I. Chapter 9 : Mana yang Lebih Penting
Di pondok nenek teratai yang temaram, Bai Lianhua berdiri diam di pinggir rawa sambil memandangi daun lotus yang mengambang di air lumpur. Sekarang masih belum terlalu malam. Setelah Bai Lianhua belajar lima teknik dalam satu sesi latihan, Bai Lianhua tidak kembali ke rumah. Melainkan ke pondok Nenek Teratai. Sepanjang jalan, mereka berdua tidak saling mengobrol. Bai Lianhua sibuk dengan pikirannya sendiri—tentang ayah dan ibunya, sementara Hua Linxing sibuk dengan kesedihan mendalam tentang Sekte Lotus yang dimusnahkan secara rata oleh Sekte Tengkorak.
Di dalam pondok, nenek teratai keluar, ia berdiri di belakang Bai Lianhua yang masih tidak menyadari.
"Xiao Hua, kurasa ini saatnya aku memberikanmu ini."
Bai Lianhua menoleh dan bangkit berdiri menghadap nenek teratai. Wanita itu memegang giok lotus yang kemarin ia lihat. Bai Lianhua termenung meratapi benda itu.
"Apa kau yakin aku bisa melakukannya?" tanya Bai Lianhua. Sebenarnya ia percaya diri sekali soal kemampuan silatnya. Ia tidak takut terhadap Organisasi Pendekar yang merenggut kekuatan nenek teratai, tapi karena pikiran Bai Lianhua sedang terbagi—antara masalah ayahnya dan ketakutannya terhadap Sekte Tengkorak, Bai Lianhua jadi merasa bingung dan kehilangan rasa percaya diri.
"Yakin atau tidak, takdir sudah mempertemukan aku denganmu. Pada awalnya, setelah berhasil kabur dari Organisasi Pendekar, meski hampir bunuh diri karena merasa tidak berguna, aku sadar kalau di kampung ini aku masih punya beberapa kerabat. Walau tidak dekat seperti keluargaku sendiri, tapi sejak Sekte Lotus memberikan tugas ini padaku, aku sudah bersungguh-sungguh akan melakukannya. Mencari Pendekar Naga dan menyatukan kekuatan ketiga sekte untuk menghancurkan pusaka yang ada di istana. Melawan Organisasi Pendekar bersama-sama. Tapi nyatanya, aku malah terjebak sendirian di sini, tanpa kekuatanku dan Sekte Lotus yang dimusnahkan oleh Sekte Tengkorak. Aku sadar, sudah sampai di sini waktuku tiba."
"Tiba untuk apa, nek? Kau belum mau mati, kan?"
Kepala Bai Lianhua langsung ditoyor. "Sembarangan. Aku belum mati. Tapi aku sudah tidak berguna. Menyelamatkan Sekte Lotus atau membalaskan dendam terhadap Sekte Tengkorak saja sudah tidak ada harapan sejak kekuatanku hilang. Mau melawan mereka pakai apa? Awalnya kupikir, menghubungi Sekte Macan Salju aku bisa mendapat bantuan. Tapi aku sadar kalau Sekte Macan Salju juga sedang bersembunyi. Semua sekte melakukan yang sama. Melihatmu tumbuh cepat dan belajar silat dengan cekatan, membuatku sadar kalau mungkin inilah takdir yang seharusnya kurelakan. Tugas ini, sudah seharusnya berpindah tangan."
Bai Lianhua menatap mata nenek teratai yang berkaca-kaca. Ia jarang melihat nenek teratai menunjukkan ekspresi seperti ini. Biasanya wajahnya hanya datar dan jarang tersenyum. Selama mengajarkan Bai Lianhua juga, nenek teratai hanya memerintah dan bicara tegas. Jarang menunjukkan isi hatinya yang sesungguhnya. Sekarang, ketika Bai Lianhua sadar kalau ada banyak hal yang selama ini nenek teratai perjuangkan—tidak membuahkan hasil, Bai Lianhua merasa sedih.
Padahal nenek teratai diutus dalam tugas penting. Tapi ia harus menerima nasib yang demikian tragis. Kehilangan kekuatan dan energi dalam, bagi seorang pendekar, seperti kehilangan jiwanya sendiri. Tanpa sadar, Bai Lianhua mengepalkan tangannya, ia harus membalaskan dendam nenek teratai.
"Mungkin kau masih terlalu muda untuk menerima ini, tapi..." Nenek Teratai menyerahkan giok lotus itu ke tangan Bai Lianhua. Di bawah sinar bulan, giok itu berkilau seperti kristal. Indah sekali. Hati Bai Lianhua bergetar melihat tugas penting itu kini berpindah tangan padanya.
"Aku percaya suatu hari nanti kau bisa melakukannya."
Setelah mengatakan itu, Nenek Teratai tersenyum kecil. "Xiao Hua, aku harus berkultivasi lagi. Entah bagaimana, aku harus menemukan cara untuk membangkitkan tenaga dalamku pelan-pelan. Kau berlatihlah di Sekte Macan Salju selagi aku menerjang kembali energi murniku."
Bisa mengendalikan dan mencari energi murni sendiri tanpa bantuan orang lain merupakan kekuatan hebat. Bai Lianhua pernah dengar, kalau kultivasi mampu membuat seorang pendekar mencapai tingkat level energi dalamnya menjadi lebih kuat dan tak terkalahkan. Ada 4 level energi. Energi Bebas, Energi Hati, Energi Perisai, dan Energi Pikiran. Kemampuan Nenek Teratai dulu pasti sudah mencapai Energi Bebas—energi tertinggi yang bisa menyembuhkan diri sendiri tanpa bantuan orang lain.
Tapi kasus nenek teratai, ia harus mencari sendiri aliran energi yang tersisa dalam tubuhnya. Mempelajari ulang energi dalam tubuhnya, menekannya ulang supaya energi yang tersisa itu bisa dikumpulkan dan dijadikan kekuatan baru. Dan untuk melakukan itu, dibutuhkan waktu yang lama.
"Nek, bagaimana dengan Sekte Tengkorak? Sebenarnya sebesar apa kekuatan Pendekar Naga sampai kau dan mereka mencarinya?"
"Pendekar Naga adalah keturunan Dewa Naga Gunung yang paling mulia. Dewa Gunung seorang diri menghunuskan pusakanya ke tanah ini untuk menyelamatkan semua orang dari kegelapan. Mungkin karena itu juga, kekuatannya jadi turun secara besar ke satu orang yang sudah diutus itu. Aku juga tidak tahu banyak, karena tidak mendapat penglihatan apapun soal itu. Kekuatan besar adalah sesuatu yang misterius untuk kita manusia. Kau tidak akan pernah mendapatkan jawabannya secara nyata. Yang perlu kau lakukan hanya percaya. Sementara Sekte Tengkorak, untuk sekarang, kau jangan khawatirkan mereka terlebih dulu. Belajarlah lebih sering di Sekte Macan Salju."
Kata-kata nenek teratai membuat Bai Lianhua jadi makin termenung. Setelah menerima giok lotus itu, ia menyimpannya baik-baik dan berpisah dengan nenek teratai untuk sementara waktu. Bai Lianhua pulang ke rumah. Ketika itu, pintu kamar ibunya terbuka dan ia menemukan wanita itu sedang berkemas.
"Ibu, kau mau ke mana?"
Yao Yupan dengan gegabah memasukkan baju-baju ke tas kain. Di atas kasur, baju-baju bertebaran. Penampilan ibunya juga sedikit berubah. Ia mengenakan riasan dan rambutnya digerai. Membuatnya nampak kusut dan mengerikan. Tidak cocok dengan riasan serta pakaiannya itu. Bai Lianhua sadar kalau ibunya pasti mau mengejar Bai Junhui ke Istana Kota.
"Ibu—" Bai Lianhua menarik tangan Yao Yupan yang bergerak sibuk. Menghentikannya dan menyadarkan wanita yang pikirannya sudah kacau balau itu. Ketika Bai Lianhua menggenggam tangan ibunya, ia melihat mata Yao Yupan sangat sayu. Bengkak karena menangis. Bibirnya yang dipoles kemerahan tidak rapi. Terlihat sangat berantakan. Tapi Bai Lianhua seolah mengerti kesedihan yang ibunya alami lalu memeluk wanita itu erat-erat.
"Ibu, kau tidak tahu di mana ayah berada. Kalau mau mencari dia juga ke mana?"
Yao Yupan hanya menangis tersedu-sedu. Bai Lianhua tidak tahu arti sebuah pasangan. Ia hanya tahu kalau orang bisa mencintai seseorang, dan jika ditinggalkan, maka ia akan sedih. Patah hati. Meski Bai Lianhua tidak tahu rasanya patah hati, tapi ia tahu kalau ditinggal ayahnya sendiri dengan kondisi ibunya yang seperti ini juga membuat hatinya pedih. Di satu sisi ia percaya pada ayahnya, tapi, apakah ayahnya benar-benar hidup seperti apa yang dikatakannya waktu itu?
"Xiao Hua, ibu harus pergi. Bagaimanapun, ibu tahu kalau Nona Gao berhati licik. Ia memanfaatkan kecantikannya untuk merebut suami orang. Membawa pergi ayahmu untuk tujuan tertentu. Para pejabat tidak semua berhati baik. Mereka kadang-kadang memanfaatkan orang-orang. Apalagi tadi, waktu ibu ke pasar, semua orang tahu kalau sebenarnya Nona Gao adalah pemilik toko kain di Istana Kota. Dan ia sedang mencari suami supaya dia bisa mendapat kediaman tetap di Istana Kota. Seharusnya ibu lebih tegas! Kalau bukan karena ayahmu yang terbuai oleh kecantikan Nona Gao, ini semua tidak akan terjadi!" Yao Yupan menangis lagi. Membuat riasannya luntur dan terlihat semakin mengerikan.
Bai Lianhua terbengong-bengong sebentar, meresapi cerita ibunya itu. Kalau benar begitu, Bai Lianhua bisa mencarinya sendiri ke Istana Kota. Di sana, Nona Gao pasti terkenal. Dia pemilik toko kain. Biasanya, pemilik toko selalu punya kenalan banyak. Tinggal bertanya ke orang sekitar, pasti langsung tahu di mana toko itu. Daripada membiarkan ibunya yang pergi sendiri, Bai Lianhua tidak tenang. Ia tahu kalau ibunya tidak bisa membaca dan menulis. Seumur hidup hanya bisa memasak dan menjahit. Melukis saja baru tahun-tahun ini diajarkan Bai Junhui. Jadi daripada membiarkan ibunya tersesat, lebih baik biar Bai Lianhua sendiri yang mencarinya.
Toh, dengan begini, hati Bai Lianhua sama-sama tenang.
"Ibu, kau jangan khawatir. Biar aku saja yang pergi. Selama ini Nenek Teratai mengajarkanku ilmu meringankan tubuh. Aku bisa cepat pergi ke sana tanpa perlu menyewa kuda."
"Xiao Hua, tapi kau masih terlalu kecil..."
"Eh, ibu, jangan meremehkanku begitu. Lihat ini," Bai Lianhua menunjukkan giok lotus pemberian Nenek Teratai, "ini adalah giok lotus yang Nenek Teratai berikan padaku. Ini sebuah lencana penting kalau seseorang sedang mengemban tugas. Nenek Teratai memberikannya padaku karena melihatku cerdas dan cepat dalam menguasai teknik silat. Sekarang, aku sangat hebat, ibu. Kau jangan khawatir. Aku bisa mencari ayah ke Istana Kota. Dan kalau beruntung, membawanya kembali. Begini, kau bisa pegang giok ini sebagai jaminan bahwa aku akan kembali."
Bai Lianhua menyerahkan giok itu pada ibunya yang berhenti menangis. Masalah Nenek Teratai memang sangat penting. Tapi Bai Lianhua tidak bisa membiarkan ibunya sendirian seperti ini. Kalau ia bisa menyelesaikan masalah ini lebih cepat, mungkin belum terlambat untuk Bai Lianhua kembali menguasai beragam teknik untuk mengalahkan Organisasi Pendekar dan membalaskan dendam pada Sekte Tengkorak di Sekte Macan Salju.
Yao Yupan tahu putri semata wayangnya ini sangat mandiri. Meski ia sering melarang pergi ke pondok nenek tua di rawa itu, tapi Yao Yupan tahu kalau Bai Lianhua tidak melakukan hal aneh-aneh. Bahkan, setiap pulang dari pondok, Bai Lianhua selalu terlihat ceria. Meski dia jarang menceritakan soal latihan bela diri—yang Yao Yupan juga tidak pahami, tapi dari hati seorang ibu, ia tahu ia percaya anaknya sendiri.
"Baiklah. Jika kau sudah tahu di mana mereka berada, segeralah kembali. Jangan paksa ayahmu untuk pulang. Yang penting, aku tahu apa yang mereka lakukan dan apa yang ayahmu kerjakan."
Bai Lianhua mengangguk. Soal akademi, Yao Yupan akan mengajukan surat. Sementara masalah nenek teratai, Bai Lianhua seketika lupa. Pikirannya sudah tertuju ke Gao Renwei yang membawa ayahnya pergi—entah benar-benar untuk memenuhi impian sang ayah, atau hanya memanfaatkannya lalu membuangnya di pinggir jalan. Kalau sampai benar begitu, Bai Lianhua tidak segan-segan menghabisi wanita licik itu.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro