Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

II. Chapter Extra(1) : Mimpi Pedang Es

Keributan itu memecah malam. Orang-orang mulai lari tunggang-langgang seraya seorang wanita dalam balutan pakaian merah keluar dari Kedai Teh milik Fang Huxi. Mata Bai Lianhua menyipit. Ia memperhatikan Rong Mei yang kini berlari menaiki rumah dan melesat cepat menggunakan ilmu ringan tubuhnya. Melompati atap-atap, pergi meninggalkan kekacauan.

Sementara di bawahnya, Bai Lianhua mendengar seseorang berkata, "itu Wanita Merah! Pejabat Rui! Pejabat Rui—" kata-katanya tertahan, pria itu membelalak dan panik menguasai wajahnya. Pria yang diajak bicara itu mendorongnya lalu masuk ke dalam. Jeritan dari warga sipil mengisi malam kematian seorang pejabat lainnya dengan pilu.

Meski begitu, hati Bai Lianhua lega.

Setidaknya ia sekarang menemukan Rong Mei dan melihat bahwa anak itu baik-baik saja.

Bai Lianhua berbalik dan kembali naik ke Gunung Shen untuk berkultivasi lagi.

Selama hampir tiga tahun, Bai Lianhua telah berkultivasi tertutup. Pikirannya dipusatkan untuk memulihkan tenaga dalam dan memiliki ketenangan. Dendam yang membara dan tumbuh bagai pohon api yang tidak pernah padam selalu menguasai batinnya. Ia sadar, setelah pertarungan sengit di malam tiga tahun yang lalu itu, seluruh tenaganya habis dan nyaris saja diserap senjata pelumpuh Organisasi Pendekar.

Alias batu ungu itu.

Masih Bai Lianhua ingat dengan jelas rasa panas yang menjalar dari sinar batu itu, meresap ke dalam darah melalui tenaga dalam yang berputar di sekelilingnya. Betapa energi itu mengikat kuat hingga Bai Lianhua nyaris melupakan dirinya dan menyerahkan diri. Kalau bukan karena teknik anti-ilmu hitam yang disatukan dengan energi dalam Tingkat Empat: Alam Bebas, mungkin Bai Lianhua tidak dapat mencapai Tingkat Lima: Alam Tanpa Batas untuk melawan dan melepaskan jeratan lumpuh dari energi batu itu.

Beruntung ia masih selamat dan tidak lumpuh seperti Nenek Teratai. Tapi, ia harus kehilangan hampir delapan puluh persen energi murninya.

Sebagai gantinya, Bai Lianhua pun kembali mendekam di dalam sebuah gua yang ada di dekat tebing Gunung Shen dan membiarkan dirinya fokus untuk mengaliri tenaga dalam, mencairkan energi untuk menyebarkannya kembali lewat darah. Butuh kekuatan besar dan sebetulnya, hari-hari dalam berkultivasi bukan sesuatu yang menyenangkan.

Kadang Bai Lianhua mengalami demam parah selama satu bulan penuh. Ia tidak makan dan tidak minum, nyaris mati dan menyerah. Tapi darah dan tenaga dalamnya kuat. Selalu tumbuh dan menyokong bagian kosong diri Bai Lianhua. Perputaran energi di sekitar Gunung Shen juga bagus. Meski demam, Bai Lianhua selalu menyerap energi malam, sinar matahari, dan fokus untuk melepas rasa sakit. Dengan begitu, dirinya pun lama-lama pulih.

Walau masih belum seratus persen, tapi ketika ia berhasil melewati hari-hari kultivasi yang berat dan kritis, ia masih mengingat Rong Mei dan hendak mencarinya.

Selama mencari anak itu, Bai Lianhua menyamar. Ia membiarkan dirinya berpakaian tua dan lusuh seperti pengemis. Berjalan-jalan di sekitar Istana Kota, menyusup di antara keramaian dan menghindari Organisasi Pendekar. Tak jarang, ia sering melihat poster Pendekar Wanita Merah yang sedang dicari-cari Organisasi Pendekar itu. Para warga sipil juga sudah tahu kalau para pendekar itu menyeramkan. Mereka selalu berhati-hati dan tidak pernah tutup toko lewat dari jam tujuh malam.

Gara-gara berbaur secara tidak langsung itu juga, Bai Lianhua jadi paham kalau sekarang, Bai Naxing sudah mendapati seluruh hati warga dibanding para kaisar. Urusan politik menjadi buah bibir orang-orang. Mudah bagi Bai Lianhua mendapat rumor tentang kekaisaran. Katanya, ada dua kubu yang terpisah secara tak kasat di istana.

Satu kubu Permaisuri, satu lagi kubu Kaisar. Kabarnya, Jenderal Tang dari sektor militer memegang Bai Naxing, juga ketua Li Yanhong, berpihak pada Bai Naxing. Sementara di kubu kaisar, hanya ada pejabat kecil dan penasihat istana. Hal ini membuat Bai Lianhua teringat kali pertama ia bertemu seorang pejabat kecil di kediaman Istana Kota ketika ia hendak mencari Nenek Teratai.

Bai Naxing bisa dikendalikan, sementara Kaisar Li Minglao tidak.

Tapi kalau memang benar rumornya begitu, kenapa Kaisar Li Minglao diam saja dan tidak menghukum Bai Naxing?

Jawabannya sudah pasti karena rakyat.

Semua orang hanya mengenal bagaimana Permaisuri Bai Naxing mengayomi rakyat dengan beragam bukti nyata. Di Istana Kota, Bai Naxing selalu rutin membagikan pasokan kebutuhan primer gratis bagi warga miskin setiap enam bulan sekali. Ia juga membukakan lapangan pekerjaan bagi rakyat miskin. Menjaga mereka dengan memberi pengawal di setiap kota untuk penjagaan dari para pendekar yang selalu menebar teror.

Waktu mendengar itu, tentu saja Bai Lianhua hanya bisa tersenyum miris dan bersumpah.

Wanita iblis itu harus berhenti.

Wanita iblis itu harus mati.

*

Tanpa terasa, lima tahun sudah terlewati.

Malam itu, ketika Bai Lianhua beristirahat dan tidur, ia bermimpi.

Sebuah pedang es bersinar biru melintas di depan matanya. Bai Lianhua merasakan dirinya bergerak menghindar. Di ujung pedang itu, ada seseorang yang mengendalikannya. Bai Lianhua berusaha menajamkan pandangannya, tapi matanya seperti ditutupi kegelapan dan ia tidak dapat melihat apapun selain pedang itu.

Ketika Bai Lianhua terus menghindar, dirinya seolah terkunci tidak bisa melawan. Sebuah suara datang.

"Dendam tidak akan pernah habis. Dendam telah menggerogoti kebaikan hatimu. Melupakanmu pada misi penting. Tak ada rasa puas selain takdir yang menentukan. Dirimu, hanyalah manusia fana yang akan melupakan segalanya."

Pedang es menusuk ke matanya dan pecah menjadi gunung tempat seekor naga terbang menembus awan. Bai Lianhua terkejut. Ia bangun dan terduduk dari tidurnya. Napasnya megap-megap dan ia memegang jantungnya yang berdentam tak teratur.

Di atas tanah di dalam gua, Bai Lianhua sadar kalau itu hanya mimpi.

Apa itu tadi Naga?

Besok paginya, Bai Lianhua berlatih mengendalikan energi dalam melalui Jarum Perak sambil memikirkan mimpinya. Pedang es dan sebuah naga. Ia menyangkut-pautkan petunjuk ini dengan pendekar naga. Tapi, kenapa tiba-tiba ia mendapat mimpi itu?

Pula, pedang es apa yang terlihat ajaib itu? Kenapa rasanya pedang itu seperti sebuah pusaka dari naga itu sendiri?

Ketika memikirkan ini, Bai Lianhua jadi ingin sekali pergi ke Sekte Macan Salju dan mendapatkan petunjuk dari Denghou. Ia tidak pernah mendapat mimpi aneh-aneh seperti ini sebelumnya. Dan jika bukan karena ia baru selesai memulihkan tenaga dalamnya, mungkin Bai Lianhua tidak lagi mengingat misi Nenek Teratai yang sudah lagi bukan miliknya.

Bai Lianhua sudah meminta ampun pada langit karena ia gagal mencari pendekar naga dan ingin fokus membalaskan dendam pada Bai Naxing, tapi kenapa tiba-tiba ia mendapatkan mimpi itu?

Selama dua hari, Bai Lianhua fokus berlatih pedang dan tongkat. Menguasai tenaga dalam dan belajar membentuk formasi anti-ilmu hitam. Ia juga mendinginkan pikiran untuk bisa bertarung dalam Alam Tanpa Batas lagi. Ia harus membiasakan itu untuk menangkal senjata batu pusaka Organisasi Pendekar.

Setidaknya, setelah perlawanan lima tahun yang lalu, Bai Lianhua tahu cara para Organisasi Pendekar melumpuhkan tenaga dalam para pendekar.

Malamnya, ketika ia hendak meninggalkan gua di tebing Gunung Shen, ia meratapi langit. Bulan menggantung cerah. Awan tipis melintas pelan. Dalam keteguhan yang makin mendalam, Bai Lianhua berujar dalam hati, "hari ini, harus menjadi akhirnya."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro