I. Chapter 26 : Menyusup
Bai Lianhua berjalan di tengah gang sempit menuju gerbang utama Istana Li Ming. Meski malam membayang dan cahaya-cahaya lampion saling menerangi jalan, hati Bai Lianhua terasa lebih kosong daripada sebuah kematian. Ia mengingat-ingat perasaannya yang hancur ketika melihat ayahnya telah meninggal dan menggunakan semua penderitaan itu untuk mencari nenek teratai.
Melawan Organisasi Pendekar? Itu bukan hal yang besar. Bai Lianhua anak yang cerdas. Dibesarkan di Sekte Bai bersama kakak seperguruan dan gurunya yang adalah pendekar hebat dari Sekte Penyu Samudera, tidak mengucilkan rasa percaya dirinya. Justru, di saat ini, mungkin Organisasi Pendekar tidak akan pernah menyangka kalau dirinya akan menyerang sekarang.
Di sekitar gerbang utama, Istana Li Ming dikelilingi dengan tembok besar dan tinggi. Terpisah dari keramaian kota, bagian depan Istana Li Ming berupa barak-barak militer yang cukup ketat. Dari salah satu pohon tempat Bai Lianhua mengintai, ia mencari satu jalan masuk yang mudah.
Ada tiga kereta kuda yang datang dari belakang. Di depan kereta itu ada tulisan: 'barang istana'. Yang sudah pasti kereta itu akan melewati gerbang. Segera Bai Lianhua turun dan menggunakan ilmu ringan tubuh, ia menyusup dan merangkak ke bawah kereta kuda. Menempel seperti cicak. Gerakannya sangat halus dan hanya menyisakan angin malam yang membuat kusir tidak ada yang menyadari kemunculannya itu.
Kereta melintasi gerbang istana. Sempat berhenti sejenak untuk memeriksa isi kereta. Bai Lianhua melihat ada beberapa pasang kaki yang berdiri dan mengelilingi kereta untuk memeriksa. Jantung Bai Lianhua nyaris copot karena si petugas tidak jadi menunduk untuk mengecek bawah kereta karena ada tugas dadakan yang diteriakkan oleh satu petugas yang lain. Kereta kembali jalan dan memasuki kawasan istana.
Bai Lianhua menunggu beberapa menit hingga kereta berhenti dan tiba di depan sebuah kediaman. Bai Lianhua memeriksa keadaan lalu keluar diam-diam dan menyusup di antara atap-atap. Ternyata kereta tadi berhenti di sebuah kediaman pejabat. Karena masih mengintai keadaan dan mencari tahu di mana ia berada sekarang, Bai Lianhua bertengger di atap dan mendengar pemilik rumah bicara.
"Jika Kaisar masih belum mau bekerja sama, maka akan sulit untuk kita mengincar tambang emas. Aku heran kenapa beliau masih bertahan dengan perkebunan teh saja. Tapi untung saja kita punya Bai Naxing. Dia lebih mudah dipengaruhi. Jika Bai Naxing bisa kita gunakan untuk meminta izin pada kaisar untuk menambang emas di En Shu, aku yakin pembangunan di beberapa kota pasti berjalan lebih cepat. Dengan begitu, Istana Li Ming akan semakin sulit ditembus oleh En Shu ataupun Kota Modern Chu sekalipun."
Diam-diam Bai Lianhua mengernyit tipis. Ia tidak paham politik, tapi mendengar nama Bai Naxing dibawa-bawa membuat hatinya terbakar emosi. Sekarang ia tidak tahu di mana neneknya berada. Satu-satunya petunjuk yang ia punya hanyalah Organisasi Pendekar. Tapi untuk menyerangnya sekarang kemungkinan mustahil. Akan ada banyak prajurit mereka. Dan sebaiknya, Bai Lianhua tetap melakukannya dengan tenang.
"Benar. Aku punya firasat kalau calon permaisuri kita ini nantinya mudah dikendalikan. Tidak seperti Kaisar. Walaupun permaisuri sudah tiada, Kaisar Li Jianlong sangat berbeda jauh dari Kaisar Li Gongyi. Gairah penguasaannya tidak meluas. Ia hanya peduli pada rakyat-rakyat kecil dan melupakan bahwa kita para pejabatlah yang bekerja demi dia."
Apa yang salah dengan Kaisar Li Jianlong jika ia bertindak begitu? Bai Lianhua bukan penegak keadilan, tapi karena dendam yang sedang membakar hatinya, ia pun mulai bergerak.
Dari atas atap, Bai Lianhua melucutkan dua jarum panjang ke arah pintu gerbang. Kereta kuda sudah selesai menurunkan barang. Dengan kekuatan dalam, Bai Lianhua menggerakkan jarum dengan tenaga dalam dan membuatnya saling mengait untuk membentuk kunci gerbang. Dua orang yang tadi sedang mengobrol terkejut. Bai Lianhua turun dari atap dengan mulus. Berdiri di belakang kedua pria yang masih belum menyadarinya.
"Pengkhianat," gumam Bai Lianhua.
Dua pria itu menoleh dan melotot kaget. Masing-masing sedang memegang kotak peti kecil berisi emas. Sebelum kedua pria itu membuka mulut, Bai Lianhua mengangkat tangan dan menotok mereka.
"Kalian pejabat apa?" tanya Bai Lianhua dingin.
Para pejabat masih bicara, yang ditotok hanya otot tangan dan kaki. "Si... siapa kau?"
"Kalau berani, sebut namamu!"
Ternyata walau sudah ditotok begini, pejabat rendahan ini masih berani mengancam, pikir Bai Lianhua. Bai Lianhua dengan bangga menyebutkan namanya.
"Wanita Lotus. Jawab aku, atau kekayaan serta rencana busuk yang kalian bicarakan tadi tinggal seperti harapan kosong." Bai Lianhua mengangkat dua jarinya, siap memutuskan nadi kedua pria itu. Dengan tatapan dingin dan menusuk, kedua pejabat itu lantas melihat ekspresi Bai Lianhua tidak main-main.
"Kau bukan dari sini. Kau pendekar!" seru salah satu pejabat. Ketika hendak menjerit, dengan ringan Bai Lianhua memutuskan nadi pejabat itu hingga roboh di tempat. Pejabat di sampingnya melotot. Tubuhnya langsung gemetar dan ia menangis.
Bai Lianhua tidak mengubah ekspresinya. Tatapan dingin dan tajam dari parasnya cantik seperti lotus yang mengambang di danau es ketika musim salju. Dendam yang membara adalah satu-satunya alasan kenapa ia tidak menaruh satu kalipun rasa iba pada dua orang tidak bersalah ini. Dalam pikirannya sekarang, ia harus menemukan Nenek Teratai segera dan menyelesaikan masalah pendekar cepat-cepat.
"Cepat katakan."
Pejabat itu bicara dengan mulut gemetar, "Baik! Baik! Kami hanya pejabat kecil. Kami anak buah Menteri Keuangan di istana. Tidak pernah ada bermaksud mengkhianati kaisar, kami—kami hanya—"
"Aku mendengar semua yang kalian bicarakan mengenai tambang emas di En Shu. Jika hal ini sampai diketahui kaisar, apa kau ingin mencoba risikonya?"
Pejabat itu menggeleng dan gemetar sampai terkencing-kencing. "Tidak! Tidak! Tentu tidak! Nona cantik, ampunilah aku! Ampunilah pejabat rendahan sepertiku! Katakan! Katakan apa yang kau butuhkan! Asal kau tidak mengadu, aku akan melakukan apapun yang kau mau!"
Bai Lianhua merasa ini kesempatan yang baik. Walau dia tidak tahu apa yang dikatakan pria ini benar, tapi jika dia bohong, Bai Lianhua bisa dengan mudah membunuhnya.
"Aku Wanita Lotus, pendekar dari Sekte Bai dan Sekte Penyu Samudera. Jika kau berbohong padaku, maka nyawamu sama seperti semut yang dengan mudahnya kuhancurkan."
Pejabat itu menangis, "Tidak berani! Aku akan berjanji!"
Bai Lianhua mengangguk tipis. "Beritahu aku di mana para Organisasi Pendekar mengumpulkan para pendekar yang mereka culik."
"Ah... itu... sudah lama sekali aku tidak pernah mendengar Organisasi Pendekar menemukan pendekar lagi. Tapi—tapi, satu minggu yang lalu aku dengar mereka akan mengadakan upacara pembakaran."
Seketika jantung Bai Lianhua terasa copot. Ia mengarahkan kedua jarinya seperti belati ke leher pria itu. "Jelaskan!"
Pejabat itu menjerit ketakutan. Bibirnya masih gemetar. "Aku tidak tahu pasti. Tapi aku termasuk tidak terlalu percaya pada legenda tentang pendekar dan masa lalu Kaisar Li Gongyi yang dulu memusnahkan mereka. Yang kutahu, Organisasi Pendekar sudah seperti tangan kanan dan pelindung pertama Kaisar. Tapi memang ada berita simpang-siur soal upacara pembakaran itu."
"Di mana!?"
"Istana Rakyat!"
Istana Rakyat. Sebuah bangunan mewah tempat di mana dua kendi besar suara rakyat berbentuk gulungan surat kecil yang bisa langsung didengar oleh Kaisar dan Permaisuri. Di Istana Rakyat itu kadang-kadang Kaisar mendekatkan diri untuk memantau para rakyatnya. Bai Lianhua tahu karena orang-orang di kampung Shanyi sering mengunjungi Istana Rakyat hanya ingin berdoa di sana. Sementara dulu, ketika ia masih sekolah di akademi, Istana Rakyat menjadi tempat wisata orang luar untuk mengunjungi Istana Kota.
"Lalu di mana mereka mengurung para pendekar?"
"Aku tidak tahu! Sungguh, aku tidak tahu! Aku hanya tahu kalau Organisasi Pendekar bertempat di bagian barat Istana Li Ming. Tempatnya sedikit mirip penjara bawah tanah dan harus masuk lewat terowongan yang ada di aula tengahnya." Pejabat itu menjelaskan dengan air mata yang sudah membasahi pipi. Bai Lianhua merasa pejabat bodoh ini hanya mementingkan uang dan tidak peduli terhadap hal semacam itu. Jadi ia percaya dan melepaskan totokannya. Sebagai gantinya, Bai Lianhua menghunuskan tenaga dalam untuk memotong pita suara di tenggorokannya dan melumpuhkan pria itu dalam satu gerakan.
Pria itu kini menjerit-jerit dan menangis tanpa suara.
***
Haloo, maaf ya agak telat upload bab ini. Kemarin abis sakit, dan habis kejar project lain juga. Sebenarnya aku udah ada tabungan sampai bab 34, tapi kemarin lagi nggak mood update sekalian baca ulang. Jadi daripada nggak maksimal, aku tunda dulu.
Terima kasih buat kamu yang sudah baca sampai sini. Kita sama-sama lihat gimana perjuangan Bai Lianhua sampai akhir ya. ^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro