo Fen juga. Biar kalian bisa tahu akhir dari si permaisuri jahat dan kisah para pendekar yang keliru di mata kekaisaran. Akan ada lebih banyak misteri yang terjawab, dan yang pasti, lebih seru ^_<
Tungguin kisahnya mereka ya! Terima kasih sudah mengikuti cerita Bai Lianhua. Perjuangan dia tidak akan berhenti di sini dan akan berlanjut ke Pendekar Naga dan Tuan Putri. Stay tune terus!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro