I. Chapter 20 : Berita Mengejutkan
Bai Lianhua bilang pada Yao Yupan kalau ia akan kembali ke sekte. Sementara ia berkuda dua hari—tanpa berhenti ke Istana Kota, dalam satu malam, ia tiba di wilayah kekaisaran yang megah.
Siang itu Istana Kota nampak ramai. Bai Lianhua tidak menitipkan kudanya lagi ke penginapan seperti lima tahun yang lalu. Ia tetap duduk di atas kuda dan hanya menunjukkan kartu identitas seolah sudah terbiasa bolak-balik kota kekaisaran. Walau sekitar kota nampak ramai dan mewah seperti biasa, entah kenapa Bai Lianhua merasa ada sudut-sudut yang berbeda.
Beberapa kereta kuda dan pengawal yang menjaga beberapa orang-orang penting melintas di sepanjang jalan. Bagian depan kota selalu ramai beberapa pedagang. Bai Lianhua segera pergi ke toko kain tempat Gao Renwei berada. Ketika ia berpikir mungkin saja ia tidak tahan untuk menggores wajah cantiknya itu dengan pedang, ternyata toko kain itu sudah tutup.
Bai Lianhua berdiri di depan toko dua lantai itu sambil meratapi dinding-dindingnya yang sudah tidak terawat. Papan nama toko sudah dicabut. Jendela-jendela dan pintu tertutup. Dari kejauhan, terdengar seseorang memanggilnya.
"Nona cantik! Nona cantik! Ehehehe, apa kau sedang mencari toko bagus untuk berdagang?"
Seorang pria dengan perut buncit muncul. Bai Lianhua turun dari kuda.
"Bos, mana toko kain yang sebelumnya ada di sini?"
Pria itu mendadak membelalak. "Ah! To—toko kain apa? Ti—tidak ada to—toko kain sebelumnya. Ah... kau salah ingat, mungkin?"
Bai Lianhua terdiam. Menganalisa ekspresi pria buncit itu.
Ada sesuatu yang tidak beres.
"Aku tidak salah ingat," ia menoleh kembali ke toko usang itu, "aku tidak akan pernah melupakannya."
"Ehehehe, begini... nona cantik, sebenarnya, tidak ada yang boleh menyinggung Nona Gao si pemilik toko lagi..." pria buncit itu berbisik rendah sekali. Sampai nyaris Bai Lianhua tidak bisa mendengarnya karena tertutup keramaian kota.
"Apa maksudmu?"
"Begini, ehehehe, aku... ehm, kami semua....yang berjualan di sepanjang blok ini mengenal Nona Gao seperti apa dulu. Tapi, empat tahun yang lalu nasib baik berbalik padanya!"
Nasib baik?
"Hei, Paman Yu! Kemarilah! Pelanggan ini butuh barang yang lebih bagus dari ini!" tak jauh dari tempat mereka berdiri, seseorang berseru dari tengah jalan.
Pria buncit yang dipanggil Yu itu menoleh dan berseru kembali. "Oh! Iya, iya, ehehehehe. Sebentar!" Ia beralih ke Bai Lianhua kembali, "Nona cantik, jika kau hendak mencari Nona Gao, sekarang mereka sudah tidak tinggal di sini lagi. Mereka pindah ke istana."
"Istana?" Bai Lianhua memastikan dirinya tidak mengucapkan kata itu keras-keras.
"Ya. Aku hanya bisa memberitahumu sampai sini. Kami semua sudah dibayar untuk berjanji tidak akan pernah membahasnya lagi di sini. Ehehehe, nona, aku pamit dulu ya. Jika kau butuh toko ini untuk tempat berdagang, aku bisa memberikanmu potongan harga. Cari aku saja di Toko Besi Yu sebelah sana."
Setelah mengatakan itu, Yu berbalik dan melangkah dengan langkah lebar dan terkekeh-kekeh sepanjang jalan. Entah Bai Lianhua bisa percaya kata-katanya atau tidak. Walau dari tadi kelihatan seperti orang bodoh, tapi Bai Lianhua sudah mengendus sesuatu yang aneh.
Kalau empat tahun mereka pindah ke istana, itu artinya setahun setelah dirinya membawa Bai Junhui pulang ke Shanyi. Tap, bagaimana ceritanya Gao Renwei bisa pindah ke istana? Dan kenapa pula semua orang dibayar untuk tutup mulut soal keberadaannya?
Bai Lianhua kembali naik ke kuda. Sebelum memasuki gang sempit menuju Toko Arak dan Gadis Musim Semi, ia melintasi sebuah papan pengumuman besar. Di depan pengumuman itu banyak wanita-wanita berpakaian mewah dan perhiasan cantik berkerumun. Bai Lianhua pelan-pelan mengendurkan tali kuda dan melambatkan langkahnya. Mencuri dengar ke arah wanita-wanita itu.
"Betapa beruntungnya calon pengantin itu. Dia akan menjadi Putri Mahkota, bukan?"
"Benar! Bakal semegah apa ya pesta pernikahannya?"
"Pasti megah sekali! Kaisar Li Jianlong sekalian mengangkat Putra Mahkota sebagai penerus Kota Li Ming. Bayangkan saja, putra mahkota akan menjadi kaisar di masa mendatang! Wah, aku terharu."
"Belum lagi kabarnya calon putri mahkota dari keluarga baik-baik dan tatakrama. Masih dirahasiakan sosoknya, tapi aku yakin pasti kaisar mendapat calon menantu yang hebat!"
Sambil melenggang pergi, Bai Lianhua jadi teringat soal pengangkatan calon kaisar baru nanti. Sejak tidak sekolah di akademi lagi, ia jadi jarang mendengar berita dari istana. Walau setiap minggu di Istana Rakyat selalu ramai festival ucap syukur yang diadakan permaisuri untuk mendoakan tanah negri ini supaya tetap subur dan menghasilkan daun teh premium, Bai Lianhua sudah tidak tertarik mencari tahu soal istana lagi sejak Legenda Tiga Langit yang keliru.
Dari papan pemberitahuan, poster yang dilukis wajah sang Pangeran Mahkota dan calon Putri Mahkota tertempel. Dari kejauhan, Bai Lianhua sedikit merasa tidak asing dengan lukisan itu. Tapi karena pikirannya sedang tertuju pada niat Gao Renwei di istana, ia jadi tidak fokus dan melenggang ke toko arak.
Ternyata ketika sampai di toko itu, bangunannya sudah tertutup. Sama seperti toko kain milik Gao Renwei. Bai Lianhua sedikit kesal sendiri karena harus mengetahui semua ini terlambat. Niat besar Bai Lianhua untuk angkat pedang malah jadi gagal karena petunjuk dan informasi yang biasanya ia kendalikan semua lenyap.
Beberapa saat, Bai Lianhua menatap ke sekeliling. Seolah menerka rentetan kejadian masa lampau yang terjadi empat tahun.
Mau bertanya ke orang-orang di sini juga pasti percuma. Terlebih...
Ketika mata Bai Lianhua berpindah ke sudut bangunan toko di ujung jalan, ia melihat segerombolan prajurit memakai baju zirah emas sedang memandanginya. Tatapan itu mampu membuat Bai Lianhua terpekur beberapa saat sebelum akhirnya memutuskan kontak.
Apa prajurit Organisasi Pendekar itu sedang mengintai dirinya?
Tidak baik, gumam Bai Lianhua. Ia menarik kudanya lalu memacunya pergi.
Sesuatu tentang istana, Gao Renwei dan Istana Kota. Ada yang tidak beres. Ia tidak punya waktu lagi. Sekarang sudah genap empat hari ia melanggar janji dengan Denghou di Sekte Bai. Ia harus kembali.
*
Ternyata tinggal di Sekte Bai selama berminggu-minggu dan tidak berbaur ke sekitar kampung membuat Bai Lianhua ketinggalan banyak berita. Pernikahan Pangeran Mahkota dan calon Putri Mahkota akan dilangsungkan bulan depan. Sementara Bai Lianhua terus memacu kuda kembali ke Sekte Bai, ia meninggalkan semua dendam yang sempat menyangkut dalam hatinya untuk bersiap menghadapi Nenek Teratai.
Entah kenapa, ia berharap selama empat hari pergi ini ia bisa melihat nenek teratai lagi tanpa kekecewaan. Bagaimanapun, walau dirinya pergi karena kecewa, ia tidak bisa lama-lama pergi. Masalah Bai Junhui memang sulit dihadapi, tapi daripada masalah ayahnya, justru dendam yang kini tumbuh seperti tunas dalam hati Bai Lianhua yang mulai sedikit mengganggu dirinya mampu mengalihkan itu.
Ia lebih ingin melihat Gao Renwei tersiksa. Sayangnya, semua itu harus ditahan karena sesuatu tentang istana kekaisaran akan berhubungan dengan Organisasi Pendekar.
"Nenek mana?" tanya Bai Lianhua setelah beristirahat beberapa jam untuk meluruskan punggungnya yang sekaku batang pohon. Seperti biasa, Denghou selalu menjaga Bai Lianhua dan merawatnya selama ia beristirahat semalaman. Paginya, Bai Lianhua berniat meminta maaf karena tidak latihan lagi.
"Tetua Hua pergi ke pondok di rawa. Katanya beliau ingin mencoba kultivasi lagi karena mimpi aneh yang sering ia dapatkan."
"Apakah itu mimpi itu tentang Sekte Tengkorak?"
Denghou menggeleng. "Bukan. Tetua Hua tidak mengatakannya dengan jelas. Tapi guruku bilang kalau kita tidak boleh memaksakannya. Sekarang ini hidup Tetua Hua semakin sulit. Ia tertekan karena ingin segera menemukan Pendekar Naga dan menyelesaikan misi yang diturunkan Sekte Lotus. Tapi penglihatan itu justru tidak pernah muncul dan ia khawatir telah membebanimu."
"Membebani bagaimana. Aneh-aneh saja. Aku tidak merasa terbebani, kok," ujar Bai Lianhua ringan.
"Kalau begitu kenapa waktu itu kau pergi? Apa Tetua Hua sempat membicarakan sesuatu tentang mencari Pendekar Naga itu?"
Bai Lianhua sebal karena Denghou selalu bisa menebak apa yang membuatnya setengah hati. Ia duduk di kursi paviliun. Di tengah taman, beberapa murid berpakaian putih abu-abu biru. Dengan kompak mereka melakukan beberapa gerakan ringan menggunakan pedang kayu.
"Kami membicarakannya sedikit. Terutama tentang mimpi itu. Tapi nenek bilang kalau aku belum bisa melepaskan keluargaku, aku akan sulit mencapai tingkat terakhir energi dalam."
Denghou memandang Bai Lianhua serius. "Sebenarnya, aku sendiri belum sampai di titik itu. Masih banyak teknik dan kultivasi yang harus kulakukan. Tapi sayangnya, masih sulit kulakukan karena aku masih belum berani menerima kekuatan sebesar itu."
"Apakah tenaga dalam kita akan besar sekali jika sudah mencapai titik itu?"
"Ya. Seperti para tetua lain. Tidak terbatas. Tapi, kau harus bertanggung jawab juga."
Beberapa menit, Bai Lianhua jadi sedikit bersemangat. Tapi ia meragukan dirinya lagi. "Sebenarnya aku tidak takut jika menerima kekuatan besar itu. Hanya saja aku lebih takut pada Sekte Tengkorak. Dan juga tidak melihat ayah dan ibuku lagi."
Dari dulu Denghou tahu bagaimana perjuangan Bai Lianhua yang masih berusia 10 tahun untuk mencari ayahnya yang ditipu oleh perempuan licik ke Istana Kota. Dengan tindakan Bai Lianhua saja Denghou tahu kalau gadis itu pasti akan berat sebelah.
"Adik Hua, kau orang yang dipilih Tetua Hua untuk melanjutkan tugasnya. Dia pasti percaya padamu. Dia pasti pernah memimpikanmu. Kalau tidak, mana mungkin dia menyerahkan lencana giok lotus itu padamu sepuluh tahun yang lalu?"
Bai Lianhua teringat giok itu. Selama ini ia selalu membawanya ke mana-mana seperti sebuah jimat.
"Nenek memimpikanku? Dia tidak pernah bilang," jawab Bai Lianhua.
"Tentu saja tidak pernah bilang. Kau sendiri kenal Tetua Hua sifatnya bagaimana. Dia sebenarnya sayang padamu, tapi di satu sisi dia merasa bersalah padamu karena sudah menurunkan beban berat itu di usiamu yang masih muda."
Seketika Bai Lianhua jadi berpikir. Mungkin waktu itu Nenek Teratai tertekan jadi terpaksa menyerahkan tugas itu pada Bai Lianhua yang masih berusia 10 tahun demi merasa tenang. Ia sadar kalau tenaga dalamnya sudah lumpuh total dan tidak ada yang bisa membalas dendam saudaranya pada Sekte Tengkorak. Mendapati bocah kecil polos seperti Bai Lianhua, Nenek Teratai pasti berjanji akan merawatnya. Namun semakin beranjak dewasa, Nenek Teratai sadar kalau itu kesalahannya yang dulu dan ia bicara kasar padanya.
"Pantas dia menyuruhku untuk berhenti dan tidak perlu membantunya lagi. Dia pasti mengira aku terbebani sementara pikiranku masih mengurusi ayah." Bai Lianhua mengusap giok lotus dengan ibu jari. Membayangkan sosok nenek teratai sekarang sedang berkultivasi sendirian di pondok rawa.
Ia harus menuntaskan kesalahpahaman ini dan bersiap untuk kembali ke Kampung Shanyi.
Hanya saja, tanpa Bai Lianhua tahu, di pondok rawa, sesuatu yang tidak terduga terjadi.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro