Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

I. Chapter 6 : Sekte Macan Salju


"Nenek bilang, kalau pusaka yang ada di istana itu sebetulnya milik tiga sekte yang dulu digunakan untuk berjaga-jaga setelah Dewa Naga mati dan tiga dewa lainnya pergi?"

"Benar. Pusaka itu dari awal memang milik tiga sekte. Tapi ketamakan Kaisar Li Gongyi menggunakan kekuatan pusaka itu untuk hidup abadi. Di akademi, disebut berapa lama kaisar itu hidup?" tanya nenek teratai.

"Dua ratus tahun..." memang seorang dewa, pikir Bai Lianhua. Dulu ia tidak pernah memikirkan ini karena ia kira memang kaisar punya kungfu abadi dan hebat.

"Itu juga benar. Kaisar Li Gongyi membasmi semua pendekar karena para pendekar hendak mengambil pusaka itu kembali. Mereka ingin menghancurkan pusaka itu supaya tidak disalahgunakan manusia lain. Tapi sayangnya, gerakan mereka terlalu lambat dan Kaisar Li Gongyi sudah kebal dan kuat. Para pendekar bukan lawan mereka."

"Bagaimana kaisar bisa begitu kuat? Bagaimana cara kerja pusaka itu?"

"Tidak ada yang tahu. Tapi aku mendapat mimpi dari dewa kalau Kaisar Li Gongyi mendapat bantuan kekuatan dari iblis. Untuk mengaktifkan pusaka, seseorang harus menggunakan energi dalam yang besar untuk mengeluarkan energi di dalam pusaka. Karena pusaka itu merupakan campuran energi dari ketiga sekte besar, maka pusaka itu sangatlah kuat."

"Bisa sampai menghancurkan dunia?" tanya Bai Lianhua.

"Bisa."

Kata-kata Nenek Teratai sedikit tidak masuk akal. Tapi Bai Lianhua sering membaca cerita-cerita dari buku yang ia temukan di perpustakaan. Tentang energi magis yang dimiliki orang-orang zaman dulu. Tentang energi murni yang terpisah menjadi energi putih dan hitam. Yin dan Yang. Bagaimana energi tersebut berputar di dalam tubuh manusia dan membuat orang-orang seimbang dengan energi alam. Kisahnya mirip seperti cerita yang dituturkan nenek teratai. Tapi kalau sampai menghancurkan dunia... bukankah itu gawat?

Mendadak Bai Lianhua tidak mau membayangkan dunia ini hancur karena sebuah pusaka. Walau sekarang ia tidak tahu apakah Kaisar Li Jianlong—kaisar yang memimpin negara sekarang—sama seperti Kaisar Li Gongyi yang bakal memanfaatkan kekuatan pusaka di istana demi memenuhi keinginan pribadinya, tapi... ia harus mendapatkan pusaka itu dan dikembalikan ke tiga sekte.

Dunia tidak boleh hancur terlalu cepat. Bai Lianhua masih mau belajar banyak teknik silat dan bermain-main.

"Kalau begitu, ayo kita ambil pusakanya, nek!" seru Bai Lianhua bersemangat. Ia melihat Nenek Teratai sudah lemah dan tenaga dalamnya sudah dilumpuhkan oleh Organisasi Pendekar. Selama dua tahun juga nenek teratai telah mengajarkannya berbagai ilmu silat. Buat apa kalau tidak digunakan? Nenek teratai sendiri juga bilang kalau dirinya berbakat.

Tapi Nenek teratai hanya menggeleng pelan. "Tidak. Kau belum siap. Masih ada banyak hal yang harus kau pelajari dan itu butuh bertahun-tahun lagi. Sekarang, ayo ikut aku ke Sekte Macan Putih. Kita akan mencari bantuan dari salah satu temanku yang ada di sana."

*

Biasanya Nenek Teratai paling jauh pergi dari hutan rawa jika ingin ke kediaman Bai Lianhua saja. Sekarang, Bai Lianhua kegirangan karena akhirnya gurunya itu mengajaknya ke suatu tempat.

Di akademi, Bai Lianhua belajar kalau ada tiga perguruan silat yang diresmikan secara terbuka oleh kaisar Li Jianglong setelah sepuluh tahun mereka beroperasi diam-diam. Tiga perguruan silat itu adalah Sekte Macan Salju, Rajawali Langit dan Penyu Samudera. Mereka ada di tiga kota yang berbeda. Yang ada di pusat kota Li Ming sekarang hanya sekte Macan Salju.

Setiap kali mendengar dan melihat pertunjukkan yang diadakan perguruan silat itu, Bai Lianhua sering takjub sendiri. Kadang setiap akhir minggu, kalau Bai Lianhua sedang menemani ayahnya di pasar Huang, tempat ayahnya membuka toko lukisnya, Bai Lianhua sering berkunjung ke perguruan Sekte Macan Salju.

Tapi, teman seperti apa yang nenek teratai punya di sana?

"Nek, kenapa selama ini kau menyembunyikan identitasmu? Apa kau takut aku tidak percaya padamu?"

Sekitar kampung sudah sepi. Mereka melangkah lambat. Nenek Teratai menggunakan satu tongkat untuk menyangga tubuhnya. Perawakan nenek teratai sebenarnya tidak setua itu. Rambutnya hanya sebagian yang putih. Wajahnya juga tidak berkerut. Hanya suaranya saja yang sedikit serak, dan punggungnya agak bungkuk. Matanya loyo dan dia jarang tersenyum.

"Itu kau tahu. Anak kecil sepertimu jelas sulit menerima ceritaku jika kau sudah memahami cerita yang sudah mengakar di masyarakat. Terlebih, kalian sangat mengagungkan kaisar."

Bai Lianhua belajar di akademi, tahu kalau semua orang amat mengagungkan kaisar. Tentu saja diagungkan. Kaisar Li Jianlong sudah menjual beragam teh, baik untuk pengobatan atau bahan utama dari kebutuhan primer semua orang. Perdagangan yang disebar ke seluruh kota membuat orang-orang menikmati hasil tanah negara yang begitu indah. Tanpa harus berselisih dengan kota-kota lain. Kaisar Li Jianlong juga yang membiarkan setiap kota mempunyai raja untuk mewakili kaisar memimpin kota-kota.

Jika sekarang harus memutar balikkan kenyataan, bahwa sebenarnya kaisarlah yang membuat para pendekar seperti nenek teratai menderita dan kehilangan kungfunya, bagaimana Bai Lianhua bisa melihat itu seperti dulu lagi?

Kaisar Li Gongyi—kakek buyut yang sudah tinggal beberapa era ke belakang, memusnahkan semua pendekar hingga mereka tidak berani muncul di permukaan lagi hanya karena mempertahankan sebuah pusaka. Kenapa ada orang yang tergila-gila dengan sebuah kekuatan?

"Tapi jangan khawatir, nek! Setelah kau menceritakan itu, aku sekarang paham kenapa kau tidak pernah keluar rawa dan berbaur dengan orang-orang. Ternyata kekuatanmu sudah direnggut oleh Organisasi Pendekar. Kejam sekali mereka! Aku yang baru belajar dua tahun saja sudah bersusah payah. Tapi mereka seenaknya mengambil kekuatanmu. Nenek, bagaimana mereka melakukannya?"

"Aku juga tidak tahu jelas. Intinya, waktu aku hendak membunuh mereka semua, mereka mempunyai pedang dan tombak yang berenergi kuat. Entah kenapa aku memiliki firasat kalau pedang itu mempunyai kekuatan pusaka."

"Hah! Bagaimana bisa?"

Nenek teratai menatap Bai Lianhua yang lebih pendek darinya. Melangkah kecil dan menatap kaget. Matanya bundar, ada banyak rasa penasaran yang bergumul di sana. Membuat nenek teratai sedikit terharu.

"Xiao Hua, aku akan menceritakan semuanya padamu pelan-pelan. Sekarang kita jangan banyak bicara dulu."

Bai Lianhua menurut. Ia mengikuti langkah nenek teratai melintasi blok-blok kediaman orang-orang yang sepi. Berjalan di jalan utama yang sudah redup karena beberapa toko sudah tutup, lalu tiba di perguruan silat Sekte Macan Salju.

Perguruan silat Sekte Macan Salju ada di tengah kota. Tapi bangunannya menghadap ke arah barat, ke tebing pegunungan Zainan lebih tepatnya. Jadi di sekitar kediaman jarang ada orang yang lewat. Nenek teratai mengetuk pintu kayu ganda itu dua kali lalu seorang pelayan membukakannya.

"Ah, Tetua Hua. Silakan masuk." Pelayan itu menyebut nenek teratai 'tetua Hua'. Sebutan 'tetua' biasanya digunakan untuk orang-orang penting sekaligus hebat. Selama ini Bai Lianhua tinggal bersama Nenek Teratai tapi tidak kepikiran kalau sebutan itu sangat cocok untuknya.

"Denghou, panggilkan gurumu. Aku tidak lama-lama," ucap nenek teratai. Pelayan yang dipanggil Denghou itu ternyata seorang murid. Bai Lianhua sering melihat pemuda yang kelihatan seumuran dengannya di sekitar sekte. Kalau ada pertunjukkan, tak jarang pemuda ini juga menampilkan ilmu bela diri yang hebat.

"Baik, tunggu sebentar tetua Hua." Anak laki-laki itu berseru riang lalu pergi ke salah satu bangunan. Bai Lianhua mengikuti nenek teratai menduduki kursi yang ada di paviliun kecil. Di meja ada teko teh dan nenek teratai menuang tehnya sendiri.

"Nenek, aku sering melihat anak itu bertanding silat. Setiap akhir pekan, perguruan ini selalu mengambil satu murid dengan melawan sepuluh murid teratas di sekte. Anak itu punya tendangan dan gerakan pedang yang hebat. Nek, apa kau berminat mengajarkanku menggunakan pedang? Selama ini kau hanya mengajarkanku teknik tongkat saja."

"Xiao Hua, tongkat dan pedang sama-sama sebuah alat. Tidak ada yang lebih bagus kalau itu sekedar senjata. Yang penting caramu mengeluarkan tenaga dan menyerang menjadi inti dari kungfu itu sendiri."

Bai Lianhua tidak begitu paham dengan kata-kata itu. Menurutnya, pedang terlihat lebih ramping ketimbang tongkat. Juga pasti lebih berat daripada pedang.

Setelah menunggu, seorang pria tua—yang mungkin seumuran dengan nenek teratai datang dengan langkah tenang dan nyaris tidak terdengar.

"Hua Linxing," panggil pria tua itu. Wajahnya kecil, matanya sipit sampai tidak terlihat terbuka, kumis putih panjang menghalangi mulutnya. Jenggotnya sama panjangnya seperti rambutnya. Di sampingnya, anak bernama Denghou itu menemaninya.

"Tidak perlu basa-basi lagi, Laozi," sahut nenek teratai datar. Ia menatap pria tua yang berdiri di samping. "Bagaimana keadaan Sekte Penyu Samudera? Kau bilang padaku kalau situasinya sedang berbahaya dan aku harus pulang ke sana sekarang juga."

Diam-diam Bai Lianhua terkejut. Sekte Penyu Samudera adalah sekte utama dari cabang Sekte Lotus tempat tinggal Nenek Teratai tinggal. Kalau nenek teratai pulang, itu artinya...

"Linxing, kau harus bersabar. Sekarang ini gerakan Sekte Tengkorak semakin parah. Apalagi setelah Sekte Lotus dimusnahkan..."

Hua Linxing mencengkeram gelas teh. Bai Lianhua terkejut. Sekte Lotus dimusnahkan? Apa itu juga yang membuat nenek teratai tidak bisa pulang?

"Kau pikir aku suka berdiam diri terus?" sahut Hua Linxing marah.

Laozi menjawab tenang. "Sayangnya, keadaan membuatmu harus berada di situasi ini. Sekarang ini, kau hanya satu-satunya keturunan Sekte Lotus yang tahu di mana Pendekar Naga berada. Sekte Tengkorak memusnahkan Sekte Lotus karena mencarimu. Kami Sekte Macan Salju juga tidak bisa bertindak gegabah. Selain diawasi terus menerus oleh Organisasi Pendekar utusan kekaisaran, kami juga harus menjaga anak murid yang lain. Menurut laporan Sekte Bai, Sekte Tengkorak juga ingin mencari Pendekar Naga. Mereka ingin lebih dulu merebut pusaka di istana."

"Kenapa mereka tidak menyerang langsung ke istana kalau begitu? Kenapa mereka harus mencariku?"

"Kau tentu tahu kekuatan misterius dari senjata para Organisasi Pendekar, kan? Sekte Tengkorak takut itu."

Mendengar nama Sekte Tengkorak, Bai Lianhua sedikit bergidik. Namanya saja sudah mengerikan, bagaimana kekuatan mereka, ya?

Tapi Hua Linxing hanya menghela napas pasrah. "Aku sendiri tidak punya kekuatan lagi. Tidak bisa menyerang Sekte Tengkorak dan membalaskan dendam kakak seperguruanku. Bai Lianhua, kau bilang kau ingin merebut pusaka itu, bukan?"

Yang diajak bicara langsung menegap. "Ah... itu..." Bai Lianhua jadi takut karena mendengar nama Sekte Tengkorak.

"Namamu Bai Lianhua?" tanya Denghou.

Bai Lianhua memandang Denghou sambil mengernyit. Dalam hati sedikit jengkel namanya disebut begitu. Walaupun kungfunya selalu terlihat canggih, tapi usianya terlihat di bawahnya.

"Benar. Kenapa, Denghou?" balas Bai Lianhua menggunakan nama juga. Tapi Denghou kelihatan tidak keberatan.

"Ah, namamu dan nama Tetua Hua saling melengkapi. Hua Linxing berarti Bunga Bintang, sedangkan kau Bai Lianhua... apakah itu artinya Lotus Putih?" ketika mengucapkan itu Denghou terlihat berbinar-binar. Bai Lianhua mendengus. Ia makin sebal kenapa anak ini bisa menebak arti namanya begitu mudah.

"Ya, benar," jawab Bai Lianhua sekenanya.

"Kalau begitu, Bai Lianhua, mulai besok, berlatihlah di sini." Laozi menawarkan dengan mata menyipit tersenyum. Bai Lianhua menatap nenek teratai yang mengangguk lemah.

"Itu alasanku membawamu ke sini juga. Kau sudah menguasai beberapa teknik tongkat. Kalau kau mau membantuku merebut pusaka itu, maka kau butuh teknik lebih untuk melawan Sekte Tengkorak—yang bisa saja kau temui suatu hari nanti."

Bai Lianhua menenggak ludahnya sendiri. "Tapi—bukankah Sekte Macan Salju tidak pernah menerima murid perempuan?"

"Jangan khawatir, kau akan berlatih di Sekte Bai. Cabang sekte kami. Tapi Denghou nantinya juga akan membantumu di sana. Jadi, berakrablah," kata Laozi ringan. Bai Lianhua melirik Denghou yang tersenyum lebar.

"Selamat datang di sekte kami! Murid Tetua Hua pasti kami perlakukan dengan baik."

Bai Lianhua sedikit mendengus. Kata-katanya terdengar mencurigakan. Tapi ia tidak menggubris. Karena begitu ia melirik Nenek Teratai, di wajahnya tersimpan beragam macam kekhawatiran dan kesedihan.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro